Jumat, 15 April 2022

WISATA SEMARANG, AMBARAWA, SOLO (II)

 



Kami berempat bersama Driver Pak Kimin turun dari Kota kecil Bandungan menuju arah jalan tol, kemudian masuk tol.  Inilah jalan tol dengan pemandangan indah, di kiri kanan jalan tampak pemandangan hijau segar. Kecepatan mobil sedang saja, kendaraan di tol juga tidak begitu banyak. Mobil keluar melaui pintu tol Boyolali. Setelah keluar dari tol, kami harus bersabar dengan lalu lintas yang padat.

Rasa lapar kami tahan dulu, karena Bu Rita penasaran banget dengan Ayam Goreng Mbah Karto Tembel  langganannya Pak Jokowi. Dari Boyolali mengikuti jalan utama Semarang – Solo, menuju Kartosuro, kemudian masuk ke kota Solo, terus ke Sukoharjo melalui Solo Baru. Sampailah ke tempat tujuan Warung Makan Mbah Karto Tembel. Jam makan siang belum lewat, meja kursi di dalam rumah maupun tikar lesehan di teras masih penuh pengunjung. Yah, nggak apa, nempel dulu di meja orang yang sudah mau selesai makan.

 

Beberapa kali Mbak Pramusaji lewat dekat tempat duduk kami sambil berteriak menyebut nama pemesan. Biasanya langsung ada yang menjawab. Kok belum menyebut nama Bu Rita ya? Aku mencoba ke bagian belakang, menanyakannya. Petugas yang menyediakan pesanan mengatakan bahwa agak terlambat karena banyak yang pesan selain dimakan disini  juga untuk dibawa pulang, jadi tamu yang menunggu malah keteteran. Akhirnya hidangan sampailah di meja kami. Nasi putih di piring dengan ayam goreng sesuai pesanan, dada, paha, kepala dan ati ampela. Dilengkapi dengan lalap sayuran dan 2 macam sambal. Yang satu sambal cabe pedas berwarna merah, satunya sambal blondo (dari ampas minyak kelapa) berwarna hitam. Memang ayam goreng kampung disini rasanya juara, menurutku  sangat enak dan memuaskan. Setelah makan, Mas Suami mau pesan kopi, sayang nggak menyediakan minuman itu.

Sebelum kami masuk ke hotel, kami ngopi dulu di Canting Londo, sebuah Resto dan Café yang masih termasuk baru di Solo. Aku mau menunjukkan ke Bu Rita, suasana Cafe di Solo.  Berbeda dengan Bandung - Lembang yang daya tariknya keindahan alam dan udara yang sejuk, di Solo lebih menonjolkan bangunan-bangunan kunonya. Kami menikmati kopi dibawah keteduhan pohon di sebuah bangunan kuno yang cantik. Meskipun meja kursi out door dibawah pohon besar, tapi di lantainya tidak banyak daun kering yang mengotorinya.  Ketika aku melihat ke atas, rupanya diatas terdapat paranet yang menghalangi jatuhnya daun kering.  Di sudut belakang tampak bekas dekorasi bunga-bunga dan pelaminan. Memang tempat ini kadang juga digunakan Wedding Party.



Bu Rita dan Bu Nur memesan minuman es kopi atau apa ya? Sedangkan aku mau Avocado Float. Mas Suami yang memang Tukang Ngopi, pesan Kopi Hitam. Setelah ngopi dan ngobrol beberapa saat, kami ke Hotel Paragon yang telah kami pesan sebelumnya untuk beristirahat. Rencananya nanti malam akan jalan ramai-ramai dengan Adik-adikku yang baru datang dari Jakarta menyusul ke Solo.



Memang kami berlima dengan Adik-adik, Dik Dib, Dik Pri dan Dik Astrid sudah berencana akan nyekar bersama sebelum bulan Ramadhan ini. Dan pastinya ingin menikmati kuliner Solo yang telah 2 tahun dirindukan. Baliknya ke Jakarta bisa bersama-sama semobil.  Sayang dik Gun nggak ikut serta. Dia baru saja pulang dari Acara Reuni dengan
Gengnya di Hotel Kusumo Sahid.

Aku dan Mas Suami berbagi tugas. Aku akan menemani Bu Rita dan Bu Nur selama 2 hari berada di Solo. Setelahnya, mereka berdua akan meneruskan wisatanya ke Yogyakata. Selama 2 hari tersebut Mas Suami bersama Adik-adik bikin acara sendiri, tetapi sarapan dan makan malam kita bertujuh bersama-sama.  Malam itu kami dijemput Adik-adik untuk menikmati kuliner Bubur Mbak Diah, yang berlokasi di sebelah utara Palang Kereta Api Jalan Urip Sumoharjo. Bubur hangat dengan sayur Gudeg dan Sambal Goreng Krecek Kacang Tolo, sedang lauknya bisa pilih Ayam Opor Dada, Paha, Kepala atau Ceker. Wah, bener-bener gurih dan pas di lidahku yang masih tradisional ini. Mbak Diah juga menjual Ketan Bubuk Kedele dengan kelapa dan gula merah. Ketannya sangat lembut, enak sekali. Karena ingin mencoba keduanya, aku pesan masing-masing separo, supaya muat di perut…….

Untuk diketahui teman-teman jika mau menikmati Kuliner Solo, yang enak-enak itu bukan yang berada di Restoran, tetapi yang model duduk lesehan di tikar Gaya Solo begini. Dan jangan kaget, setiap beberapa menit sekali terdengar gemuruh kereta api lewat dari Setasiun Jebres.

Bubur Mbak Diah biasanya buka jam 9 malam. Waktu kami datang mbak Diah baru beberes rapi-rapi. Tak lama kemudian, sudah banyak pengunjung berdatangan. Kami selalu menyempatkan diri mencicipi bubur dan ketannya jika sedang di Solo. Memang bener mak nyus….. tidak salah jika memamerkannya ke teman-teman dari Bandung.

Ketika dulu pertama kali kami jajan kesini, Mbak Diah baru saja berjualan meneruskan jualan ibunya yaitu Bu Kardi. Mbak Diah masih ayu kinyis-kinyis ….. eh sekarang sudah bahenol putranya sudah 2….. Itu artinya sudah sukses usahanya, dan sukses rumah tangganya….


Hari Keempat tanggal 28 Maret 2022.

Kota Solo di suatu pagi yang cerah. Kami meninggalkan hotel jam 8 pagi. Biasanya kami memang nggak breakfast di hotel jika berada di Solo. Kami bertujuh menuju ke Pasar Gede. Sampai di Pasar Gede, kami bertiga berpisah. Mas Suami dan Adik-adik yang akan ke rumah Mbak Darwanti. Mereka membeli camilan yang cocok buat teman ngopi  di rumah Mbak Dar. 

Bu Rita sudah jauh-jauh hari berpesan, kepengin  belanja oleh-oleh ke Pasar Gede Harjonagoro. Selain oleh-oleh juga mau memborong makanan dan lauk kering untuk berbuka dan sahur di bulan Ramadhan sebentar lagi. Aku juga kangen dengan Cabuk Rambak, jajanan masa kecilku. Dan tidak ketinggalan mencicipi Es Dawet (cendol) dengan isi bubur sum-sum, tape ketan, nangka dan selasih. Kami menikmati es dawet sambil berdiri atau duduk di dingklik nya. Tak perlu waktu lama, belanjaan sudah terkumpul banyak.

Selanjutnya kami menuju BTC (Beteng Trade Center) yang tidak jauh dari Pasar Gede dengan naik becak. Bu Rita dan Bu Nur di satu becak pertama, aku dengan barang belanjaan di becak kedua.  Menurutku BTC lebih enak buat berbelanja atau cuci mata saja  dari pada Pasar Klewer yang los-losnya sangat sempit. BTC baru buka jam 10. Berarti masih setengah jam lagi. Kami nongkrong dulu di Warung yang berada di seberang BTC sambil beli minuman. Ngobrol-ngobrol dengan Mbak Penjual, sambil bertanya, apakah boleh nitip barang belanjaan supaya ketika jalan-jalan nanti tidak repot. Mbak Penjual minuman tidak berkeberatan. Jadilah kami lenggang kangkung cuci mata di BTC. Kami tidak sempat berkeliling, karena ternyata hanya di satu Toko saja Bu Rita dan Bu Nur sudah selesai mborong berbagai macam batik.

