Selasa, 27 Desember 2016

Sehari di Yogyakarta (20 Des 2016).


Assalamu'alaikum ww.

Tentunya kota Yogyakarta tidak asing lagi bagi teman-teman dan pada umumnya bagi masyarakat Indonesia. Sebenarnya aku sering ke kota ini, tetapi hanya sekedar lewat dan mampir sebentar ke Malioboro. Kesempatan ke Yogya kali ini, aku bersama suami dengan diantar Pak Abidin dari Wira Tour, akan melihat tiga obyek wisata yaitu Museum Ullen Sentalu, Hutan Pinus Mangunan dan Pantai Parang Tritis. Obyek Wisata yang terakhir ini pernah aku kunjungi dulu, sudah lama sekali.



Kami menuju Musium Ullen Sentalu, sebuah musium yang pernah dinobatkan sebagai Musium terbaik di Indonesia. Musium yang dikelola secara professional oleh swasta ini terletak di daerah Pakem  Kaliurang yaitu di Jalan  Boyong KM 25, Hargobinangun, Sleman. Gedung musium dibangun dengan bahan dari  batu-batu gunung dengan mengikuti kontur tanah, menjadikan bangunan ini bertingkat-tingkat dan ada yang berada dibawah tanah, Tanaman dan pohon-pohon di sekitar musium dibiarkan tumbuh alami menjadikan suasana sejuk, teduh dan nyaman. Aku jadi betah berlama-lama di suasana seperti ini.

Kami sampai di Musium jam 10 pagi, namun telah banyak pengunjung yang datang menunggu di ruang tunggu. Setiap 10 -12 orang pengunjung akan ditemani seorang Guide yang nantinya menjelaskan apa saja yang kita lihat disana. Musium ini memberikan gambaran sejarah, kehidupan dan  budaya para Raja  dan Bangsawan Jawa Mataram. 

 

Dengan ditemani Guide, kami memasuki ruangan-ruangan yang menyajikan Arca-arca, Gamelan, Lukisan, Foto-foto, Surat-surat dan Batik-batik kuno. Benda-benda yang tertata apik dalam museum tidak diberi label ataupun brosur. Dengan penjelasan dari Guide, informasi mengenai isi museum akan lebih utuh. Beberapa hal penting yang aku dapatkan dari sini adalah mengetahui sejarah terpecahnya Kerajaan Mataram  menjadi Kasunanan Paku Buwono dan Mangkunegaran di Solo, dan Kesultanan Hamengku Buwono dan Paku Alaman di Yogyakarta. 

Demikian pula mengetahui bahwa setiap Raja biasanya menciptakan Tarian. Sebuah tarian yang sangat indah diciptakan oleh Sultan Agung Hanyakrokusumo, Raja Mataram ketiga, yaitu Bedoyo Ketawang. Tarian ini dibawakan oleh 7 atau 9 orang gadis yang tidak sedang haid dan sebelum menarikannya didahului dengan ritual puasa. Bedoyo Ketawang bukan tarian untuk umum, hanya dipertunjukkan didalam lingkungan Istana setahun sekali saja,  yaitu pada saat Ulang Tahun Hari Penobatan Raja. Tarian yang sakral ini menurut carita juga ditarikan oleh Kanjeng Ratu Kidul, Penguasa Laut Selatan, sebagai penghormatan kepada Raja-raja Jawa. Di salah satu ruangan museum, kami ditunjukkan sebuah lukisan tentang Tarian Bedoyo Ketawang dalam suatu Upacara Penobatan Raja, dimana hadir Ratu Kidul.

Berbagai lukisan juga menggambarkan Putri-putri Bangsawan dalam kehidupan mereka sehari-hari yang jarang diketahui publik.Ternyata mereka tidak hanya berbusana Adat Jawa dengan kain kebaya saja, tetapi  juga mengenakan busana modern atau busana Jawa dengan modifikasi, kadang ditambah syaal atau pashmina. Mereka juga sudah mengenakan high heels.

Salah satu ruangan museum dikhususkan untuk seorang Putri Bangsawan Mangkunegaran yang cantik, yang biasa disapa sebagai Gusti Nurul, dari sejak belia hingga usia sepuh. Beliau sempat meresmikan pembukaan museum Ullen Sentalu sebelum wafat,  

Di ruangan terakhir, kami melihat bermacam-macam kain batik gaya Yogya dan Solo dengan motif-motif kuno. Gaya Yogyakarta berwarna putih hingga kuning, sedang gaya Solo berwarna coklat sogan dengan latar kecil-kecil seperti Ukel dan Gringsing. Sekarang motif batik seperti itu sudah tidak ada lagi.  

