Assalamualaikum ww.
Hari pertama, Kamis
tanggal 23 Januari 2020.
Alhamdulillah kami berdelapan telah berkumpul di pintu peron Stasiun Gambir sebagaimana yang telah direncanakan. Bp ibu Novian, Bp ibu Ari Warianto, Bp ibu Thamrin Sihite dan saya berdua mas Suami. Karena waktu keberangkatan masih beberapa lama, yang belum sempat sarapan dirumah, sarapan soto di Stasiun. Ada yang memilih ke Soto Sulung dan ada yang ke Soto Kriuk. Stasiun Gambir sudah berubah menjadi modern sejak kepemimpinan pak Jonan. Warga khususnya para lansia, mulai mencintai kereta api. Selain stasiunnya sudah bagus, pelayanannya baik dan perjalanan keretanya on time. Kami memilih Kereta Pangandaran Eksekutif yang berangkat jam 7.50 dan jadwal kedatangannya nanti jam 11.30. Tujuan wisata kota Garut ini kami pilih karena lokasi yang tidak jauh yang bisa ditempuh dengan kereta api.
Tepat pada
waktunya kami telah tiba di Stasiun Bandung. Mobil Toyota Hi Ace yang akan menemani kami selama di Garit telah menunggu. Drivernya mas Midan. Menuju kota
Garut kami mampir ke Resto Pak Asep Stroberi di Jalan Raya
Kadungora Leles untuk makan siang sekaligus Sholat Dhuhur berjamaah.
Resto ini memiliki beberapa cabang. Yang disini mungkin yang paling besar. Dari
pinggir jalan bangunannya tampak sederhana, tapi setelah masuk ke dalam ternyata selain banyak tempat
duduk kursi-kursi dan meja makan, ada danaunya dengan beberapa saung
besar. Dari depan ke Saung kami melewati sebuah jembatan. Kemudian di lahan belakang
terdapat bangunan berwarna merah yang dibuat seperti buah stroberi.
Disampingnya terdapat pohon Jeruk Bali dengan buahnya yang besar-besar
menggemaskan.
Kami memilih duduk
santai di Saung pinggir danau sambil melepas lelah. Bu Nenden Ari selaku host
telah memesankan makan siang kami dengan menu yang istimewa. Nasi liwet yang
ditempatkan di kendil, dengan lauk hidangan ikan gurame goreng menari dan gurame
bakar bumbu kecap, ayam kampung goreng, tempe mendoan, tahu goreng, karedok serta sambal lalapan. Wah, sangat enak. Sangking nikmatnya, makan tambah sampai rasanya sulit berdiri.....
Syukur ya
Allah, Engkau karuniai kami rizki berlimpah, nikmat sehat hingga bisa merasakan
lezatnya makanan ini....
Setelah menunaikan Sholat berjamaah, kami meninggalkan Resto ini menuju Candi
Cangkuang. Lokasinya berada di Desa Cangkuang Kecamatan Leles Kabupaten
Garut, sekitar 16 km dari kota Garut. Rupanya Candi ini terletak disebuah pulau
yang berada ditengah Situ atau danau. Untuk mengunjunginya, setelah membeli
tiket masuk, kami menyeberangi Situ dengan naik perahu rakit yang terbuat dari
bambu. Kalau di Bengawan Solo, rakit seperti ini disebut getek.
Dari tempat penambatan rakit, kami berjalan mengelilingi pulau dan melalui komplek perkampungan, kemudian mendaki bukit kecil dimana Candi Cangkuang berada. Oleh seorang Petugas, pertama-tama kami
dipersilahkan masuk ke sebuah bangunan yang ternyata adalah Musium Situs
Cangkuang. Disini Petugas menjelaskan mengenai sejarah Candi Cangkuang dan Makam
Embah Dalem Arief Muhammad, seorang Penyebar Agama Islam. Berdasarkan sejarah, Candi Cangkuang merupakan satu-satunya Candi Hindu
di daerah Priangan. Candi ini dipugar oleh Pemerintah pada tahun 1974-1976, di
lokasi tepat ditempat reruntuhan candi diketemukan. Foto-foto yang
berhubungan dengan pemugaran candi disimpan di Musium Situs Cangkuang. Pada
saat pemugaran candi, hanya 4 buah batu candi yang asli, selebihnya adalah batu
candi yang baru. Didalam Candi terdapat sebuah Patung Dewa Syiwa, yang
berasal dari abad ke 8 Masehi.
Didekat Candi Cangkuang terdapat makam Embah Dalem Arief Muhammad. Beliau adalah Panglima Perang tentara Mataram yang diutus oleh Sultan Agung untuk mengusir VOC, tetapi mengalami kekalahan. Tidak kembali ke Mataram, beliau menjadi Penyebar agama Islam di daerah Priangan Timur.
Di Musium Situs Cangkuang ini, selain terdapat foto-foto yang berhubungan dengan pemugaran Candi Cangkuang, juga terdapat naskah-naskah kuno mengenai ajaran Islam berhuruf Arab, peninggalan Embah Dalem Arief Muhammad. Naskah-naskah itu sudah hampir rusak karena usia.P
Setelah memperoleh
penjelasan dari Petugas Musium, kami melihat ke lokasi candi dan makam. Dibandingkan
dengan Candi-candi di Jawa Tengah, Candi Cangkuang ini bangunannya mungil. Karena
bukan hari week end, suasana tempat wisata ini sepi. Warung-warung tutup.
Untung masih ada penjual kelapa muda yang masih berjualan. Lumayan
menghilangkan haus dahaga setelah berjalan menaiki bukit tempat Candi berada. Perkampungan pulau ini disebut Kampung Pulo. Menuju kembali ke Rakit, kami
melalui komplek Rumah Adat Kampung Pulo. Ada 6 bangunan Rumah Adat dan 1
Mushola. Petugas Musium tadi menceritakan bahwa Embah Dalem Arief Muhamad memiliki 6
orang anak perempuan dan 1 orang anak laki-laki. 6 Rumah untuk 6 anak perempuan
dan Mushola untuk anak laki-laki. Dan hingga sekarang di Kampung Pulo ini hanya
ada 6 rumah itu saja. Ada larangan untuk membangun rumah disini. Dengan demikian,
jika ada yang sudah menikah, harus keluar dari Kampung Pulo. Banyak larangan-larangan
lainnya seperti yang terpampang di Papan Pengumuman besar disini, yang hingga
sekarang tetap dipatuhi.
Meninggalkan Candi Cangkuang,
mobil menuju ke arah hotel tempat kita akan menginap, sekalian melihat Toko
Batik. Sayang mencari alamatnya nggak ketemu atau mungkin sudah tutup karena sudah
lebih dari jam 5 sore.
Akhirnya sekitar jam 17.30 kami tiba di hotel Villa Cahaya. Hotelnya masih lumayan baru dan bersih. Tersedia wellcome drink berupa jus atau minuman sirsak. Kami mendapat kamar di lantai yang sama, di lantai 2. Masih ada waktu istirahat sebelum kita makan malam jam 19.00 nanti. Beberes buka koper dulu sebelum mandi dan istirahat.
Kemana kita makan malam hari ini? Rupanya ibu Nenden Ari sudah memesan hidangan hangat-hangat di Rumah Makan Sate Pak Nur di kota Garut, tidak jauh dari hotel. Banyak pilihan menu dan makanannya baru dimasak setelah dipesan, sehingga fresh. Mas suami pesan Sate Kambing, sama dengan yang dipesan bu Novian. Ada yang pesan Sate Sapi dan Soto Ayam Kampung. Saya terbiasa makan malam tanpa nasi, jadi memilih Sup Ikan Gurame yang panas.
Sambil menunggu pesanan dimasak dan dihidangkan, saya menanyakan kondisi ibunda pak Thamrin yang beberapa waktu lalu dirawat di rumah sakit. Cerita dari Bp ibu Thamrin, ibundanya sudah sembuh dan kondisinya sehat. Beliau sangat bahagia dikelilingi putra-putri beserta cucu-cucunya, yang setiap hari minggu berkumpul bersama untuk memanjakannya. Beliau selalu menunggu datangnya hari bahagia itu dan sangat menikmatinya. Itulah resep yang menjadikan seseorang panjang umur. Pasti semua orang dimasa tua mendambakan hal seperti itu. Beliau telah Allah pilih untuk diberi kesempatan yang membahagiakan. Akankah aku berkesempatan menikmati masa-masa seperti beliau? Insha allah, semoga kita semua menikmatinya………....
Hujan deras mengiringi makan malam kami. Ternyata nggak lama mereka menyiapkan masakannya, segera terhidang pesanan kami. Sate sapi dan sate kambingnya empuk. Sup gurame pilihanku rasanya mantap. Dinikmati selagi panas ditambah sambal, wah bener mak nyusss........ Alhamdulillah.........
Tiba di Villa Cahaya ibu-ibu ingin memastikan lokasi tempat berendam air panas. Kolam renang berada di sebelah depan kanan dari gedung hotel. Terdapat beberapa kamar disekitar kolam renang, dimana air panasnya berada langsung didepan pintu. Karena sudah seharian kami berjalan-jalan dan beraktifitas, sedangkan kita ini sudah lansia, maka alangkah enaknya bila segera ketemu bantal.......
Hari Kedua, Jum at 24
Januari 2020.
Pagi-pagi aku langsung ke kolam renang, mau melihat teman-teman yang sedang berendam di air panas. Karena nggak bawa pakaian untuk berendam (setidaknya baju kaos), jadilah hanya kaki yang masuk ke air panas sambil foto-foto. Pak Novian minta difoto untuk dikirim ke cucu beliau. Nah, action berdua …….. klik......
Garut merupakan kota wisata berhawa sejuk yang memiliki air panas berlimpah. Disekitar hotel kita Villa Cahaya, banyak hotel yang juga memiliki kolam air panas. Nama-nama hotel seperti Sabda Alam, Sumber Alam, Tirta Gangga sudah tak asing lagi. Seingatku sudah 4 kali ini aku ke tempat berendam air panas di Garut. Yang terakhir sebelum sekarang ini, air panasnya dialirkan langsung ke kolam kecil dalam kamar mandi. Berbeda dengan di Ciater, air panas di Garut ini sama sekali tidak berbau belerang. Sama dengan di Guci. Sungguh merupakan kekayaan alam Indonesia yang harus disyukuri dan dilestarikan.
Mas Suami yang pernah dioperasi gendang telinganya, menghindari berendam di air. Aku sendiri sebenarnya ingin belajar berenang, karena banyak teman yang terkena sakit syaraf kejepit disarankan dokter untuk berenang. Dan ternyata memang benar sembuh.
Hari ini kami sepakat mengenakan baju kaos seragam cantik warna peach yang dibelikan bu Novian. Sebenarnya bagus, tapi barangkali ada yang kurang sreg dengan baju seragam, kesannya seperti anak TK yang kalau terpisah mudah dicarai.
Setelah breakfast di lantai 3 hotel, tepat jam 9 pagi kami meninggalkan Villa Cahaya. Saat sedang di perjalanan, belum jauh dari hotel, aku melihat ada 2 tempat mangkal penjual durian. Alangkah asyiknya jika nanti sempat mencicipi durian Garut. Memang sekarang sedang panen raya durian. Bahkan durian di tempat-tempat penghasil buah ini seperti Sumatera dan Kalimantan harganya turun, hanya sekitar 30 ribu rupiah per buah. Mikirin durian, aku jadi ingat wisata kami ke Medan dan Samosir bulan Oktober yang lalu. Selama 4 hari disana, 3 kali kami menyantap durian. Di kota Medan, di Dairi dan di Pematang Siantar. Wah, memang t e r l a l u .......
Tujuan wisata hari ini adalah Kamojang. Perjalanan ke Kamojang yang jaraknya sekitar 32 km memerlukan waktu 1,5 jam. Bu Ari mengajak mengunjungi Kamojang Village, sebuah lokasi indah yang dilengkapi dengan spot-spot foto kekinian.
Baru tiba dan turun dari mobil, gerimis kecil menyambut kedatangan kami. Tempat ini masih sepi. Memasuki sebuah halaman terbuka, terhampar pemandangan pegunungan hijau nan cantik. Gerimis reda. Sang Surya yang semula malu-malu mulai memperlihatkan senyumnya dibalik awan putih.........Nah, pagi yang indah........ Langsung kami menyempatkan diri berkumpul untuk foto bersama......
Bagus ya fotonya,
keren, semuanya releks, senyum manis,…….... lupa dengan segala masalah hidup........
Ketika melihat ada
becak tersedia buat foto action, ternyata kami semua mau mencobanya, nggak mau kalah
dengan anak-anak milenial nih……... kapan lagi ya .........
Pengambilan foto action ini dilakukan oleh seorang Fotographer sekaligus Pengarah Gaya yang sudah berpengalaman. Setelah selesai, kami diminta memilih diantara foto-foto yang sudah diambil, foto mana yang kita inginkan. Tidak dicetak, melainkan ditransfer ke Hp nya bu Nenden Ari.
Setelah puas foto-foto, lalu kami ngopi di Cafe Lesehan. Ada kopi, bandrek dan bajigur, harganya murah meriah. Pagi-pagi begini, kami pengunjung pertama. Penglarisan buat Mang Penjual. Hari ini bukan week end, kehadiran kami tentu lumayan buat pemasukan mereka.
Obyek wisata selanjutnya yang kami kunjungi adalah Kawah Kamojang. Lokasinya berada di puncak Gunung Kamojang. Didalam perut Gunung ini tersimpan harta karun berupa energi panas bumi, energi yang bersih, ramah lingkungan dan renewable. Sekarang, telah dikelola dan dimanfaatkan oleh PT. PLN melalui Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang. PLTP Kamojang merupakan yang tertua di Indonesia, karena kini sudah banyak dieksplorasi energi panas bumi di tempat-tempat lain di negeri kita.
Tiba di lokasi kawah Kamojang masih sepi sekali. Hanya kami wisatawan yang mengunjungi kawah. Disini terdapat banyak kawah aktif dengan kepulan asap putih diatasnya, kalau tidak salah telah disebutkan di papan pengumuman, jumlahnya ada 25 kawah. Salah satu kawah yang sangat keras bunyinya, mendesis seperti kereta api, namanya kawah Kereta Api. Di sekitarnya terdapat beberapa kawah lagi, semuanya mengepulkan asap. Kawah ini merupakan bekas pengeboran dimana masih keluar uap yang memang harus dibuang.
Turun dari Kamojang, kami mampir ke Taman Mawar. Sayang bunganya tidak banyak. Barangkali sedang dirapikan kembali, di saat musim hujan ini. Malahan ada satu pohon yang unik, yang menarik perhatianku. Pohon dengan buah bergelantungan seperti mangga golek tapi tangkainya panjang dan buah itu berwarna kecoklatan. Pohon seperti ini seingatku juga ada di Taman Bunga Nusantara dan ada juga di Jatim Park Malang. Apa ya namanya?
Kami menuju Kampung Sampireun untuk makan siang dan sholat. Tiba disana hujan turun. Karena tidak berhasil menghubungi restoran untuk memesan makanan sebelumnya jadilah kami menunggu lumayan lama. Rupanya Sampireun yang dulu sangat terkenal itu, sekarang sudah meredup. Restoran tampak tak terawat. Apalagi pohon bambu disekitar restoran yang sudah besar-besar membuat sampah daunnya beterbangan dan berceceran, kesannya kotor. Mungkinkah sudah bukan pemilik yang dulu atau sudah regenerasi? Begitulah bisnis, ada pasang surutnya.
Paket nasi dengan bermacam-macam lauk di tampah, seperti ayam, ikan, tahu tempe, lalapan dan tak ketinggalan karedok. Bapak-bapak sebelumnya sudah pesan kopi dulu sambil menunggu hidangan disajikan.
Hujan semakin deras. Kami hendak meninggalkan restoran. Sayangnya Petugas Restoran tidak aware kepada pengunjung, tidak menyediakan payung, padahal jarak antara Restoran dengan Loby merupakan area terbuka yang akan kehujanan jika tidak pakai payung. Akhirnya diberi pinjam 1 payung setelah meminta-minta. Kami baru bisa meninggalkan Sampireun setelah mas Midan membawakan payung dari mobil. Sampai hotel Villa Cahaya hari sudah senja. Segera kami beberes, mandi dan istirahat sebentar untuk kemudian bersiap ke acara makan malam.
Grup kami ini terdiri dari para Penyanyi. Ada diantaranya yang belum bisa menyanyi (aku nih....). Tak apa, sekarang menjadi penggembira dulu. Khusus untuk malam ini, bu
Nenden Ari sudah booking Pemusik Organ dan Penyanyi selama 2 jam untuk
mendampingi kita.
Tiba di Restoran Pujasega Bale Tingtrim, sudah dipersiapkan satu ruangan khusus untuk kami. Dua meja besar untuk makan dan didepan kami sudah siap Pemusik dengan Organnya serta penyanyinya. Namanya mbak Linda yang suaranya bagus. Hidangan dengan menu ikan gurame, ayam pandan, cap jay,.dan colenak langsung ditata di meja.
Tiba di Restoran Pujasega Bale Tingtrim, sudah dipersiapkan satu ruangan khusus untuk kami. Dua meja besar untuk makan dan didepan kami sudah siap Pemusik dengan Organnya serta penyanyinya. Namanya mbak Linda yang suaranya bagus. Hidangan dengan menu ikan gurame, ayam pandan, cap jay,.dan colenak langsung ditata di meja.
Tak membuang waktu pak Novian mengawalinya
dengan menyanyikan lagu yang pernah hits di dunia perdangdutan. Tidak salah lagi, Lagu Termiskin Di Dunia yang ditenarkan oleh Hamdan Att, enak dinikmati dan diiringi dengan joget. Pak Novian pun dengan luwesnya menari……. wouw, asyik…...
Setelah 3 lagu, kemudian disusul oleh pak Thamrin dengan lagu hitsnya Favorite's
Grup.
Mengalunlah suara
baritonnya.
Dimalam sunyi aku bermimpi ..........
Kau akan pergi tinggalkan diriku …..
disusul dengan lagu gembira Alusi Au, berduet dengan bu Ida Thamrin. Seru…… dan yang lain berjoget tortor ..........
Mas Suami tak ketinggalan berdangdut ria dengan lagu Selamat Malam nya Evie Tamala.
Disusul berduet dengan mbak Linda, membawakan Kharisma Cinta lagunya Brury dan Dewi Yull. Giliran pak Ari dengan lagunya Balada Pelaut dan lagu-lagu jaman now yang aku belum tahu apa judulnya.
Kini tiba giliran ibu-ibu. Bu ida Novian yang memang dari dulu adalah Penyanyi DW Migas, memenuhi permintaan mas Suami utk membawakan lagunya Ermy Kulit, Kasih.
Malam ini kasih teringat aku padamu ….
Seakan kau hadir
disisi menemaniku ….
disusul bu Ari dengan Boneka dari India. Kalau nggak salah lagu ini dulu dipopulerkan oleh Eliya Khadam. Siiip........ Suasana makin panas dengan lagu-lagu gembira Euis dan Sorban Palit. Terdengar suara siapa itu ya ... tarik maaaang …….
wah pasti bu Novian
nih....
“Wah, besuk-besuk lagi
pesannya 3 jam ya bu Ari” kata bapak-bapak yang sebenarnya masih ingin
menyanyi. Pas kebeneran pemusiknya bagus, pinter mengiringi dan mengikuti
penyanyinya, tetapi waktunya sudah habis.
Makan malam dan hiburan malam ini diakhiri dengan lagu Kemesraan.
Hari ketiga, Sabtu
tanggal 25 Januari 2020.
Hari ini adalah hari
terakhir kami berwisata di Garut. Pagi-pagi yang semula ibu-ibu berencana mau
berendam, nggak jadi. Pastinya kolam air panas penuh dengan tamu karena semalam
ketika kami pulang ke hotel melihat ada 1 bus rombongan cek in di hotel Villa
Cahaya.
Kami cek out dari
Cahaya Villa jam 9 pagi. Terlebih dahulu kami mau membeli oleh-oleh di Toko
Oleh-oleh yang letaknya disebelah Rumah Makan Pujasega Bale Tingtrim kemaren.
Dodol beraneka rasa dan berbagai camilan yang siap dimakan maupun yang
mentah, tersedia disini.
Tujuan selanjutnya ke Toko Batik Garutan. Lihat bermacam-macam motif batik, jadi bingung, semuanya cantik menarik. Kami ingin punya seragam batik untuk hem buat Bapak-bapak dan blus buat ibu-ibu berempat. Jika suatu ketika jalan-jalan lagi, bisa dikenakan bersamaan. Karena yang tersedia di toko untuk motif yang diinginkan hanya 1 potong, maka untuk bapak-bapak dipesankan dulu. Sedangkan yang untuk ibu-ibu sudah ada dan cukup untuk berempat. Semoga nanti jadinya bagus, tidak mengecewakan.
Setelah meninggalkan Toko Batik, rombongan menuju Pusat Barang-barang Kulit di Sukaregang. Rupanya Garut terkenal dengan kerajinan kulitnya. Mungkin karena Garut punya banyak Peternakan Domba yang terkenal itu sehingga menghasilkan kulit. Disini dijual Sandal, dompet, jaket, ikat pinggang dan lain-lain barang yang terbuat dari kulit. Untuk jaket, memang kwalitasnya masih dibawah jaket dari luar negeri. Pak Ari yang membawa jaket impor malahan dipinjam untuk dijadikan contoh.
Aku sempat keliling lihat-lihat dompet kulit yang bisa memuat isi lebih banyak dari yang adasekarang, biar kartu-kartu member diskon bisa masuk. Karena aku sering ngajak cucu jalan-jalan jadi punya kartu-kartu diskon. Ada kartu
Gramedia, Paper Clip, Matahari, Metro dan lain-lain. Dan pastinya KTP dan Kartu Debit/Kredit, Bpjs Askes dan Alianz juga harus masuk dompet. Tambah pengetahuan, bahwa jenis kulit yang seperti kulit jeruk itu kwalitasnya masih dibawah jenis kulit yang halus. Dan dapat juga akhirnya, dompet kulit yang halus dan licin berwarna coklat seharga 150 ribu rupiah.
Masih ditengah kota
Garut, bu Ari menunjukkan lokasi dimana dulu keluarga besarnya bertempat
tinggal, yang saat ini sudah menjadi pertokoan. Kendaraan langsung meninggalkan
kota Garut menuju Bandung. Jalanan lumayan ramai, karena di week end begini
banyak penghuni Bandung berwisata keluar kota. Sepanjang perjalanan, kadang
gerimis kadang hujan deras.
Untuk makan siang hari ini, kami akan menikmati pindang ikan mas yang rasanya lain dari pada yang lain, di Rumah Makan Ma Erot.... eh Ecot....(salah sebut, artinya berbeda jauh).
Hidangan Sundaan yang nikmat. Yang khas di Rumah makan Ma Ecot ini adalah pindang ikan mas nya yang mak nyus. Warna ikannya kehitaman karena bumbu kecap dan durinya yang lunak bisa dimakan. Selain pindang ikan mas, ada yang istimewa lagi yaitu ayam goreng kampung yang gurih. Ayamnya lebih dulu diungkep, kemudian digoreng sebentar. Dihidangkan dalam kondisi panas dengan sambal dadak berwarna merah. Sambalnya seperti yang ada di Rumah Makan Laksana Bandung. Buat cucu-cucu tersayang, bungkus ........
Ketika sudah selesai makan baru ingat, kok nggak ada tahu goreng ya?. Daerah sekitar Bandung tahunya selalu enak. Ketika pesanan tahu goreng dihidangkan, wah .... tahu goreng yang panas, empuk, enak dan gurih...
Rombongan meninggalkan Rumah Makan Ma Ecot menuju Stasiun Bandung masih diiringi hujan rintik-rintik. Bapak ibu Novian tidak bersama kami kembali ke jakarta, masih akan berada di Bandung dalam rangka acara keluarga disana. Kamipun berpisah di Stasiun Bandung. Terima kasih untuk kebersamaannya, selamat bersilaturahmi dengan keluarga ya pak….
Masih cukup banyak waktu sebelum keberangkatan kereta api, sehingga nggak terburu-buru. Sembahyang Jamak Dhuhur Ashar kami lakukan di musholla stasiun. Sambil menunggu kereta Parahyangan tiba, kami dihibur oleh musik yang dibawakan para difable. Salut buat PT. KAI yang telah memberi kesempatan kepada mereka melakukan aktifitas bermanfaat sesuai kemampuannya. Lagu-lagu manis dan suara merdu mereka menghilangkan kejenuhan menunggu kereta tiba.
Tepat jam 17.40 kereta Parahyangan masuk di Jalur 4, kamipun bergegas menuju kereta yang bersih dan sejuk, dibantu Porter yang membawakan koper-koper kami. Kereta berangkat jam 18.10.
Selamat tinggal Garut, selamat tinggal Bandung.... see you next time, Inshaallah……...
Kepada teman-teman
seperjalanan, mohon maaf lahir batin ya, jika ada hal-hal yang tidak berkenan.
Hatur Nuhun…..
Wassalamualaikum ww.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar