Minggu, 11 Juni 2017

Wisata ke Yogyakarta dan sekitarnya.


Assalamu'alaikum ww.

Hari pertama, Jum at 7 April 2017.

Hari ini akan menjadi hari kenangan bagi  kami, Keluarga Besar (tapi kecil) Kantor Notaris WENI DARMONO, SH. Menjelang pensiun dan penutupan kantor di akhir Desember 2017 nanti, kami telah merencanakan Wisata Perpisahan bersama Karyawan dan Keluarganya (isteri/suami dan anak-anak), yang seluruhnya berjumlah 14 orang, diantaranya ada 2 anak-anak. Pagi-pagi jam 5 kami berangkat dari rumah masing-masing menuju Bandara Halim Perdana Kusuma. Ternyata kami tidak menyadari bahwa dalam pemberitahuan perubahan dari Citilink yang kami terima, bukan hanya jam berangkat yang berubah, tetapi  juga perubahan Bandara dari Halim Perdanakusuma ke Bandara Soekarno Hatta di Cengkareng. Jadilah pagi-pagi yang seharusnya fresh, kami sudah berpacu dengan waktu.  Dengan penuh perjuangan karena khawatir ketinggalan, akhirnya semua peserta tiba di tempat dan segera cek in, siap take off.

Mendarat di Bandara Adisucipto Yogyakarta, kami dijemput Kendaraan dari Travel Wira Tour Jogya dengan 2 mobil Innova, Driver mobil kami namanya mas Nur, dan mobil satunya mas Edy akan menemani kami selama 4 hari kedepan.  Kendaraan langsung menuju Hotel kami di Jalan Sosrowijayan, dekat sekali dengan Malioboro, untuk menitipkan koper. Selanjutnya menuju arah Gunung Merapi untuk mengikuti Merapi Lava Tour.

Tour ini merupakan sesuatu yang baru, baru ada setelah meletusnya Gunung Merapi di tahun 2010.  Aku dan suami tidak ikut, karena dulu beberapa bulan setelah meletusnya Gunung Merapi, kami berdua sudah kesana, bahkan naik ojek untuk bisa sampai ke tempat Mbah Marijan, seorang Juru Kunci Gunung Merapi yang sangat setia,  tidak mau meninggalkan tugasnya hingga beliau tewas terkena awan panas. Saat kami kesana, daerah ini  benar-benar gersang, tak ada tumbuhan yang hidup, kalaupun ada meranggas hitam gosong. Sekarang kondisi sekitar Merapi telah pulih kembali. Saatnya bagi yang masih muda menikmati petualangan sambil belajar tentang alam yang mengasyikkan di sekitar Merapi. 




Diawali dari Base Camp di Kaliurang, satu kendaraan Jeep maksimum dapat dinaiki 4 orang. Satu orang duduk disamping sopir, dan dibelakang bisa 3 orang. Lama tour terpendek sekitar 1,5 jam, dan di sepanjang perjalanan tour berhenti di beberapa lokasi antara lain: Musium Sisa Harta, Batu Alien dan Bunker Kali Adem. Juga melihat Kali Gendol dari atas, dimana aliran lahar dingin melalui kali ini. Para operator Penyelenggara Lava Tour menggunakan Jeep Willys dengan ban lebar radial untuk  dapat menjelajahi medan yang berbatu-batu dan bergelombang bekas lava yang dimuntahkan oleh Merapi. Di Musium Sisa Harta, dapat dilihat sisa-sisa dari benda-benda yang meleleh  akibat awan panas Merapi. Bagaimana dengan manusia? Mereka diketemukan mengering ketika berlindung di Bunker Kali Adem. Area ini sangat dekat dengan Puncak Merapi. Pastilah Tour ini hanya bisa dilakukan ketika Merapi sedang tenang.

Setelah tour berakhir, salah seorang dari Petugas memajang  foto-foto yang sudah selesai dicetak. Peserta tinggal memilih foto yang diminati  dan membayar Rp. 10 ribu rupiah per lembar. Demikianlah, dengan biaya Rp. 350.000 per kendaraan, Tour ini cukup memuaskan, terbukti teman-teman menikmatinya.

Meninggalkan home base Lava Tour, kami menuju arah Candi Borobudur. Di perjalanan, ketika sampai Kota Muntilan kami mampir makan siang di sebuah tempat makan Warung Cinde Laras, yang merupakan tempat makan favorit suamiku. Disini masakan khas yang dihidangkan adalah masakan mangut ikan nila dan ikan  lele. Ada juga masakan yang  lain, seperti ayam goreng kampung. Setelah shalat dan makan siang kemudian menuju Candi Borobudur.


Kira-kira  10 tahun lalu, kami pernah mengunjungi Candi Borobudur bersama rombongan keluarga dengan bus dari Jakarta. Sekarang ini kondisi di sekitar Candi Borobudur sudah jauh lebih bagus. Taman-tamannya bersih dengan pohon-pohon rindang di setiap sudutnya. Keindahan taman-taman ini sangat diperhatikan, mengingat Borobudur adalah pusat kegiatan agama Buddha, yang selalu menjadi lokasi diselenggarakannya Upacara di hari Raya Waisak.  Saat tersebut, disini hadir tamu-tamu dari manca negara untuk mengikuti upacara besar. Kondisi Candi yang dibangun pada abad ke 8 di masa pemerintahan Raja Samaratungga dan kemudian dilanjutkan putrinya Pramudhawardhani ini, masih sangat cantik jika dibandingkan dengan Angkor Watt di Kamboja yang didirikan di abad yang sama. Ini disebabkan karena Candi Borobudur baru diketemukan kembali dan digali  di tahun 1814 pada masa penjajahan Inggris oleh Gubernur Jenderal Raffles, setelah beberapa abad tertimbun tanah. 

Arsitektur, patung-patung dan relief Candi menunjukkan keindahan estetika yang tinggi, sebagai bukti keagungan budaya Nusantara di masa lampau. Jika dilihat sepintas, semua arca Buddha di Candi Borobudur sama, tetapi ternyata terdapat 6 macam bentuk dan sikap duduk serta posisi tangannya. Yang demikian itu memiliki filosofi tersendiri menurut ajaran agama Buddha. Demikian pula relief yang ada pada dinding-dinding candi, dibuat dengan sangat teliti, indah dan anggun. Posisi tubuh berlekuk tiga pada leher, panggul dan kaki, seperti sedang menari. Hingga saat ini, Candi Borobudur diakui sebagai monumen masa lalu yang tetap mendapat perhatian dunia, dan Unesco di tahun 1991 telah menetapkannya sebagai Warisan Dunia.

Lokasi foto terbaik dengan background Candi berada di sebuah lapangan di sebelah kiri jalan masuk ke Candi. Kamipun berfoto bersama. Kenikmatan berjalan-jalan disekitar Candi sayang sekali, terganggu dengan Pedagang Asongan yang begitu gigih menjajakan dagangannya.

Kembali ke Jogya, setelah memperoleh kunci kamar, kami segera mandi dan keluar hotel lagi untuk menikmati Malioboro di malam hari. Apa yang membuat sepotong jalan ini begitu ramai dikunjungi Wisatawan ya? Malioboro sudah seperti Orchard Road di Singapura. Tidak ke Yogya jika belum ke Malioboro. Sekalipun hanya sekedar berjalan-jalan saja, tidak membeli apapun, cukuplah puas. Trotoarnya telah dibuat nyaman untuk pejalan kaki, dilengkapi dengan kursi-kursi panjang dan tempat duduk berbentuk bulatan-bulatan seperti bola. 

Di sepanjang jalan itu, aku melihat 3 grup musik yang menjadikan Malioboro sebagai panggungnya. Mereka bukan grup musik sembarangan, karena dari penampilan dan lagu-lagu yang dibawakan menunjukkan tingkat ketrampilan yang tinggi. Musiknya perkusi, angklung dan kulintang. Penonton berderet membuat formasi setengah lingkaran menikmati hiburan gratis ini. Beberapa wisatawan mengambil foto dan membuat video. Ketika aku berada disana,Grup Musik ini sedang memibawakan lagu Kopi Dangdut. Segera saja beberapa penonton maju ke depan berjoget.  Bagi wisatawan yang puas dengan hiburan ini, mereka meninggalkan uang di kotak yang disediakan. Hingga kami pulang ke hotel, keramaian disana belum berkurang.


Hari Kedua, Sabtu 8 April 2017.

Setelah  breakfast di hotel,  kami  menuju  Kebun  buah  Mangunan, yang berada di Desa Mangunan, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul yang berjarak sekitar 35 km dari pusat kota Jogyakarta. Jalan menuju lokasi terus menanjak menuju perbukitan yang termasuk Pegunungan Sewu. Bukit-bukit dengan pohon-pohon hijau masih tampak terjaga dan terawat. Jam 9.30 kami sudah sampai. Seharusnya kami berangkat jam 5 setelah subuh, supaya dapat melihat kabut yang melayang memenuhi lembah hingga dibawah sana, menjadikan kita  bagaikan sedang berada di Negeri Diatas Awan. Kebun buahnya sendiri tidak tampak ada buahnya karena memang tidak sedang musim. Yang kita nikmati adalah pemandangan dari ketinggian, melihat kebawah hutan yang hijau dan Kali Oyo yang berliku mengalir tenang.




Bagi yang suka berfoto, disediakan spot-spot foto yang menantang, untuk sampai ketempat foto itu, harus naik tangga. Jika berfoto disitu, diambil dari sisi jalan, akan tampak seperti berfoto ditempat yang sangat tinggi. Spot foto lainnya berupa Tembok dengan tulisan besar-besar  Kebun Buah Mangunan, dimana kita bisa berfoto bersama-sama. Kita juga bisa menuruni undakan di jalan menurun yang telah disediakan, dimana di sepanjang jalannya telah dibangun beberapa Gardu Pandang berupa saung-saung kayu menghadap ke lembah, tempat kita bisa duduk-duduk memandang perbukitan dan melepas lelah disaat naik kembali keatas.

Waktu menunjukkan pukul 10.30 ketika kami sampai ke Hutan Pinus Mangunan. Lokasi ini masih berada di desa Mangunan, hanya berjarak tempuh beberapa menit setelah lokasi Kebun Buah. Karena hari ini week-end, banyak sekali pengunjung, hingga bus-bus dan mobil-mobil kehabisan tempat parkir. Kami tidak lama berada disini, setelah berfoto-foto kemudian kembali ke mobil untuk meneruskan perjalanan.



Kami menuju ke Gumuk Pasir Parang Kusumo, sebuah lapangan pasir yang luas yang  berada disebelah kanan jalan menuju Parangtritis. Tadinya aku kira  Gumuk Pasir ini akan berakhir di pinggir laut, namun ternyata tidak. Laut berada di sebelah kiri jalan dan Gumuk Pasir berada di sebelah kanan jalan.  Apa sebenarnya Gumuk Pasir itu? Menurut para Ahli Geologi, Gumuk pasir adalah salah satu bentang alam yang proses pembentukannya dipengaruhi angin, terbentuk karena pasir yang menumpuk dalam jumlah besar. Gundukan pasir ini berasal dari hasil letusan Gunung Merapi yang endapannya dibawa oleh sungai-sungai yang bermuara di Pantai Selatan, antara lain Kali  Opak dan Kali Progo. Setelah terendap di pinggir pantai, barulah angin dari Samudra Hindia mengukir tumpukan pasir ini, menjadi bentang alam yang unik, naik turun dan bergelombang indah. Bentuk keindahannya berganti-ganti, tergantung hembusan angin, Dengan ketinggian 5-15 meter ini, Gumuk Pasir Parangkusumo  termasuk tipe Barchan, sehingga  Gumuk Pasir disini disebut Gumuk Pasir Barchan. Ini cocok menjadi lokasi permainan selancar pasir atau sandboarding.


Ketika kami berada disana, sinar matahari menyengat, pasirnya panas sehingga kami tidak dapat berlama-lama berada disana. Memang ada pohon-pohon cemara angin yang tumbuh dipinggir lapangan, pasir tapi tidak cukup untuk mengurangi teriknya matahari. Saat itu kebetulan ketemu dengan beberapa anak muda, rupanya mahasiswa yang sedang mempersiapkan materi untuk melaksanakan tugas akhir, membuat sebuah film.  Memang di Gumuk Pasir ini sering digunakan untuk shooting film, yang terakhir adalah Film Ada Apa Dengan Cinta II, yang dibintangi oleh Dian Sastrowardoyo dan Nicholas Saputra sebagai Cinta dan Rangga. Dalam film itu, Cinta dan teman-temannya bercengkerama di lembutnya pasir disini. Tak salah jika tempat ini biasa digunakan untuk shooting film, pembuatan video clip dan pre wedding. Foto-foto yang dibuat teman-temanpun tampak indah…….

Setelah berpanas-panas ria di Gumuk Pasir Parang Kusumo, jam makan siang tiba. Kami diarahkan ke Pantai Depok, tempat banyak orang menikmati makan siang. Rumah-rumah penduduk banyak yang dijadikan tempat makan dengan menu masakan laut. Salah satunya adalah warung makan dimana kami singgah, pendoponya luas menghadap ke laut. Demikianlah kami menikmati makan siang Sea Food sambil merasakan semilirnya angin laut di Pantai Depok. Karena tidak memesan terlebih dahulu, makanan kita baru dimasak saat dipesan, sehingga perlu bersabar. Sambil menunggu masakan pesanan, kami shalat di warung makan ini. Dan ketika akhirnya sea food pesanan kami terhidang, terasa sangat enak dan  fresh, tak mengecewakan.

Matahari masih memancarkan sinarnya ketika kami sampai di Pantai Parang Tritis, tak jauh dari Pantai Depok tempat kami makan siang. Tampak ombak yang  bergulung-gulung, dari jauh suaranya sudah bergemuruh. Anak-anak ditemani para orang tua turun ke laut, berenang atau sekedar bermain air. Sebenarnya anak-anak sudah disediakan kolam renang di lokasi sebelum  pantai agar tidak bermain di pinggir pantai mengingat Pantai Parang Tritis cukup berbahaya bagi anak-anak. Telah banyak korban meninggal tergulung ombak yang akhirnya baru diketemukan jauh dari Pantai Parang Tritis. Beberapa hiburan atau permainan yang tersedia disini antara lain, naik dokar, sepeda motor trail, atau sekedar duduk-duduk dibawah pepohonan sambil ngobrol dan ngopi. Yang terakhir inilih yang aku pilih, sementara menunggu teman-teman dan anak-anak mereka puas bermain. Menuju kembali ke Yogya, hari sudah sore.

Tadi malam ketika jalan-jalan di Malioboro, baru ngeh (sadar), bahwa nama Toko Batik Mirota yang aku biasa mampir untuk sekedar melihat-lihat cinderamata untuk oleh-oleh, namanya  sudah berubah menjadi Toko Batik Hamzah Mirota. Dan di lantai paling atas toko, diiklankan adanya Cabaret Raminten, yang hanya main di hari Jum;at dan Sabtu malam jam 19.00 sampai 20.00. Aku penasaran kepengin melihat,  apa Cabaret Raminten ini seperti Cabaret yang main di Pattaya itu? Kebetulan kami di Yogya dari Jum at hingga Senin, masih ada kesempatan untuk melihatnya.


Jadilah hari ini aku berdua Adikku Dik Gun, ngantri untuk mendapatkan tiketnya. Karena para peserta lainnya dan mungkin anak-anak mereka sudah kecapaian seharian, hanya aku berdua yang tetap menyempatkan waktu untuk melihat Cabaret Raminten. Sejak sebelum jam 17.00 kami sudah di depan Kasir di lantai 3 toko Batik Hamzah. Kasirnya baru buka jam setengah enam. Harga tiketnya Rp. 60.000 untuk biasa, dan untuk VIP (dengan makan) Rp. 115.000. Ketika sudah mendapatkan tiket, sambil menunggu waktu main, aku turun ke lantai dasar,  mau lihat-lihat cuci mata. Lalu ngobrol dengan Mas Bell Boy yang berada di Pintu Masuk Toko. Mereka berdua berseragam kain batik motif Parang dengan atasan semacam beskap lengan pendek berwarna hitam. Itu seragam Petugas Pria, sedangkan yang wanita berkain batik sama atasan berwarna merah. Suasana toko di lantai bawah masih seperti Mirota yang dulu. Selain batik, berbagai barang seni terpajang disini, ada lukisan, patung, ukiran, keramik, barang-barang kerajinan khas Yogya dan lain-lain. Pengunjung toko penuh sesak.

Setahuku nama Raminten ini adalah nama sebuah Restoran terkenal yaitu House of Raminten, di daerah Kotabaru. Sebuah restoran unik yang selalu penuh pengunjung, bahkan ngantri untuk bisa makan disana. Sebelum ada meja yang  kosong karena tamu selesai makan,  tamu lain belum boleh masuk. Disediakan ruang tunggu untuk tamu yang belum mendapat tempat duduk.

Mas Bell Boy aku ajak ngobrol tentang nama Raminten, hubungannya dengan Restoran House of Raminten. Menurut ceritanya, Raminten adalah “nama panggung” dari pak Hamzah Sulaiman pemilik Toko Batik Hamzah Mirota ini, ketika beliau bermain di grup Kesenian yang ditayangkan TVRI Yogya, namanya Pengkolan. Pak Hamzah adalah seorang seniman, lebih senior dari seniman Jogya Didi Nini Towok. Pak Hamzah itulah juga pemilik Restoran House of Raminten.

Baru ngomong-ngomong tentang Raminten, ee …….. kemudian lewatlah seorang bapak sepuh yang duduk di kursi roda, didorong oleh seorang laki-laki dan diikuti beberapa orang lainnya. Mas Bell Boy berdua (yang bertugas di kedua sisi pintu) pun langsung memberi salam hormat kepadanya. Kemudian berbisik kepadaku bahwa bapak sepuh itulah pak Hamzah alias Raminten.

Jam 19.00 kami berdua sudah duduk manis di sekitar panggung yang lampunya mulai digelapkan. Pentas dibuka dengan Tarian Klasik Jawa yang lembut gemulai. Tariannya memang klasik Jawa, tetapi  menurutku busananya bukan klasik, karena ada tambahannya yaitu dengan adanya topeng setengah muka menutupi mata dan bulu panjang yang ada dibelakang sanggul penarinya.

Sesi selanjutnya, adalah  lagu-lagu barat yang dinyanyikan secara slip-sync oleh Artis-artis Waria dengan penuh penghayatan,  diiringi para penari latar. Mereka  membawakan lagu-lagu dengan irama cepat hingga tampak keringatnya bercucuran. Lagu-lagunya bukan hanya lagu Barat, ada juga lagu-lagu Pop Indonesia. Setiap pergantian lagu, dari balik panggung disebutkan nama Artis yang akan menyanyikan lagu selanjutnya. Lampu dipadamkan dan musikpun mengalun, kemudian muncul Penyanyi lainnya.

Pada sesi ke enam, disebutkan artis yang akan muncul adalah Raminten. Ketika lampu akan dimatikan, tampak Raminten yang mengenakan busana putih seperti gaun penganten.  dipapah oleh 2 orang petugas, didudukkan di sebuah kursi. Raminten menyanyikan sebuah lagu Barat sambil duduk di kursi saja. Demikian pula ketika telah selesai menyanyi, dipapah kembali masuk ke balik panggung. Tadinya aku mengira, bapak sepuh di kursi roda tadi datang hanya untuk mengontrol jalannya pertunjukan, Rupanya beliau masih aktif main.

Penyanyi-penyanyi selanjutnya tidak hanya menyanyi, tetapi juga bermain komedi, melucu,  dan bahkan ada yang memanjat tiang-tiang dekat pengunjung dan menggoda penonton. Ada juga adegan seronok yang khas biasa dilakukan para Waria seperti  …… yah, begitulah. Pengalaman seru melihat Cabaret Raminten. Bagi yang sudah pernah melihat Cabaret di Pattaya, perbedaannya yang mencolok adalah wajah para artisnya. Disana warianya cantik-cantik, hingga kita tidak bisa membedakan dengan wanita yang asli,

Nama Raminten ternyata "ngrejekeni", artinya mampu mendatangkan rejeki berlimpah. Di depan Toko Batik Hamzah Mirota juga dijual Bakpia merk Raminten, yang harganya lebih mahal dari Bakpia Patuk yang biasa dibeli di tempat lain sebagai oleh-oleh. Walaupun lebih mahal, banyak juga orang membelinya.

Hari Ketiga, Minggu 10 April 2017.

Agenda hari ini adalah mengunjungi Gua Pindul, dilanjutkan dengan menyusuri Sungai Oyo, kemudian ke Pantai Indrayanti. Setelah sarapan pagi di Hotel, segera kami menuju ke lokasi. Memasuki Desa Bejiharjo, Kecamatan Karang Mojo, Kabupaten Gunung Kidul, hari masih pagi. Rombongan kami membayar untuk tubing Rp. 60.000 per orang, dan jika dilanjutkan menyusuri Kali Oyo, tambah Rp. 20.000 lagi. Jika ingin memperoleh foto-foto selama berada di Gua, membayar Rp. 100.000 lagi, maka akan diberikan CD berisi foto-foto yang diambil saat kita sedang tubing.

Sebelumnya sudah diingatkan untuk membawa pakaian ganti karena nanti akan basah saat menyusuri gua. Kami membeli semacam dompet plastik bertali  untuk dikalungkan di leher agar dompet tidak basah yang dijual disitu.  Rombongan  dipandu oleh seorang Pemandu dan seorang Fotographer. Yang kami lakukan pertama kali adalah menuju tempat penyimpanan ban besar, mengambil satu ban untuk setiap peserta, lalu mengikuti Pemandu menuju ke sebuah Sungai. Setelah melakukan doa bersama, maka kami langsung turun ke sungai, duduk di ban. Di ban yang kami tumpangi itu terdapat tali yang dapat dipegang oleh teman sebelah, sehingga kami saling bergandengan.



Mulai memasuki Gua, Pemandu bercerita tentang Gua Pindul yang sejak Oktober  2010 dibuka untuk umum sebagai tempat wisata.  Di Gua Pindul ini terdapat tiga zona : Zona Terang dimana sinar matahari masih mengenai pemukaan gua sehingga masih terdapat tumbuh-tumbuhan yang menempel di mulut gua. Kedalaman sungainya 5 meter.  Kemudian Zona Remang-remang, dimana sudah mulai agak gelap, kedalaman air 8 meter. Terakhir Zona Gelap, dimana tidak ada sinar sama sekali, gelap gulita jika tidak membawa senter. Kedalamannya 12 meter. Kami melihat stalaktit dan stalakmit yang masih utuh, walaupun ada juga yang sedikit rusak. Bentuk stalaktit dan stalakmit yang menyambung, disebut bentuk pilar. Di pertengahan perjalanan tampak banyak kelelawar yang disebut Kampret (pemakan serangga) dan Codot (pemakan buah) bergelantungan di atap gua. Atap gua yang berlubang-lubang itu karena terkena cakaran kelelawar. Di beberapa tempat,  terdapat bercak-bercak berwarna hitam karena terkena air kencing kelelawar.

Sungguh merupakan suatu pengalaman baru bagi kami orang awam (bukan anggota Pecinta Alam dan Pecinta Gua) selama satu jam menyusuri kedalaman gua dengan sungai.yang mengalir dibawahnya sepanjang 350 m. Kami bertiga yang sudah lansia mencukupkan diri sampai diluar gua saja, sedang teman-teman yang masih muda melanjutkan perjalanan menyusuri Kali Oyo selama setengah jam lagi.

Ketika semua peserta sudah kembali berkumpul,  rombongan meninggalkan Desa Bejiharjo untuk makan siang dan shalat di Resto Pak Man, Resto ini menghidangkan Ayam Goreng Presto Kremes yang cukup nikmat, seperti jika kita makan  di Resto Ayam Suharti.

Jalan menuju Pantai Indrayati berkelok-kelok, naik turun dan suasananya sepi. Sepanjang jalan tampak pohon-pohon jati berdiri tegak. Sebagian besar Pohon Jati asli yang bercabang-cabang, dan sebagian Pohon Jati Jumbo yang  lurus-lurus. Pantai Indrayanti yang tidak terlalu panjang ini berpasir putih. Ombaknyapun tidak sebesar di Pantai Parangtritis. Di hari week end, banyak sekali pengunjung memadati pantai ini. Anak-anak mandi bermain dengan gembira di pantai.

Hari Keempat, Senin 11 April 2017.

Di pojok hotel kami, Hotel Grage Ramayana, terdapat sebuah cakruk atau semacam pos ronda. Disitulah mangkal seorang Penjual Gudeg yang sudah sangat sepuh, terkenal dengan nama Gudeg Mbah Lindu. Menurut cerita, usia mbah Lindu sudah hampir seabad. Inilah Penjual Gudeg tertua di Indonesia. Setiap pagi banyak sekali pengunjung yang  antri untuk membeli di depan warungnya. Pagi ini sudah hampir jam 8.30, pembeli sudah banyak berkurang. Aku sempat meminta ijin Mbah Lindu untuk mengambil fotonya sebagai kenang-kenangan.


Hari ini adalah hari terakhir kami berwisata, dan akan meninggalkan Jogya sekitar jam 14,00. Masih ada waktu untuk jalan-jalan  City Tour ke 3 tempat yaitu : Keraton Ngayogyokarto Hadiningrat,  Taman Sari dan Coklat Monggo. Sebelumnya, kami harus cek out dari hotel dulu, sekaligus membawa koper kami di mobil untuk langsung menuju Bandara Adisucipto.


Kami meluncur menuju Kraton sebagai tujuan pertama. Walaupun masih pagi, bus-bus telah berderet mengantarkan wisatawan mengunjungi Kraton. Meskipun orang Solo, aku belum pernah mengunjungi Kraton Ngayogyokarta. Tampaknya  tidak jauh berbeda dengan Kraton Solo yang pernah aku kunjungi. Raja Yogyakarta yang sekarang bertahta adalah Sri Sultan Hamengku Buwono X atau biasa disingkat HB X. Rombongan kami diantar oleh salah seorang Pemandu yang disediakan bagi wisatawan.  Pelataran Kraton Yogya  sama dengan Kraton Solo,  berpasir hitam yang katanya diambil dari Laut Selatan. Pintu Gerbang Pertama tercantum angka tahun 1756 – 1928. Tahun 1756 adalah tahun pembangunan kraton. Sedangkan tahun 1928 adalah tahun pemugarannya setelah terjadi gempa besar di Yogya. Disitu juga tertulis nama pintu gerbangnya yaitu Dono Pratopo.

Setelah pintu gerbang, kami memasuki area Bangsal Mandolosono, tempat dimainkannya musik dan gamelan. Gamelan yang tampak didepan kami ini namanya Kyai Guntur Madu. Sebenarnya gamelan ini dulu dibuat sepasang, yang satunya berada di Kraton Solo. Setiap menjelang Perayaan Sekaten pada bulan Maulid, Kyai Guntur Madu  dipindahkan ke Masjid  Besar di Alun-alun. Supaya menjadi sepasang lagi, maka dibuatkan gamelan pasangannya yang baru, yang diberi nama Kyai Nagawilaga. Karena Sultan HB IX juga suka musik, ada juga Bangunan tempat musik dimainkan. Aku sempat berfoto di bangunan yang masih bagus itu. Di area selanjutnya, kami melihat kereta-kereta yang dulu digunakan oleh para Raja dan Pangeran. Dari kejauhan tampak bangunan yang sekarang digunakan sebagai tempat tinggal keluarga Sri Sultan HB X, dengan tembok berwarna kuning, atau biasa disebut Gedong Kuning.

Pemandu juga membawa kami menuju Musium Pribadi Almarhum Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dimana terdapat meja kursi dan perabotan lain yang sering beliau gunakan. Foto-foto beliau sejak kecil, remaja, semasa menjadi mahasiswa di Negeri Belanda hingga beliau menjadi Raja sekligus Wakil Presiden Republik Indonesia. Bangunan ini masih agak baru, seluruh dindingnya dibuat dari kaca. Yang menarik adalah Plafon Musium yang berada diatas kepala pengunjung, ukiran berwarna merah kuning sangat indah. Demikianlah, Pemandu menceritakan satu  persatu cerita atau sejarah dari apa-apa yang kami lihat. Sementara itu pengunjung semakin banyak memenuhi bangunan-bangunan yang diijinkan untuk dilihat sehingga harus bergantian.




Meninggalkan Kraton, kami menuju Taman Sari, yang dahulu merupakan Taman atau Kebun yang sangat luas, yang dibangun oleh Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1758-1765. Sekarang sudah tinggal sebagian kecil, sisanya sudah merupakan pemukiman penduduk padat. Aku hanya masuk hingga pintu depan saja, karena didalam harus melalui banyak anak tangga, untuk  menjaga lututku agar tidak menjadi sakit. Matahari sudah naik, panasnya mulai menyengat. Sambil menunggu teman-teman keluar, lumayan menikmati es kelapa muda yang masih asli tanpa campuran.

Agenda selanjutnya adalah ke Coklat Monggo. Apa keistimewaan Coklat Monggo hingga aku ingin mampir ke lokasi showroomnya di Kota Gede? Coklat ini adalah salah satu merk coklat asli Indonesia yang enak, tidak kalah dari merk-merk coklat buatan luar negeri. Selain itu, diantara produknya ada yang khas Indonesia, seperti rasa cabe, rasa jahe dan rendang. Lebih penting lagi, coklat monggo adalah  oleh-oleh yang dipesan ketiga gadis kecilku  Aisha, Lila dan Allura sejak mereka tahu, bahwa Yangtinya akan ke Jogya.




Lokasi pabrik dan showroomnya berada di belakang Pasar Kota Gede yang padat. Tetapi begitu masuk ke lokasi, terasa sejuk  karena pohon-pohon besar yang menaungi bangunan yang tampak seperti rumah biasa, difungsikan sebagai konter penjualan. Harga coklatnya  memang tidak murah, tetapi siapa lagi yang akan membeli dan membesarkan nama coklat produk asli Indonesia, jika bukan kita sendiri? Coklat dengan tampilan menarik seperti cindera mata, bungkusnya bergambar Becak, Punakawan Gareng Petruk dan Wayang khas Indonesia ini juga dijual on-line. Didepan konter disediakan ruang tamu kecil yang nyaman, dan diluar juga ada kursi panjang dibawah sebuah pohon besar yang rindang, lumayan buat foto bersama seluruh rombongan.

Kami menikmati santap siang dan shalat Dhuhur terakhir di kota Jogya ini di Restoran Handayani dengan menu masakan Jawa seperti sate ayam, rujak cingur, ayam goreng dan sayuran taoge teri. Selanjutnya menuju Bandara, mampir ke Toko Oleh-oleh untuk membeli Bakpia Patuk yang terkenal itu. Terima kasih mas Nur dan mas Edy yang telah menemani kami selama berwisata di Yogya dan sekitarnya. Sampai jumpa di kesempatan lain. Bye bye Yogya….. see you next time…..

Wassalamu'alaikum ww.

Jakarta, 18 April 2017.

#wisatayogyakarta
#merapilavatour
#negeridiatasawanmangunan
#hutanpinusmangunan
#candiborobudur
#guapindulgunungkidul
#cabaretraminten
#keratonyogyakarta
#coklatmonggo


2 komentar:

  1. terima kasih kembali bu sudah menggunakan jasa kami yang kedua kalinya. semoga ibu dan keluarga diberikan kesehatan selalu dan panjang umur. amin

    BalasHapus
  2. Terima kasih juga mas Yuli/Wira Tour yg dengan sabar melayani kami. Pelayanan yang bagus akan ibu remomendasikan buat anak2 dan kelg jika ke Yogya. Amin untuk doanya. Salam.

    BalasHapus