Sayang sekali, disini pengunjung tidak diperbolehkan mengambil foto apapun. Baru setelah berada diluar museum, diberi kesempataan berfoto. Harga tiket masuk yang sebesar Rp. 30,000,-  adalah sangat layak untuk ilmu yang kita peroleh. Teman-teman tertarik? Silahkan mampir ke museum ini jika bertandang ke Yogya,


Setelah selama lebih kurang 90 menit berada di Kaliurang yang sejuk, kemudian turun ke kota Yogya untuk selanjutnya  menuju Hutan Pinus di Mangunan, di daerah Kabupaten Bantul. Jarak dari kota Yogya ke Mangunan sekitar 21 km, tidak terlalu jauh. Ketika jalan mulai menanjak dan berbelok-belok, sudah terasa   suasana hutan. Dan ternyata, subhanallah ……Hutan Pinus Mangunan ini bagus sekali. Pinusnya sudah tinggi-tinggi dan kata Petugas disini, sudah berumur lebih dari 30 tahun. 

Barangkali karena akhir tahun dan musim liburan, sudah banyak pengunjung yang berada disini, bersantai menikmati indahnya hutan pinus sambil berselfi ria. Ketika kami sedang asyik berada di tengah hutan, bertiup angin cukup kencang, membuat pinus yang tinggi-tinggi itu bergoyang-goyang dengan suara menderu-deru. Segera terdengar pengumuman kepada para pengunjung untuk berhati-hati. Mungkin saja bisa tumbang atau patah karena memang sudah ada beberapa pohon yang tumbang kemudian sekaligus dipotong hingga rapi. Sebagai  pecinta alam, aku kagum dengan keindahan hutan pinus ini. Semoga kondisi yang baik ini bisa dijaga kelestariannya hingga lebih banyak generasi muda menikmati keindahannya.

 

Kebetulan kami bertemu dengan Tukang Foto yang biasa memotret para pengunjung. Ngobrol-ngobrol akhirnya selain minta jasanya untuk mengambil foto kami berdua, juga minta diantar  ke  rumah makan terdekat untuk makan siang.. Kami makan berempat, dengan pak Sopir dari Wira Tour yang menemani kami jalan-jalan. Sebenarnya ingin merasakan kuliner Bantul yang terkenal dan banyak disebut ketika browsing di internet, yaitu Sate Klatak. Tetapi menurut pak Sopir, kuliner itu dari daging kambing. Jadi nggak kepengin, kawatir bermasalah bagi kesehatan. Setelah menikmati nasi pulen dengan ayam goreng serta sayur tempe  lombok ijo, dan kemudian sholat, kamipun berangkat menuju obyek wisata yang lain.

Tempat yang kami tuju ketiga ini adalah Pantai Parangtritis. Dulu ketika anak-anakku masih kecil, kita pernah main kesana. Tetapi seiring dengan perkembangan zaman, mungkin  saja sudah berubah.
Lokasi tempat itu masih satu kabupaten, yaitu kabupaten Bantul. Ada jalan pintas dari Hutan Pinus Mangunan ke Pantai Parangtritis. Perjalanan kesana kira-kira satu jam. Selama satu jam itu kami melalui daerah persawahan dan perkampungan yang masih sepi. Tidak banyak kendaraan berpapasan di jalan,  serasa bukan berada di Pulau Jawa.

Ketika kendaraan sudah masuk kearah Jalan Parang Tritis, suasana mirip seperti di  Tanah Lot Bali. Pinggir jalan didominasi tempat berjualan pakaian, makanan, parkir mobil/motor dan toilet. Kendaraan diparkir pak Sopir disalah satu tempat, kemudian kami berjalan kaki menuju pantai. Dari jauh sudah ada peringatan untuk tidak berenang atau mandi di tempat-tempat yang berbahaya. Barangkali  karena itu, kira-kira seratus meter sebelum pantai, disediakan kolam air tawar buat anak-anak sebagai ganti tidak berenang di laut. Ada dua kolam, sebelah kiri dan kanan jalan. Juga ada kran untuk berbilas. Pantai lumayan bersih.


Kami hanya tahan sebentar dibawah teriknya matahari sore. Setelah mengambil foto-foto. kami menuju kedai kopi, duduk-duduk memandang deburan air laut sepanjang pantai sambil menikmati kopi dan gorengan. Pantai ini tampak tenang, tapi sebenarnya berbahaya karena sudah  memakan banyak korban. Pengunjung datang dan pergi. Rupanya liburan  akhir tahun banyak dimanfaatkan masyarakat membawa keluarga berwisata.

Sebelum kembali ke hotel, kami ingin mencoba kuliner Yogya Bakmi Pak Pele, yang berada di Alun-alun Lor. Benar juga, pengunjung yang mau makan disini antri. Kami mengambil tempat duduk dan segera menikmati bakminya yang dimasak bersama telur ayam. Memang enak. Seporsi harga Rp. 20.000.-  cukup mengenyangkan.

Sambil menurunkan perut yang kenyang, kami pulang menuju Malioboro berjalan kaki. Begitu memasuki Jalan Malioboro, sangat terasa denyut nadi kegembiraan manusia yang sedang berada di jalan ini. Di ujung jalan berderet penjual Oleh-oleh Yogya, seperti bakpia, dodol, brem dan lain-lain. Kemudian ada juga nasi berikut lauknya, sate ayam dan sate kere (sate dari tempe gembus atau ampas tahu), wedang ronde dan lain-lain. Di agak ke tengah, orang berjualan kaos-kaos, pernik-pernik gelang, pakaian anak-anak, gantungan kunci dan lain-lain. Juga ada tempat makan lesehan. Sepertinya semua kebagian rejeki dari keramaian sepotong jalan ini.

Trotoar Malioboro yang baru selesai dibangun, bahkan belum diresmikan ini, cukup luas, menyediakan banyak tempat duduk berupa kursi-kursi besi dan bulatan-bulatan beton. Sangat menyenangkan buat wisatawan untuk melepaskan lelah sambil mengobrol. Anak-anak bebas berlarian atau didorong para orang tuanya. Kami melihat satu grup musik yang terdiri dari 7 orang Pengamen, sedang membawakan lagu-lagu yang sudah familiar ditelinga. Banyak wisatawan mengerumuninya, mengambil foto atau membuat video, dan tak lupa mengisi kardus yang telah disediakan seikhlasnya. Entah sampai jam berapa suasana ramai di Malioboro akan berakhir.  Kami kembali ke hotel untuk beristirahat.

Pagi hari jam 8, selesai mandi aku turun ke bawah sendirian untuk sekedar melihat seperti apakah Malioboro  di pagi hari. Hotel kami berada di jalan ini. Ternyata sudah banyak manusia berjalan-jalan santai disana. Mereka duduk-duduk di kursi-kursi yang ada di trotoar. Pedagang makanan sudah siap sejak pagi. Ada gudeg dan kelengkapannya mangkal disamping Mall persis didepan hotel.  Aku ikut nongkrong duduk di dingklik plastik ingin mencicipi bubur gudeg. Sambil ngobrol dengan ibu penjual, aku menanyakan kesehariannya. Ibu itu tampaknya seumuran  denganku. Berjualan dibantu suaminya yang sudah pensiun. Katanya setiap malam jam 1 sudah mulai masak, kemudian setelah sholat subuh berangkat berjualan berdua hingga kira-kira sampai jam 10 an. Sampai di rumah, Ibu dan suaminya wajib untuk tidur beristirahat Dengan kesibukannya itu, malahan tidak banyak terkena penyakit.

Apa yang dijual di Malioboro ini memang murah meriah. Bayangkan, harga sepotong kaos Rp. 35.000, bahkan ada yang Rp. 15.000. Harga Bubur Gudeg dengan telur hanya Rp. 10.000. Aku mencoba masuk keluar gang disekitar Malioboro. Ternyata di gang-gang itu selain rumah penduduk, juga ada Warung Makan, Supplier Kaos, serta banyak terdapat Penginapan murah. Tapi jangan salah, ada juga Hotel disitu. Hotel Malioboro Garden terletak di dalam gang. Iseng-iseng aku tanya, tarifnya Rp. 250.000 tanpa makan,  ber AC dengan Water Heater, dan  kelihatannya lumayan bersih. Di libur panjang anak sekolah akhir tahun ini, sepertinya semua hotel penuh, baik kelas mahal maupun murah.

Wassalamu’alaikum ww.

Jakarta, 27 Desember 2016.





1 komentar:

  1. bagus sekali bu tulisannya ! terima kasih telah menggunakan jasa kami. kami tunggu kedatangannya kembali di Jogja yang istimewa ini

    BalasHapus