Assalamu’alaikum ww.
Di penghujung tahun 1995 menuju
tahun baru 1996, tepatnya tanggal 21 Desember 1995, Jakarta sedang diguyur
hujan setiap hari. Saat itulah untuk pertama kalinya Allah Swt memberi
kesempatan kami berempat sekeluarga, pergi bersama-sama melaksanakan ibadah
umroh. Ini merupakan umroh pertama bagi kedua orang anakku, Dandy dan Ade Hestia. Aku ingatkan kepada mereka untuk
mempelajari baik-baik sebelum berangkat, doa-doa yang disediakan di Buku Saku,
agar pada saatnya disana, kita telah mempunyai gambaran apa yang akan kita
mohonkan kepadaNya. Doa yang kita panjatkan dengan khusuk di Baitullah,
inshaallah akan dikabulkan.
Salah satu doa yang selalu aku ingat, adalah doa di saat Tawaf Wada. “Ya Allah
yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Berikan kepada kami kesempatan lagi
untuk mengunjungi Kabah yang mulia ini. Sekiranya Engkau jadikan ini kesempatan
terakhir bagi kami, maka gantikanlah Surga untuk kami dengan rahmatmu, Wahai
Tuhan Pemelihara Sekalian Alam”. Dengan itu aku yakin, suatu ketika Allah
memberi kesempatan untuk mengunjungi Tanah Suci kembali.
Dulu aku pernah bernazar, suatu ketika jika anakku Dandy telah lulus SMA dan
memasuki usia dewasa, aku akan menyerahkan kepadaNya di Baitullah. Semoga Allah
menjadikan dia seorang hamba yang sholeh. Kesempatan itu juga untuk
memperkenalkan anak keduaku Ade Hestia yang saat itu masih remaja, mengunjungi Tanah
Suci dan tempat-tempat ziarah yang disebutkan dalam Kitab Suci Al Qur’an,
supaya menambah keyakinan akan agamanya, dengan harapan kiranya Allah
menjadikannya hamba yang sholehah.
Perjalanan Umroh 8 hari tanpa terasa telah selesai. Bagi kedua anakku, tentu
meninggalkan kesan yang tak terlupakan. Dandy sempat melihat hingga selesai
penggantian Kain Kabah, suatu kesempatan langka bagi jamaah. Semua telah kami
laksanakan sesuai dengan bimbingan Ustad, kami pasrahkan kepadaMu ya Allah, kiranya
apa yang kami lakukan Engkau ridhoi....
Kami mengikuti Travel yang memberangkatkan rombongan untuk Umroh dilanjutkan
dengan tour wisata. Kebanyakan peserta seperti kami, berangkat bersama-sama
anak-anak dan keluarga. Kedekatan selama 8 hari bersama-sama menjadikan
anak-anak kami akrab dengan peserta yang seusia dengan mereka. Demikian pula
kami orang tuanya. Dalam waktu singkat sudah terjalin persahabatan diantara
kami, menjadikan perjalanan wisata lebih ceria.
Setelah selesai Umroh, rombongan
melanjutkan tour, yang tujuan utamanya adalah mengunjungi Masjid al Aqsho yang
terletak di Yerusalem, termasuk dalam wilayah Israel. Untuk sampai ke Yerusalem
dimana Masjid al Aqsho berada, rombongan akan melalui negara Yordania. Apakah
memang harus demikian, atau karena Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik
dengan Israel, aku kurang faham.
Dari catatan perjalanan yang pernah aku buat, dari kota Jedah penerbangan ke
Yordania hanya memerlukan waktu 1,5 jam. Negeri yang saat itu diperintah oleh
Raja Hussein Bin Talal, ternyata berbeda dengan Arab Saudi, meski sama-sama di
Timur Tengah. Masyarakat Yordania lebih heterogen seperti Indonesia. Kaum
wanitanya berbusana biasa, bukan melulu abaya warna hitam. Banyak diantara
mereka mengenakan rok tanpa tutup kepala, bahkan celana jins ketat. Mata uang
mereka Dinar, yang di tahun itu bernilai Rp. 3.100.- Tentu sekarang sudah jauh berubah,
karena inflasi di negara kita tinggi.
Pada hari itu, kami langsung mengunjungi obyek wisata di sekitar kota Aman, ke
Mount Nebo. Di puncak Gunung Nebo yang dingin dan sunyi itu diyakini sebagai
tempat Nabi Musa As menghabiskan hari-hari terakhirnya. Kami berada di halaman
sebuah bekas Gereja yang dibangun sekitar abad ke 6. Nun jauh disana tampak
lembah yang kosong, menurut Pemandu Wisata, itulah Kanaan, tanah yang
dijanjikan Allah kepada Nabi Musa As. Di kejauhan pula tampak Dead Sea - Laut
Mati yang tenang. Senja mulai turun meskipun waktu baru menunjukkan jam 16.30,
menjadikan udara semakin dingin. Pemandangan yang sebenarnya cukup indah itu
entah mengapa membawa suasana sedih. Apakah karena sedang musim dingin atau kegersangan alamnya?
Hari selanjutnya rombongan menuju ke sebuah bukit di pinggiran kota Aman,
ibukota negara Yordania. Itulah lokasi Gua Kahfi, tempat 7 orang pemuda yang
beriman dengan anjingnya ditidurkan Allah selama 300 tahun menurut perhitungan
tahun Syamsiah atau 309 tahun menurut perhitungan tahun Qomariyah, padahal
mereka merasa hanya tidur setengah atau satu hari saja. Kisah ini diceritakan
dalam QS Al Kahfi ayat 9 sampai 26.
Kurang lebih 45 menit perjalanan dari kota Aman, terdapat reruntuhan kota tua
peninggalan peradaban masa lampau yang dibangun kira-kira 50 tahun Masehi.
Sebuah kompleks Bangunan berarsitektur Romawi dengan Pilar-pilar tinggi dan
kokoh masih tegak berdiri. Kota tua ini namanya Jerash. Sayang sekali foto-foto
di Jerash sudah tidak jelas lagi.
Hari ketiga, kami menuju Yerusalem. Sepanjang perjalanan, tampak menghijau perkebunan
pisang di lahan-lahan yang terlihat cukup subur. Pohon pisangnya lebih pendek
dari pohon pisang kita di Indonesia. Dari kota Aman yang letaknya 1.000 meter
diatas permukaan laut, menuju perbatasan yang lebih rendah, jalan terus
menurun. Akhirnya sampai di sebuah tempat yang disebut Perbatasan, dimana
terdapat dua jembatan, King Hussein Bridge di wilayah Yordania dan Allenby
Bridge di wilayah Israel. Di wilayah Israel pemeriksaan sangat ketat,
berkali-kali harus membuka jaket, sepatu, ikat pinggang hingga berhasil melalui
mesin detector tanpa terdengar bunyi. Sempat terpikir, bagaimana dengan
bechel/kawat gigi yang dikenakan Ade? He he he...... ternyata dia melenggang lolos
......
Pemeriksaan paspor dan lain-lain di kedua tempat itu memakan waktu 1,5
jam. Apakah kondisi sekarang masih seperti ini ya?
Yerusalem adalah kota suci bagi ketiga pemeluk agama Samawi, agama yang
diturunkan Allah melalui Wahyu. Di Yerusalem, dalam seminggu terdapat tiga hari
libur. Hari Jum at untuk pemeluk Islam, Sabtu untuk kaum Yahudi dan Minggu
untuk kaum Nasrani. Hari itu adalah hari Jum at, kunjungan ke Masjid Al Aqsho dilakukan
bertepatan dengan shalat Jum at. Disampaikan oleh Pemandu Wisata, mengingat
padatnya manusia di hari itu, maka untuk ziarah akan dilakukan pada hari
berikutnya supaya kami lebih puas.
Bus kami merayap di kepadatan kendaraan dan manusia yang hendak shalat Jum at
di Masjidil Aqsho. Dari kejauhan telah tampak kubah Masjid berwarna biru
keabu-abuan dan kuning emas. Dan ketika benar-benar menjejakkan kaki di halaman
masjid yang sudah penuh jemaah, Subhanallah.................
Ya Allah, akhirnya
sampai juga aku ditempat suci ini. Dari tempat ini telah Engkau mi’rajkan Nabi
Muhammad Saw. Tempat suci ini menjadi Kiblat shalat kaum muslimin sebelum
Engkau tetapkan Masjidil Haram di Mekah. Dan di tempat suci ini sholat bernilai
500 kali. ................
Menurut sebuah artikel di internet, Ad Dubbagh dalam bukunya Al Quds mengatakan
bahwa “Al Haram Al Qadasi (wilayah haram yang suci) terdiri dari dua bangunan
masjid, yang pertama Masjid Ash Shakhrah atau Qubbah Ash Shakhrah – Kubah Emas,
dan yang kedua, Masjid Al Aqsho, serta bangunan-bangunan apa saja yang ada
disekitarnya, hingga dinding pembatas sekalipun”.
Jadi yang dimaksud Al Aqsho
adalah sebutan bagi seluruh komplek Masjid yang dibatasi oleh dinding pembatas,
termasuk semua bangunan yang terdapat di dalamnya.
Aku perhatikan baik-baik apa yang tampak di sekitarku. Kubah Emas yang berkilau
terkena sinar matahari yang sering disebut The Dome of the Rock. Sangat bagus
sebagai back ground untuk foto. Matahari sedang bersinar terang, tetapi tak
mempengaruhi dinginnya udara di bulan Desember yang serasa menusuk tulang,
membuat gigiku gemeletuk. Pohon-pohon zaitun yang berderet tidak terlalu tinggi
berjajar rapi dan telah memperlihatkan buahnya. Di dalam masjid sudah penuh
jemaah. Di pelataran yang berbatu putih itu, batunya sangat dingin untuk duduk
shalat disitu. Akhirnya aku dan ibu-ibu peserta lain memilih sholat di
pelataran yang terkena sinar matahari. Tak ada sajadah, jaketpun menjadi alas
sholat. Jum at yang penuh syukur.............
Setelah makan siang, kami menuju kota Hebron, 36 km sebelah selatan Yerusalem,
untuk mengunjungi Masjid Ibrahim. Disana terdapat Makam-makam para Nabi. Nabi
Ibrahim As dan isterinya Sarah, Nabi Ishaq As dan isterinya Rofiqoh (Rebecca)
dan Nabi Yaqub As dan isterinya Leah. Sebenarnya di komplek Masjid ini juga
terdapat Makam Nabi Yusuf As dan Nabi Daud As. Sayang ketika kami kesana sudah
diberi batas tembok sehingga tidak dapat mengunjunginya. Orang-orang Yahudi
menganggap dua Nabi tersebut adalah Nabi mereka.
Masjid dijaga ketat oleh banyak tentara Israel yang memegang senapan. Ini
terjadi setelah Peristiwa Hebron yg menewaskan 30 orang dan melukai 300 orang
muslim di masjid ini. Sisa-sisa ketegangan masih tampak, namun ada saja ulah
anak-anak muda Indonesia. Mereka berhasil mengajak ngobrol tentara Israel dan
bahkan berfoto bersama. Kami para orang tua takut-takut mengingat kekejaman
mereka.
Hari selanjutnya, setelah makan pagi kami menuju Mount Olive atau Bukit Zaitun,
sebuah bukit di kota Yerusalem dimana terdapat Universitas Hebrew, Rumah Sakit
dan Makam orang-orang Yahudi. Dari ketinggian Mount Olive, tampak jelas kota
Yerusalem dibawahnya. Disinilah para peserta berfoto bersama. Ketika masuk
waktu shalat Zuhur, rombongan kami sedang menuju Makam seorang Sahabat
Rasulullah, Salman Al Farisi, arsitek pembuat parit untuk pertahanan kaum
muslimin di Madinah. Makam itu telah menjadi sebuah masjid dan kami shalat
jamak Zuhur dan Ashar disana. Di perjalanan selanjutnya, kami juga melihat
sebuah papan nama kecil sebagai petunjuk menuju Makam Rabiyah Al Adawiyah,
seorang Sufi besar pada jamannya, akan tetapi rombongan tidak mampir ke makam
tersebut.
Kalau di hari sebelumnya kami telah bersembahyang Jum at di kompleks Al Aqsho,
tetapi belum melihat dengan jelas dan mendengar cerita dari Pemandu Wisata,
kali ini kami akan dibawa sekali lagi berziarah ke AL Aqsho tetapi melalui sisi
luar. Perjalanan menuju kesana melalui Tembok Ratapan atau The Wailing Wall.
Menurut kepercayaan umat Yahudi, tembok ini adalah sisa terakhir tempat suci
peribadatan mereka. Kebetulan kami berada disana pada hari sabtu, hari ibadah
mereka. Tampak banyak orang Yahudi berpakaian warna hitam, jas panjang dengan
topi tingginya yang khas, berada disana sedang memanjatkan doa.
Melalui gang-gang kecil sampailah kami di kompleks Al Aqsho. Didalam kompleks
itu terdapat 2 masjid. Masjid al-Aqsho, yang berkubah biru ke abu-abuan, pada
awalnya adalah rumah ibadah kecil yang didirikan oleh Khalifah Umar bin
Khattab, ketika beliau tiba di Yerusalem, kemudian diperbaiki dan dibangun
kembali oleh Khalifah Umayyah Abdul Malik dan diselesaikan oleh putranya
Khalifah Walid bin Abdul Malik pada tahun 705 Masehi.
Sedangkan Masjid yang
berkubah emas, terletak tidak jauh dari Masjid Al Aqsho, memiliki riwayatnya sendiri. Ketika Khalifah Umar Bin Khattab berhasil membebaskan Yerusalem dari
Persia, dengan bantuan seorang Persia bernama Patriach Sophronius, beliau
akhirnya menemukan “Sakhrakh” bukit batu sebagaimana yang diceritakan
Rasulullah Muhammad Saw, tempat dimana beliau mi’raj ke Sidratul Muntaha.
Khalifah yang meneruskan Umar Ibn Khattab adalah Khalifah Abdul Malik Ibn
Marwan, memuliakan “Sakhrakh” tersebut dengan membangun Masjid diatasnya, dan
itulah Masjid Kubah Emas – The Dome of the Rock.
Perjalanan hari itu dilanjutkan ke Betlehem atau dalam bahasa Arab Baitul
Lahem. Di kota inilah Nabi Isa As dilahirkan. Sekarang lokasi kelahiran beliau
itu berada di lantai bawah sebuah Gereja Ortodox, yaitu di sebuah gua yang
dipercaya sebagai tempat lahir beliau. Di Gereja itu turis boleh masuk
mengambil foto-foto.
Saat kami mengunjungi Betlehem, kota itu baru 6 hari
diserahkan oleh Israel ke Palestina, sehingga merupakan Natal pertama dibawah
pemerintahan Palestina. Selain Betlehem, kota-kota lain yang telah menjadi
bagian dari wilayah Palestina adalah Yerusalem Timur, Ramallah, Gaza City dan
Jericho.
Pada umumnya makanan Yordania dan Israel tidak cocok dengan lidah Indonesia.
Untung untuk makan pagi di hotel, kami masih dapat menikmatinya. Ketika diajak
makan di Restoran China – halal, langsung saja para peserta bersemangat dan
lahap menikmatinya. Setelah selesai makan siang, rombongan menuju Jaffa dan Tel
Aviv, yang jaraknya sekitar 60 km dari Yerusalem. Dua kota itu berada di
pinggir Laut Mediterania. Peserta tidak begitu antusias dengan pantai, karena
ternyata jauh lebih indah pantai-pantai di tanah air. Bukan apa-apanya jika
dibandingkan dengan Bali misalnya......
Keesokan harinya, kami harus kembali ke Yordania. Pagi hari meninggalkan kota
Yerusalem menuju Jericho sekedar melihat-lihat toko suvenir, dan selanjutnya
melewati Perbatasan sebagaimana ketika berangkat. Ketika memasuki wilayah
Yordania menuju kota Amman, kami beristirahat makan siang di sebuah restoran di
pinggir Laut Mati. Laut Mati atau Dead Sea, adalah tempat terendah di permukaan
bumi, terletak 300 meter dari permukaan laut. Disini kadar garamnya sangat
tinggi sehingga orang tidak akan tenggelam disana, melainkan terapung walaupun
tanpa pelampung. Saya sempat mencicipi rasa airnya, sangat asin hingga terasa
pahit.
Tempat ini sangat bersejarah, sebagai pengingat bagi manusia bahwa Allah sangat
murka terhadap perbuatan kaum Nabi Luth yang “homo” dan “sodomi” sehingga kota
Sodom dihancurkan dengan hujan batu. Kisah ini diceritakan dalam QS Al A’raf ayat
80 sampai 84 dan QS Al Qomar ayat 33 sampai 39. Menurut riwayat, dahulu di
negeri Sodom tinggal Nabi Luth bersama kaumnya. Nabi Luth diperintahkan Allah
meninggalkan negerinya setelah tidak berhasil mengingatkan kaumnya untuk
beriman dan taat kepada Allah. Perintah Allah untuk meninggalkan negerinya itu
dibawa oleh dua Malaikat yang menyamar sebagai pemuda tampan, yang bahkan
diinginkan oleh kaum Nabi Luth.
Jika memperhatikan riwayat ini,
menjadi tanda tanya besar, mengapa perbuatan homo dan sodomi tersebut masih
juga dilakukan manusia hingga hari ini? Bahkan di negeri kita, perbuatan itu
semakin merajelela. mereka memperlihatkan kecenderungan untuk merusak generasi
muda Indonesia. Padahal Allah telah menurunkan penyakit AIDS yang mematikan dan
belum diketemukan obatnya.
Kami juga mengunjungi Makam Nabi Syuaib, yang berada di sebuah Masjid kecil
dipuncak sebuah gunung yang sepi. Gundukan makam beliau sangat panjang, ditutup
dengan kain hijau. Allah menurunkan azab berupa gempa bumi yang dahsyat,
membinasakan kaum Madyan umat Nabi Syuaib, karena mereka telah ingkar,
sebagaimana dikisahkan dalam QS Al A’raaf ayat 85 sampai 93.
Hari itu selesailah sudah perjalanan kami ziarah mengunjungi tempat-tempat
bersejarah yang disebutkan didalam Kitab Suci Al Qur an. Kami langsung
mengambil koper dan air Zam-zam yang dititipkan di hotel kami yang pertama di
kota Amman. Rombongan menuju Restoran Kan Zaman untuk bersantap malam dalam
suasana Pergantian Tahun pada 31 Desember 1995. Makan malam dengan hidangan
berbagai masakan. Aku memperhatikan, ada daging berwarna putih yang potongannya
besar-besar, berkuah kuning. Sepertinya kalau makan sepotong saja sudah penuh
perutku.
Rupanya itu hidangan daging unta....... terbayang mulut unta yang
kadang berliur dan dikerubuti lalat, hilang seleraku ......
Inilah Malam Tahun Baru yang paling berkesan bagiku, setelah selama 11 hari
penuh berada dalam gelombang energi yang mendekati pusat kehidupan, bagaikan
lingkaran yang semakin mengecil menuju suatu titik, Allah Yang Maha Suci.....
Selama 8 hari melaksanakan ibadah Umroh dan 3 hari berziarah, terasa kekhusukan
memenuhi rongga kalbu. Semoga kedua anakku pun memperoleh keberkahan atas apa
yang telah mereka lihat dan rasakan dalam perjalanan ini. Dan semoga suatu
ketika kelak mereka dapat kembali mengunjungi tempat-tempat ini lagi.
Inshaallah...........
Para peserta saling meminta maaf atas kekhilafan selama bersama-sama dalam
perjalanan sekaligus mengucapkan Selamat Tahun Baru 1 Januari 1996 dan
selanjutnya kami ke Airport untuk kembali ke tanah air tercinta.
Wassalamu’alaikum ww.
Bagus ceritanya mohon doanya agar kami bisa melaksanakan umroh bersama seluruh keluarga..
BalasHapusSemoga cita2nya untuk umroh bersama keluarga Allah kabulkan .....aamiin....
HapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus