Assalamu’alaikum ww.
Hari Pertama.
Di subuh yang masih dingin, setelah menunaikan kewajiban menghadap
kepadaNya, aku berdua suami meninggalkan rumah menuju Bandara Soekarno Hatta.
Bersama adik-adikku, kami tujuh bersaudara akan berwisata ke Lampung, propinsi
dekat dari Jakarta yang belum pernah kami eksplore.
Aku perkenalkan dulu ya, rombongan kecil kami : Aku berdua suami, kemudian Adik suami, Dik Dib bersama isterinya Dik Nancy, selanjutnya Adikku nomor 3, Dik Gun dan terakhir Adikku nomor 4, Dik Pri bersama isterinya Dik Astrid. Setelah beberapa kali pertemuan merencanakan perjalanan dan mengatur pembagian tugas, antara lain memesan tiket pesawat, hotel dan rental mobil, akhirnya hari ini tgl 27 Februari 2017 kami berangkat. Jarak yang dekat hanya memerlukan waktu 30 menit perjalanan udara.
Mendarat
di Bandara Radin Intan II jam 7.47, rombongan kami dijemput Mas Gandi, Petugas
dari Rental Tsamania Lampung dengan Mobil Innova. Sebelum memulai perjalanan
wisata, kami mampir ke Hotel Grand Anugerah tempat kami menginap, untuk
menitipkan koper-koper kami dan ke toilet. Sesuai saran dari Rental Tsamania,
hari pertama ini kami menuju kearah Lampung Selatan. Ada 2 obyek wisata yaitu Kalianda
Resort dan Menara Siger yang bisa kami kunjungi.
Ketika waktu menunjukkan jam 12.30 sampailah kami di Menara Siger.
Sebuah Bangunan yang dibangun diatas puncak bukit di daerah Bakauheni. Bangunan
ini mengambil bentuk Siger, yaitu mahkota yang digunakan sebagai hiasan di kepala
Pengantin Lampung. Dari sinilah dimulai Jalan Lintas Sumatera, sehingga lokasi
ini sering disebut Titik nol Jalan Lintas Sumatera. Tampak pemandangan dibawah
sana Laut Selat Sunda dengan 4 kapal feri yang sedang berlayar. Juga Pelabuhan
Penyeberangan Bakauheni serta pulau-pulau di sekitar Selat Sunda yang tampak
bagaikan gundukan-gundukan hijau di tengah laut, Dibawah kami, jalan tol yang
direncanakan Pak Jokowi sedang dikerjakan, dan sudah mulai tampak rapi
memanjang berwarna putih. Kami berfoto ria di sekitar bangunan Menara Siger
ini. Sayang sekali bangunan dan taman-taman disekelilingnya tidak terawat.
Kaca-kacanya sudah banyak yang pecah dan rumput liar membuat taman menjadi
seperti semak belukar.
Kemudian lanjut menuju Kalianda. Karena hujan deras yang turun
disekitar Kalianda Resort, kami memutuskan untuk tidak masuk resort, toh tidak
ada yang dapat kami nikmati disana. Rupanya perut sudah mulai keroncongan,
sehingga kami menikmati makan siang di Rumah Makan Srikandi. Sambil menunggu
makanan dimasak kami sholat. Hidangan disini cukup enak dan fresh, karena
dimasak saat dipesan. Ayam goreng, Ikan gurame, Ca kangkung dan Sayur Asem.
Meninggalkan Restoran, Mas Gandi, Driver merangkap Guide kami,
mengajak ke Pantai Pasir Putih. Karena bukan hari libur,
pantai tampak sepi. Kami menyewa tikar dan menikmati sore sambil ngopi. Pantai
Pasir Putih menghadap ke dua pulau diseberang sana. Kami tidak mendapatkan
informasi nama-nama pulau tersebut. Pulau yang di sebelah kiri, menurut cerita
penduduk setempat, adalah miliknya Tomi Winata, seorang Konglomerat yang
tinggal di Jakarta. Di pulau itu terdapat berbagai binatang buas asli Sumatra
yang dipelihara di kawasan hutannya, dan setelah dipandang cukup umur,
dilepas-liarkan. Jika ada kapal yang mendekat, maka akan dikejar Patroli
Penjaganya. Intinya tidak boleh siapapun mendekati pulau itu tanpa ijin resmi
Pemilik
.
Di Pantai Pasir Putih ini kami bertemu dengan Tukang Foto yang
lucu, suka bercanda untuk mengambil hati konsumen. Suamiku disebutnya Pak
Gubernur. Adik-adikku dipanggil Pak Walikota dan Pak Bupati. Yang semula kami
nggak memerlukan jasa fotonya, akhirnya jadi deal, 3 kali difoto dengan harga
40 ribu rupiah. Murah ……
Dari pantai Pasir Putih, kami lanjut menuju Pantai Sari
Ringgung. Menuju pantai ini jalanan rusak, hingga mobil
terguncang-guncang. Namun demikian, kecapaian terbayar setelah melihat
pantainya yang bersih. Di bagian depan sedikit berpasir putih, kemudian
seterusnya berkarang bahkan berbatu-batu, Mungkin pembangunannya belum selesai,
sehingga batu-batu itu masih berserakan. Di ujung pinggir pantai terdapat
Huruf-huruf besar bertuliskan Pantai Sari Ringgung. Kami
berfoto bersama adik-adik sepuasnya, hingga matahari tak lagi menampakkan
sinarnya.
Karena makan siang tadi sudah cukup kenyang, malam ini kami hanya
ingin makan sekedarnya saja. Kami mencicipi kuliner Palembang yang juga sudah
menjadi makanan orang Lampung yaitu Empek-empek di Resto Empek-Empek 123.
Hari Kedua,
Selagi berada di Lampung, aku bermaksud “say hello” dengan seorang
teman lama semasa kuliah di Notariat UI yang tinggal disini, Lis atau
Agustina Sulistyowati. Karena tidak punya nomor hp nya, aku hubungi teman
lain yang memang akrab dengan Lis. Dengan semangat dia mengunjungiku ke Hotel
saat sarapan pagi, setelah mengantar cucunya ke sekolah di dekat hotel. Ngobrol
kesana kemari mengenang saat-saat kita belajar bersama menghadapi ujian di
tahun 1988/89. Dan tentu saja ngobrol tentang keluarga dan tentang pekerjaan
kami sebagai Notaris. Sementara aku sudah punya 3 orang cucu, 2 orang sudah
duduk di SD dan yang seorang masih di TK. Cucu Lis baru 1 orang, masih
duduk di TK. Dan lucunya ketika aku bercerita bahwa hari ini rombongan kami
akan ke Pulau Pahawang, Lis tertawa, karena sebagai orang Lampung bahkan ia
belum pernah ke Pahawang.
Hanya sekitar 45 menit perjalanan dari hotel ke Dermaga 2 Tanjung
Putus, yaitu lokasi penyeberangan untuk menuju Pulau Pahawang. Hari
ini adalah hari kerja dan masih pagi, sehingga suasana tampak sepi. Sebelumnya,
Guide kami telah menghubungi pemilik kapal yang akan membawa kami ke Pulau
Pahawang. Sebentar tawar menawar jadilah harga 500 ribu. Kami naik ke kapal
kayu dengan atap plastik biru, yang dilengkapi dengan pelampung. Pak Akmal,
demikian nama Pengemudi Kapal “Doa Ibu 1” mulai menyalakan mesinnya. Kapalpun
melaju membelah laut meninggalkan tepian pantai dengan bunyi mesin yang menderu.
Pemandangan didepan kami sungguh indah, laut biru tenang, dengan
bukit-bukit hijau yang bergelombang. Itulah gugusan kepulauan Pahawang yang
akan kami kunjungi, yang sebenarnya terdiri dari banyak pulau. Namun kami hanya
akan menuju ke tiga pulau yaitu Pahawang Besar, Pahawang Kecil dan Kelagian
Kecil. Masih ada pulau-pulau lain seperti Pulau Kelagian Besar dan
Pulau Tanjung Putus, yang tidak kami kami kunjungi. Ketika kami menengok ke
belakang, tampak deretan pohon nyiur menghijau melambai-lambai ditiup angin.
Subhanallah….. begitu indah negeri yang telah Engkau anugrahkan kepada bangsa
kami.
Pak Akmal membertahukan letak spot-spot untuk snorkling. Wah,
asyik juga seandainya kami masih muda usia, turun ke dalam laut menyaksikan
keindahan bawah laut dengan ikan-ikan yang lucu-lucu. Sayang usia tidak muda
lagi. Dari atas kapal tampak bebatuan coral seperti tertata dengan cantiknya,
berwarna putih kekuningan. Spot itu juga ditandai dengan tali yang dihubungkan
dengan busa sterofoam yang mengapung di permukaan laut. Kata Pak Akmal, di
hari-hari week-end banyak rombongan turun snorkling disini. Mereka biasanya
menginap di Vila yang ada di Pulau Tanjung Putus atau menginap di rumah-rumah
penduduk di Pulau Pahawang Besar.
Ketika kapal semakin dekat, tampak dengan nyata pulau-pulau itu
masih perawan. Vegetasi hutannya terpelihara, tidak tampak adanya penebangan
pohon. Pepohonan hijau diseling dengan pohon-pohon kelapa memenuhi
permukaan pulau. Pulau-pulau itu sebagian besar tak berpenghuni. Jika melihat
begitu banyaknya pulau-pulau di daerah-daerah yang pernah aku kunjungi, tak
heran jika kita memiliki sekitar 17.500 pulau di seluruh Indonesia.
Kapal menuju pulau terjauh lebih dahulu. Perjalanan dari Dermaga
hingga merapat ke pulau memakan waktu sekitar sejam. Jam 10.30 kami telah
menjejakkan kaki di putihnya pasir Pulau Pahawang Kecil. Rupanya
pulau ini disewa oleh orang Perancis yang tinggal di Jakarta, dan hanya sebulan
sekali datang kesini. Aku sempat ngobrol dengan salah seorang Pekerja
Kebersihan yang sedang mengumpulkan sampah berupa tumbuhan seperti rumput laut
berwarna coklat. Sampah itu akan dijemur dan kemudian setelah kering dibakar.
Dia telah lama bekerja disini dan merasa betah dengan penghasilan tetap yang
tidak pernah terlambat diterimanya. Ada 7 orang temannya yang bekerja pada
orang Perancis itu.
Pulau Pahawang Kecil dengan Vila dan Dermaga yang menjorok ke laut ini tampak
indah, apalagi dihiasi gugusan mangrove di sekelilingnya. Airnya sangat
jernih, sedikitpun tak tampak keruh. Di Pulau Pahawang Kecil ini pengunjung
tidak bisa leluasa berjalan-jalan hingga ketengah. Kira-kira 50 M dari pantai
terdapat papan dengan tulisan “Dilarang masuk. Pulau Pribadi” Jadi hanya
sampai disini saja.
Meninggalkan Pahawang Kecil, kami menuju Pulau Pahawang
Besar. Nah, di pulau ini lumayan banyak penghuninya. Dari jauh tampak
perkampungan dengan sebuah Masjid yang berada disekitar rumah-rumah penduduk.
Tak jauh dari perkampungan banyak terdapat bangunan pondok-pondok keramba ikan
yang ditunggui beberapa pekerja. Ikan kerapu, ikan bawal, dan ikan-ikan
lain dipelihara disini. Kapal kami merapat di dermaga/jembatan beton yang
kokoh. Kamipun disambut dengan ucapan Selamat Datang. Di Pahawang Besar ini
terdapat sekitar 200 orang penduduk. Selain Masjid juga ada sebuah gedung SD
tempat anak-anak bersekolah. Di tengah teriknya matahari, sambil
beristirahat kami menikmati kopi, tahu dan bakwan goreng yang dijual di Warung
terdekat. Disinilah, di rumah-rumah penduduk, para wisatawan yang ingin memuaskan
snorkeling menginap.
Kami telah meninggalkan
Pulau Pahawang Besar ketika waktu Dzuhur tiba, menuju Pulau Kelagian
Lunik atau Kelagian Kecil. Pulau berpasir putih ini
tampak kosong tetapi bersih. Dua orang Penjaga Pulau sedang bekerja
membersihkan sampah yang terbawa arus laut ke pinggir pantai. Pulau ini
termasuk Wilayah kekuasaan Angkatan Laut.
Setelah puas berfoto ria, kami meninggalkan Pulau
Kelagian Kecil. Mendung hitam berarak-arak, gerimis mulai jatuh dan kamipun
bergegas ke kapal. Hujan turun ketika kapal sudah berada ditengah laut. Kami
sibuk menutupi baju agar tak basah. Untunglah meski hujan, air laut tetap
tenang. Jarak tempuh dari pulau Kelagian Kecil ke Dermaga 2 Tanjung Putus
kira-kira satu jam. Dengan merapatnya kapal ke tepian dermaga, berakhirlah
perjalanan kami menikmati indahnya sebagian dari pulau-pulau kecil di
Indonesia.
Kami menikmati makan siang di Resto Ikan Pindang Ayam Bakar
milik Haji Amin, tak jauh dari Dermaga. Resto dengan gubug-gubug untuk lesehan
itu memiliki kolam-kolam ikan Gurame yang nantinya menjadi santapan pengunjung.
Menu pesanan kami adalah masakan khas Lampung Seruit atau Ikan Gurame Cobek. Di
Jakarta, masakan ini bernama Pecak Gurame. Juga masakan Pindang Ikan Simba,
Lalapan dan sambal terasi. Minuman jus sirsat, jeruk dan es teh tawar. Cukup
memuaskan. Dibelakang Resto terdapat "Lamban Ngopi" artinya
Rumah Ngopi, tempat duduk-duduk santai menikmati kopi Lampung jenis Robusta
yang mak nyus.
Di sore yang cerah ini, acara kami selanjutnya adalah menuju Muncak. Obyek
wisata ini berada desa
Muncak, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Pesawaran. Lokasinya di puncak sebuah bukit diatas jurang, 1,5 km dari jalan aspal. Untuk bisa sampai
kesana, kendaraan harus melalui jalan yang berbatu, naik terus melewati kebun
coklat hingga sampai ke sebuah tempat parkir mobil dan motor. Meskipun dikelola
secara sangat sederhana, banyak pengunjung datang ke lokasi ini. Kita
dapat menikmati pemandangan Kota Teluk Betung, laut dihadapannya, pepohonan nan
menghijau dan rumah-rumah yang tampak kecil dilihat dari atas. View bagus itu
kita nikmati dari sebuah jembatan bambu yang hanya boleh digunakan maksimum 4
orang. Sayang saat ini matahari tidak menampakkan sinarnya, namun cukup puas
menikmati pemandangan yang menawan.
Agenda selanjutnya adalah membeli oleh-oleh untuk anak-anak dan
keluarga. Toko oleh-oleh yang sudah terkenal adalah Toko Yen Yen dan Iyen. Pada
umumnya apa yang dijual adalah barang yang sama atau sejenis. Kami ke toko lain
yaitu Toko Aneka Sari Rasa. Beberapa kardus oleh-oleh berupa keripik pisang dan lempog durian
berpindah ke Mobil.
Untuk
makan malam kali ini, kami dijamu oleh keluarga dari Dik Astrid, namanya Mbak
Rini atau lengkapnya Dr. Ir. Rahayu Sukiatyorini. Seorang Dosen di UNILA yang
juga Ketua Jurusan di ITERA. Tidak sulit mencari alamat rumahnya, yaitu di
Komplek Dosen Griya Kencana, Rajabasa, Tanjung Karang. Begitu kami
tiba, segera terhidang Masakan Tekwan dan Bakso Sony yang terkenal di Lampung.
Salut untuk Mbak Rini, sekalipun sibuk, tetap menyempatkan diri menjalin
silaturahmi. Sikap yang lemah lembut dan halus, menunjukkan kuatnya
pengaruh adat Jawa yang kental. Ketika kita sedang makan, lampu di Rumah
mbak Rini padam. Jadilah makan sambil gelap-gelapan hingga kita pulang.
Terima kasih mbak Rini, jamuan makan malamnya yang nikmat……..
Hari
Ketiga.
Hari ini adalah hari terakhir kami di Lampung. Pagi setelah
breakfast, kami memanfaatkan waktu luang sebelum menuju Bandara untuk
mengunjungi sebuah pantai yaitu Pantai Duta Wisata. Lokasi ini
dapat kami tempuh hanya setengah jam dari hotel. Pantai dengan Plasa yang cukup
luas ini lumayan bersih.
Dengan demikian berakhir sudah jalan-jalan kami ke Lampung. Ucapan
permohonan maaf kepada adik sepupuku, Dik Nunung Sasiti Nugrahaningsih, karena
kami tidak mampir ke rumahnya. Kami khawatir merepotkan, mengingat sempitnya
waktu dan selalu berada di perjalanan dari pagi hingga malam. Semoga suatu ketika
kelak dapat bertemu lagi. Bye… bye Lampung ……
Wassalamu’alaikum ww.
Jakarta, 2 Maret 2017.
Catatan perjalanan yg komplit, tdk terlewat sedikitpun.
BalasHapusCatatan perjalanan yg komplit, tdk terlewat sedikitpun.
BalasHapusTrm kasih sudah mampir ke blogku.... Jika Ada yg kurang, masih bisa direvisi.
BalasHapusTerima kasih ibu weni & keluarga yg telah mempercayakan jasa Tsamania Rental pada saat liburan ke lampung,,,
BalasHapusSemoga recommended yah bu & kami siap bantu untuk kedepannya jika ibu ke lampung lagi.tks