Jumat, 03 Maret 2017

Pahawang, Muncak dan Pantai-pantai indah di Lampung


Assalamu’alaikum ww.

Hari Pertama.
Di subuh yang masih dingin, setelah menunaikan kewajiban menghadap kepadaNya, aku berdua suami meninggalkan rumah menuju Bandara Soekarno Hatta. Bersama adik-adikku, kami tujuh bersaudara akan berwisata ke Lampung, propinsi dekat dari Jakarta yang belum pernah kami eksplore.




Aku perkenalkan dulu ya, rombongan kecil kami : Aku berdua suami, kemudian Adik suami, Dik Dib bersama isterinya Dik Nancy, selanjutnya Adikku nomor 3, Dik Gun dan terakhir Adikku nomor 4, Dik Pri bersama isterinya Dik Astrid. Setelah  beberapa kali pertemuan merencanakan perjalanan dan mengatur pembagian tugas, antara lain memesan tiket pesawat, hotel dan rental mobil, akhirnya hari ini tgl 27 Februari 2017 kami berangkat. Jarak yang dekat hanya memerlukan waktu 30 menit perjalanan udara.


Mendarat di Bandara Radin Intan II jam 7.47, rombongan kami dijemput Mas Gandi, Petugas dari Rental Tsamania Lampung dengan Mobil Innova. Sebelum memulai perjalanan wisata, kami mampir ke Hotel Grand Anugerah tempat kami menginap, untuk menitipkan koper-koper kami dan ke toilet. Sesuai saran dari Rental Tsamania, hari pertama ini kami menuju kearah Lampung Selatan. Ada 2 obyek wisata yaitu Kalianda Resort dan Menara Siger yang bisa kami kunjungi.




Ketika waktu menunjukkan jam 12.30 sampailah kami di Menara Siger. Sebuah Bangunan yang dibangun diatas puncak bukit di daerah Bakauheni. Bangunan ini mengambil bentuk Siger, yaitu mahkota yang digunakan sebagai hiasan di kepala Pengantin Lampung. Dari sinilah dimulai Jalan Lintas Sumatera, sehingga lokasi ini sering disebut Titik nol Jalan Lintas Sumatera. Tampak pemandangan dibawah sana Laut Selat Sunda dengan 4 kapal feri yang sedang berlayar. Juga Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni serta pulau-pulau di sekitar Selat Sunda yang tampak bagaikan gundukan-gundukan hijau di tengah laut, Dibawah kami, jalan tol yang direncanakan Pak Jokowi sedang dikerjakan, dan sudah mulai tampak rapi memanjang berwarna putih. Kami berfoto ria di sekitar bangunan Menara Siger ini. Sayang sekali bangunan dan taman-taman disekelilingnya tidak terawat. Kaca-kacanya sudah banyak yang pecah dan rumput liar membuat taman menjadi seperti semak belukar.

Kemudian lanjut menuju Kalianda. Karena hujan deras yang turun disekitar Kalianda Resort, kami memutuskan untuk tidak masuk resort, toh tidak ada yang dapat kami nikmati disana. Rupanya perut sudah mulai keroncongan, sehingga kami menikmati makan siang di Rumah Makan Srikandi. Sambil menunggu makanan dimasak kami sholat. Hidangan disini cukup enak dan fresh, karena dimasak saat dipesan. Ayam goreng, Ikan gurame, Ca kangkung dan Sayur Asem.  


Meninggalkan Restoran, Mas Gandi, Driver merangkap Guide kami, mengajak ke Pantai Pasir Putih. Karena bukan hari libur, pantai tampak sepi. Kami menyewa tikar dan menikmati sore sambil ngopi. Pantai Pasir Putih menghadap ke dua pulau diseberang sana. Kami tidak mendapatkan informasi nama-nama pulau tersebut. Pulau yang di sebelah kiri, menurut cerita penduduk setempat, adalah miliknya Tomi Winata, seorang Konglomerat yang tinggal di Jakarta. Di pulau itu terdapat berbagai binatang buas asli Sumatra yang dipelihara di kawasan hutannya, dan setelah dipandang cukup umur, dilepas-liarkan.  Jika ada kapal yang mendekat, maka akan dikejar Patroli Penjaganya. Intinya tidak boleh siapapun mendekati pulau itu tanpa ijin resmi Pemilik
.

Di Pantai Pasir Putih ini kami bertemu dengan Tukang Foto yang lucu, suka bercanda untuk mengambil hati  konsumen. Suamiku disebutnya Pak Gubernur. Adik-adikku dipanggil Pak Walikota dan Pak Bupati. Yang semula kami nggak memerlukan jasa fotonya, akhirnya jadi deal, 3 kali difoto dengan harga 40 ribu rupiah. Murah ……

Dari pantai Pasir Putih, kami lanjut menuju Pantai Sari Ringgung. Menuju pantai ini jalanan rusak, hingga mobil terguncang-guncang. Namun demikian, kecapaian terbayar setelah melihat pantainya yang bersih. Di bagian depan sedikit berpasir putih, kemudian seterusnya berkarang bahkan berbatu-batu, Mungkin pembangunannya belum selesai, sehingga batu-batu itu masih berserakan. Di ujung pinggir pantai terdapat Huruf-huruf besar bertuliskan Pantai Sari Ringgung. Kami berfoto bersama adik-adik sepuasnya, hingga matahari tak lagi menampakkan sinarnya.




Karena makan siang tadi sudah cukup kenyang, malam ini kami hanya ingin makan sekedarnya saja. Kami mencicipi kuliner Palembang yang juga sudah menjadi makanan orang Lampung yaitu Empek-empek di Resto Empek-Empek 123.

Hari Kedua,
Selagi berada di Lampung, aku bermaksud “say hello” dengan seorang teman lama semasa kuliah di Notariat UI yang tinggal disini, Lis atau Agustina Sulistyowati. Karena tidak punya nomor hp nya, aku hubungi teman lain yang memang akrab dengan Lis. Dengan semangat dia mengunjungiku ke Hotel saat sarapan pagi, setelah mengantar cucunya ke sekolah di dekat hotel. Ngobrol kesana kemari mengenang saat-saat kita belajar bersama menghadapi ujian di tahun 1988/89. Dan tentu saja ngobrol tentang keluarga dan tentang pekerjaan kami sebagai Notaris. Sementara aku sudah punya 3 orang cucu, 2 orang sudah duduk di SD dan yang seorang masih di TK. Cucu Lis baru 1 orang, masih duduk di TK. Dan lucunya ketika aku bercerita bahwa hari ini rombongan kami akan ke Pulau Pahawang, Lis tertawa, karena sebagai orang Lampung bahkan ia belum pernah ke Pahawang.

Hanya sekitar 45 menit perjalanan dari hotel ke Dermaga 2 Tanjung Putus, yaitu lokasi penyeberangan untuk menuju Pulau Pahawang. Hari ini adalah hari kerja dan masih pagi, sehingga suasana tampak sepi. Sebelumnya, Guide kami telah menghubungi pemilik kapal yang akan membawa kami ke Pulau Pahawang. Sebentar tawar menawar jadilah harga 500 ribu. Kami naik ke kapal kayu dengan atap plastik biru, yang dilengkapi dengan pelampung. Pak Akmal, demikian nama Pengemudi Kapal “Doa Ibu 1” mulai menyalakan mesinnya. Kapalpun melaju membelah laut meninggalkan tepian pantai  dengan bunyi mesin yang menderu.


Pemandangan didepan kami sungguh indah, laut biru tenang, dengan bukit-bukit hijau yang bergelombang. Itulah gugusan kepulauan Pahawang yang akan kami kunjungi, yang sebenarnya terdiri dari banyak pulau. Namun kami hanya akan menuju ke tiga pulau yaitu Pahawang Besar, Pahawang Kecil dan Kelagian Kecil. Masih ada pulau-pulau lain seperti Pulau Kelagian Besar dan Pulau Tanjung Putus, yang tidak kami kami kunjungi. Ketika kami menengok ke belakang, tampak deretan pohon nyiur menghijau melambai-lambai ditiup angin. Subhanallah….. begitu indah negeri yang telah Engkau anugrahkan kepada bangsa kami.

Pak Akmal membertahukan letak spot-spot untuk snorkling. Wah, asyik juga seandainya kami masih muda usia, turun ke dalam laut menyaksikan keindahan bawah laut dengan ikan-ikan yang lucu-lucu. Sayang usia tidak muda lagi. Dari atas kapal tampak bebatuan coral seperti tertata dengan cantiknya, berwarna putih kekuningan. Spot itu juga ditandai dengan tali yang dihubungkan dengan busa sterofoam yang mengapung di permukaan laut. Kata Pak Akmal, di hari-hari week-end banyak rombongan turun snorkling disini. Mereka biasanya menginap di Vila yang ada di Pulau Tanjung Putus atau menginap di rumah-rumah penduduk di Pulau Pahawang Besar.

Ketika kapal semakin dekat, tampak dengan nyata pulau-pulau itu masih perawan. Vegetasi hutannya terpelihara, tidak tampak adanya penebangan pohon. Pepohonan hijau diseling dengan  pohon-pohon kelapa memenuhi permukaan pulau. Pulau-pulau itu sebagian besar tak berpenghuni. Jika melihat begitu banyaknya pulau-pulau di daerah-daerah yang pernah aku kunjungi, tak heran jika kita memiliki sekitar 17.500 pulau di seluruh Indonesia.

Kapal menuju pulau terjauh lebih dahulu. Perjalanan dari Dermaga hingga merapat ke pulau memakan waktu sekitar sejam. Jam 10.30 kami telah menjejakkan kaki di putihnya pasir Pulau Pahawang Kecil. Rupanya pulau ini disewa oleh orang Perancis yang tinggal di Jakarta, dan hanya sebulan sekali datang kesini. Aku sempat ngobrol dengan salah seorang Pekerja Kebersihan yang sedang mengumpulkan sampah berupa tumbuhan seperti rumput laut berwarna coklat. Sampah itu akan dijemur dan kemudian setelah kering dibakar. Dia telah lama bekerja disini dan merasa betah dengan penghasilan tetap yang tidak pernah terlambat diterimanya. Ada 7 orang temannya yang bekerja pada orang Perancis itu.






Pulau Pahawang Kecil dengan Vila dan Dermaga yang  menjorok ke laut ini tampak indah, apalagi dihiasi gugusan mangrove di sekelilingnya. Airnya sangat jernih, sedikitpun tak tampak keruh. Di Pulau Pahawang Kecil ini pengunjung tidak bisa leluasa berjalan-jalan hingga ketengah. Kira-kira 50 M dari pantai terdapat papan dengan tulisan  “Dilarang masuk. Pulau Pribadi” Jadi hanya sampai disini saja.

Meninggalkan Pahawang Kecil, kami menuju Pulau Pahawang Besar. Nah, di pulau ini lumayan banyak penghuninya. Dari jauh tampak perkampungan dengan sebuah Masjid yang berada disekitar rumah-rumah penduduk. Tak jauh dari perkampungan banyak terdapat bangunan pondok-pondok keramba ikan yang ditunggui beberapa pekerja.  Ikan kerapu, ikan bawal, dan ikan-ikan lain dipelihara disini. Kapal kami merapat di dermaga/jembatan beton yang kokoh. Kamipun disambut dengan ucapan Selamat Datang. Di Pahawang Besar ini terdapat sekitar 200 orang penduduk. Selain Masjid juga ada sebuah gedung SD tempat anak-anak bersekolah.  Di tengah teriknya matahari, sambil beristirahat kami menikmati kopi, tahu dan bakwan goreng yang dijual di Warung terdekat. Disinilah, di rumah-rumah penduduk, para wisatawan yang ingin memuaskan snorkeling menginap.



Kami telah meninggalkan Pulau Pahawang Besar ketika waktu Dzuhur tiba, menuju Pulau Kelagian Lunik atau Kelagian Kecil. Pulau berpasir putih ini tampak kosong tetapi bersih. Dua orang Penjaga Pulau sedang bekerja membersihkan sampah yang terbawa arus laut ke pinggir pantai. Pulau ini termasuk Wilayah kekuasaan Angkatan Laut.




Setelah puas berfoto ria, kami meninggalkan Pulau Kelagian Kecil. Mendung hitam berarak-arak, gerimis mulai jatuh dan kamipun bergegas ke kapal. Hujan turun ketika kapal sudah berada ditengah laut. Kami sibuk menutupi baju agar tak basah. Untunglah meski hujan, air laut tetap tenang. Jarak tempuh dari pulau Kelagian Kecil ke Dermaga 2 Tanjung Putus kira-kira satu jam. Dengan merapatnya kapal ke tepian dermaga, berakhirlah perjalanan kami menikmati indahnya sebagian dari pulau-pulau kecil di Indonesia.

Kami menikmati makan siang di Resto Ikan Pindang Ayam Bakar milik Haji Amin, tak jauh dari Dermaga. Resto dengan gubug-gubug untuk lesehan itu memiliki kolam-kolam ikan Gurame yang nantinya menjadi santapan pengunjung. Menu pesanan kami adalah masakan khas Lampung Seruit atau Ikan Gurame Cobek. Di Jakarta, masakan ini bernama Pecak Gurame. Juga masakan Pindang Ikan Simba, Lalapan dan sambal terasi. Minuman jus sirsat, jeruk dan es teh tawar. Cukup memuaskan. Dibelakang Resto  terdapat "Lamban Ngopi" artinya Rumah Ngopi, tempat duduk-duduk santai menikmati kopi Lampung jenis Robusta yang mak nyus.

Di sore yang cerah ini, acara kami selanjutnya adalah menuju Muncak. Obyek wisata ini berada desa  Muncak, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Pesawaran. Lokasinya di puncak sebuah bukit diatas jurang, 1,5 km dari jalan aspal. Untuk bisa sampai kesana, kendaraan harus melalui jalan yang berbatu, naik terus melewati kebun coklat hingga sampai ke sebuah tempat parkir mobil dan motor. Meskipun dikelola secara  sangat sederhana, banyak pengunjung datang ke lokasi ini. Kita dapat menikmati pemandangan Kota Teluk Betung, laut dihadapannya, pepohonan nan menghijau dan rumah-rumah yang tampak kecil dilihat dari atas. View bagus itu kita nikmati dari sebuah jembatan bambu yang hanya boleh digunakan maksimum 4 orang. Sayang saat ini matahari tidak menampakkan sinarnya, namun cukup puas menikmati pemandangan yang menawan.

Agenda selanjutnya adalah membeli oleh-oleh untuk anak-anak dan keluarga. Toko oleh-oleh yang sudah terkenal adalah Toko Yen Yen dan Iyen. Pada umumnya apa yang dijual adalah barang yang sama atau sejenis. Kami ke toko lain yaitu Toko Aneka Sari Rasa. Beberapa kardus oleh-oleh berupa keripik pisang dan lempog durian berpindah ke Mobil.




Untuk makan malam kali ini, kami dijamu oleh keluarga dari Dik Astrid, namanya Mbak Rini atau lengkapnya Dr. Ir. Rahayu Sukiatyorini. Seorang Dosen di UNILA yang juga Ketua Jurusan di ITERA. Tidak sulit mencari alamat rumahnya, yaitu di Komplek Dosen  Griya Kencana, Rajabasa, Tanjung Karang. Begitu kami tiba, segera terhidang Masakan Tekwan dan Bakso Sony yang terkenal di Lampung. Salut untuk Mbak Rini, sekalipun sibuk, tetap menyempatkan diri menjalin silaturahmi. Sikap yang lemah lembut dan halus,  menunjukkan kuatnya pengaruh adat Jawa yang kental.  Ketika kita sedang makan, lampu di Rumah mbak Rini  padam. Jadilah makan sambil gelap-gelapan hingga kita pulang. Terima kasih mbak Rini, jamuan makan malamnya yang nikmat……..

Hari Ketiga.
Hari ini adalah hari terakhir kami di Lampung. Pagi setelah breakfast, kami memanfaatkan waktu luang sebelum menuju Bandara untuk mengunjungi sebuah pantai yaitu Pantai Duta Wisata. Lokasi ini dapat kami tempuh hanya setengah jam dari hotel. Pantai dengan Plasa yang cukup luas ini lumayan bersih.






Dengan demikian berakhir sudah jalan-jalan kami ke Lampung. Ucapan permohonan maaf kepada adik sepupuku, Dik Nunung Sasiti Nugrahaningsih, karena kami tidak mampir ke rumahnya. Kami khawatir merepotkan, mengingat sempitnya waktu dan selalu berada di perjalanan dari pagi hingga malam. Semoga suatu ketika kelak dapat bertemu lagi. Bye… bye Lampung ……


Wassalamu’alaikum ww.


Jakarta, 2 Maret 2017.






4 komentar:

  1. Catatan perjalanan yg komplit, tdk terlewat sedikitpun.

    BalasHapus
  2. Catatan perjalanan yg komplit, tdk terlewat sedikitpun.

    BalasHapus
  3. Trm kasih sudah mampir ke blogku.... Jika Ada yg kurang, masih bisa direvisi.

    BalasHapus
  4. Terima kasih ibu weni & keluarga yg telah mempercayakan jasa Tsamania Rental pada saat liburan ke lampung,,,
    Semoga recommended yah bu & kami siap bantu untuk kedepannya jika ibu ke lampung lagi.tks

    BalasHapus