Kita lanjut naik becak untuk menuju ke Sate Bu Haji Bejo, walau belum masuk jam makan siang. Lokasinya di Sangkrah, tidak jauh dari BTC.  Sate Bu Haji Bejo terkenal sejak anak-anakku masih kecil. Ketika itu namanya masih Sate Pak Bejo, warungnya kecil nempel disebuah toko di Jl. Pasar Kliwon.  Setelah Pak Bejo meninggal, dilanjutkan oleh Bu Bejo dan keluarganya. Warungnya berkembang hingga menempati sebuah Ruko. Hidangan yang paling aku sukai adalah Tengkleng dan Sate Buntel. Keduanya merupakan kuliner khas Solo yang sudah terkenal. Bu Rita pesan Sate campur Ati dan minuman Es Gula Asem yang rasanya asam manis. Minuman ini jarang ada di luar kota Solo. Tamu-tamu Bandung nampak puas menikmati kuliner ini.

Kami kembali ke hotel dengan naik taksi untuk menyimpan barang belanjaan sambil Shalat Dhuhur. Kemudian kembali keluar hotel memanfaatkan waktu yang tinggal setengah hari. Tujuan kami adalah  De Tjolomadu, bekas Pabrik Gula yang sekarang menjadi tempat wisata. Sayang sekali De Tjolomadu hari itu ditutup, sedang mempersiapkan diri  untuk menerima Delegasi Presidensi G20 yang mengunjungi Solo.

Tujuan selanjutnya adalah ke Museum Batik Danar Hadi yang berlokasi di Jalan Slamet Riyadi. Museum berada di belakang Tokonya yang luas sekali. Harga tiket masuknya Rp 35.000 untuk umum dan Rp. 15.000 untuk Mahasiswa - Pelajar. Hari itu ada beberapa Pelajar berseragam yang juga mengunjungi Museum. Untuk kami disediakan Guide yang akan menemani menjelajahi Museum dan menjelaskan secara singkat apa isi museum tersebut. Museum Batik Danar Hadi diprakarsai oleh Bapak Santoso Dullah, suami dari Ibu Danarsih yaitu Pemilik Perusahaan Batik Danar Hadi. Foto beliau berdua menghiasi Museum tersebut. Bapak Santoso Dullah sudah wafat, sedang Ibu Danarsih masih sehat walau sekarang sudah sepuh.

Guide menjelaskan sejarah batik dan hubungannya dengan kehidupan masyarakat Jawa.  Melalui helai-helai batik dengan corak dan warna yang sangat indah dan halus ini menggambarkan kehalusan budaya Jawa.  Di museum ini terdapat 1.000 lembar batik, dari batik kuno yang telah berumur ratusan tahun hingga batik kontemporer dengan corak yang unik. Kain-kain batik yang dipamerkan itu hanya boleh dipandang, tidak boleh dipegang, mengingat usianya. Dijelaskan pula motif-motif Batik Kraton yang hanya boleh digunakan oleh para Bangsawan, Batik Pesisir yang berwarna lebih terang, Batik China, Batik Belanda hingga Batik Peranakan. Kami juga dipersilahkan untuk mencoba membatik kain.  


Dulu ketika masih SMP - SMA, aku sudah biasa membatik kain mori karena dulu Ibu mempunyai usaha batik kecil-kecilan dengan beberapa orang Pembatik. Aku baru bisa membatik nerusi, yaitu membatik kain yang bagian depannya sudah dibatik. Jadi membatik bagian sebaliknya, mengikuti motif batikan yang sudah ada. Jika sudah mahir, baru boleh membatik ngengreng, yaitu membatik pertama kali langsung dari mori putih di bagian depan.

Setelah mengunjungi Museum Danar Hadi, kami mencoba melihat ke Musium Batik Keris. Sayang hari ini Museum tutup. Hari masih belum sore. Sebelum kembali ke hotel, lebih baik cuci mata dan ngopi dulu di Mal Paragon yang berada persis di sebelah hotel Paragon. 

Acara malam harinya, kami bertujuh melihat suasana malam di Wedangan Gareng. Wedangan adalah semacam Warung Makan khas Solo yang menjual berbagai minuman baik hangat maupun dingin. Minuman hangat seperti Wedang Jahe, Wedang Uwuh, Wedang Ronde, Wedang Dongo, Wedang Tape, Kopi atau Teh. Berbagai minuman  wedang itu sejak lama sudah ada. Dengan merebaknya Pandemi Covid 19, minuman yang berisi rempah-rempah itu sekarang menjadi terkenal.


Minuman dingin antara lain Es Tape, Es Jeruk dan sebagainya. Sambil ngobrol kami memesan Wedang Uwuh dan makanan camilan, seperti kacang, tempe tahu bacem, mi goreng, bihun goreng dan sebagainya. Wedang Uwuh disajikan digelas besar, yang penuh dengan irisan rempah seperti sereh, jahe, dan entah daun-daunan apa lagi. Dari segelas besar itu, air yang bisa diminum kira-kira hanya setengahnya. Sisanya menjadi uwuh, dalam bahasa Indonesianya adalah sampah.

Bungkusan daun pisang kecil-kecil itu apa ya? Inilah yang disebut sega kucing atau nasi kucing. Aneka nasi dan lauknya, ada nasi oseng-oseng, nasi bandeng, nasi ikan dan sebagainya. Jika kita memesan makanan camilan atau nasi kucing itu, maka lebih dahulu akan mereka panaskan yaitu dengan dibakar sebentar sebelum dihidangkan. Harga makanan dan minuman di Wedangan pada umumnya sih murah meriah.

Sebenarnya banyak Wedangan di Solo yang terkenal, tapi baru kali ini aku ke Wedangan Gareng. Tempat duduknya berupa meja kursi dari kayu atau dingklik panjang kayu yang sudah lawas atau tua. Wedangan baru ramai dI malam hari seperti sekarang ini. Bagi yang belum pernah ke Solo, perlu dicoba…… seru …..

Kami hanya duduk menikmati wedang dan camilan saja, belum makan malam. Setelah selesai menghabiskan minuman, kami lanjut menuju ke Lesehan mbak Giyem yang sederhana di daerah Solo Baru untuk makan malam. Mbak Giyem menyediakan berbagai hidangan masakan Jawa. Yang enak di mbak Giyem adalah Nasi Liwet dengan sayur labu siam, suwiran ayam, telur dan areh. Jika ingin menambah lauk, bisa pilih : tahu, ayam opor (dada, paha, kepala). Masakan Jawa lainnya yang tersedia seperti Oseng-oseng Kikil, Tumpang, Oseng-oseng Rambak Koyor, Pecel, Urap dan lain-lainnya. Aku pesan Nasi Tumpang, Mas Suami Nasi Liwet tambah Oseng-oseng Kikil, Adik-adik ada yang Nasi Liwet, ada yang lainnya. Bu Rita dan Bu Nur pesen apa ya, aku lupa…..

Lesehan ini dari dulu sudah sering kami kunjungi. Sudah lama nggak kesini, jadi pangling karena dulu mbak Giyem masih muda, sekarang aku lihat mbak Giyem sudah semakin tua. He he he.... akupun juga sudah eyang-eyang  …...... 



Hari Kelima tanggal 29 Maret 2022.

Sebelum teman-teman melanjutkan perjalanannya ke Yogya, hari ini kami sarapan bersama mencicipi kuliner soto di Rumah Makan Soto Kirana, Jalan Moh. Yamin nomor 68. Soto Solo khasnya adalah kuah bening, dan dinikmati bersama karak gendar, tempe goreng atau paru goreng. Selain hidangan soto daging dan soto ayam, juga tersedia masakan lainnya. Aku pesan nasi Soto daging, Mas Suami nasi Oseng-oseng kikil. Bu Rita dan Bu Nur pesen soto juga. Rasanya pas di lidah dan harganya tidak menguras kantong ....

Sampai disini kulineran kami bersama teman-teman dari Bandung. Kami masih dua hari berada di Solo, melaksanakan tujuan semula yaitu mengunjungi Mbak Darwanti dan Mas Warno, serta Nyekar Bapak Ibuku dan Bapak Ibu Mertua, di Pemakaman Keluarga Desa Plumbon, Kecamatan Bekonang, Kabupaten Sukoharjo.

Perjalanan yang menyenangkan. Semoga mendapat RidhoNya….. aamiin….

Wassalamualaikum ww. 



 

 

 

1 komentar:

  1. Keren keren keren sekali ulasannya plus alamat kuliner tertera juga dtulisan ini..wajib kalau ke solo nyobain..Maknyus sekali

    BalasHapus