Rabu, 14 Mei 2025

WISATA KELUARGA KE BALI



Assalamualaikum ww.

Kami lima bersaudara adalah putra-putri Almarhum Bapak Sunardjo dan Almarhumah Ibu Kadarti. Mbak Sam adalah anak pertama, telah berusia 73 tahun. Aku, di urutan kedua, sekarang berusia 72 tahun. Adik nomor tiga, Dik Gun usianya 71 tahun. Adik nomor 4, Dik Pri 69 tahun. Adik nomor 5, Dik Sus telah mendahului kami beberapa tahun yang lalu.

Apa yang membuat aku ingin berwisata bersama se-saudara? Kami sudah berusia 70 an, usia yang merupakan bonus. Rasulullah SAW tidak sampai seusia kami. Di usia ini, kami harus saling memaafkan, saling bersilaturahmi, dan senantiasa berbuat kebaikan. Belum tentu diantara kami berempat dapat bertemu lagi dalam suasana sehat dan gembira. Itulah, maka aku buat acara Wisata Bersama ini, sekaligus memperingati hari ulang tahun Mas Suami di bulan April kemarin.

Di rombongan ini, selain kami empat bersaudara, ada Mas Suami dan Dik Astrid, isteri dari Dik Pri. Satu lagi ikut dalam rombongan, Mas Kimin yaitu orang yang menjadi kepercayaan Almarhum Mas Warno, suami Mbak Sam dan sekarang dia selalu mendampingi Mbak Sam yang sudah mulai sering lupa.

Kecuali Mbak Sam dan Mas Kimin yang tinggal di Solo, kami semua tinggal di Jakarta dan Bekasi. Agar bisa bersama-sama, kami berangkat dari Solo. Penerbangan dari Solo ke Denpasar hanya ada Lion dan Air Asia, jadi kami memilih untuk ke Surabaya terlebih dahulu, selanjutnya menggunakan Citilink ke Denpasar.


Hari I, Tanggal 5 Mei 2025.

Berangkat dari Solo menuju Surabaya, kami sudah memesan Travel Rosalia jauh-jauh hari secara on-line, agar bisa bertujuh dalam satu kendaraan. Kendaraan yang digunakan Rosalia adalah Toyota Hi Ace yang memuat 11 penumpang. Travel ini tidak menjemput penumpang, melainkan penumpang memilih untuk berangkat dari pemberangkatan di 3 tempat yaitu Kartosuro, Gilingan dan Palur. Setelah dari Palur, Kendaraan langsung masuk jalan tol hingga ke kota Surabaya.

Tiba di pemberangktan Gilingan jam 7.30, dan Kendaraan berangkat jam 8.00 tepat. Sebelum berangkat, setiap penumpang mendapat pembagian satu tas kecil yang berisi makanan untuk sarapan berupa Arem-arem, Roti dan Aqua. Tas kertasnya lucu dan makanannya enak.

Mobil sudah penuh, tinggal seorang penumpang yang akan naik dari Palur. Perjalanan sangat lancar, karena jalan tol Solo – Surabaya sepi. Perjalanan sekitar 3 jam.  Tiba di Surabaya, di Terminal Bungur Asih sebelum jam 12 siang. Rupanya Rosalia punya tempat tersendiri di Terminal ini, tidak bercampur dengan Bus atau kendaraan lain.

Kami memilih taxi Blue Bird, karena belum pernah mengenal liku-liku kota Surabaya.    Penginapan yang sudah aku pesan, Sunshine Family Homestay di Jl. Kundi nomor 7, aku peroleh dari pencarian di internet. Aku mencari penginapan yang dekat dengan Bandara Juanda agar tidak repot untuk berangkat ke Bandara. Tentu saja mempertimbangkan harga yang lebih miring dari harga Hotel.

Dua taxi Blue Bird tiba di Homestay yang ternyata lumayan bersih, tidak mengecewakan. Karena belum saatnya waktu cek-in, kami duduk-duduk di lobinya. Resepsionis menawarkan, jika ingin masuk kamar sudah siap, tetapi ada tambahan membayar 50 ribu rupiah per kamar karena belum saatnya cek-in. Ya sudahlah, nggak papa 50 ribu rupiah biar bisa langsung masukkan koper-koper dan melepas lelah. Maklum kami semuanya lansia.

Aku berdua Dik Astrid mencoba melihat-lihat keluar Homestay, ada makanan apa yg dijual disekitarnya. Lokasi Jalan Kundi ini ramai sekali, kendaraan berlalu Lalang tanpa henti. Jalannya tidak terlalu besar, banyak Warung Makan disekitarnya yang menjual bermacam-macam makanan. Ada Penyetan Ayam, Bakso, Somai, Sate, Soto dan lain-lain. Sayangnya tempatnya agak kumuh untuk makan disitu. Ternyata di seberang Homestay ada Warteg Bahari yang baru buka, tempatnya bersih. Wartegnya bercat hijau, lantai putih, demikian pula meja dan kursinya masih baru. Kesanalah kami bertujuh makan siang. Masakannya seperti masakan dirumahku yang dimasak mbak Karni. Oseng Labu Siam, Oseng Tauge, Tempe Tahu goreng, Ayam goreng, Telur, Sambel dan Karak. Lumayanlah, serasa makan dirumah.

Selesai makan, kami kembali ke Homestay untuk istirahat siang. Hingga sore kami hanya rebahan saja sambil bikin kopi untuk diminum dibawah payung-payung didepan kamar. Dik Gun sudah janjian dengan temannya di Surabaya, mau nge-Mall. Malamnya kami duduk-duduk ngobrol dibawah payung sambil makan camilan. Aku berdua Mas Suami   tidak makan malam, perut lansia tidak biasa banyak makan. Yang lain cari jajanan sendiri sambil jalan-jalan disekitar Homestay. 


Hari II, Tanggal 6 Mei 2025.

Karena sudah cukup tidurnya, pagi sekali sudah pada bangun. Aku bertiga dengan Dik Gun dan Dik Astrid jalan mengelilingi homestay selagi kamar-kamar masih pada tutup, penghuninya masih tidur. Setengah hingga sejam cukuplah. Sambil jalan kuperhatikan suasana home stay. Sebenarnya taman yang memanjang sepanjang kamar-kamar dibuat cukup bagus, dengan bunga Sepatu Hibrida pinky yang sedang mekar. Sayangnya menurutku agak kurang terawat. Rumput sudah melebar kearah pinggir konblok dibawah payung, tetapi belum dipotong.

Jam 10 tepat kita menuju Bandara Juanda dengan 2 taxi Blue Bird. Setelah cek in, sambil menunggu keberangkatan, kami makan siang di Restoran Gocit di Bandara. Masakannya bermacam-macam Mi dan lain-lainnya, seperti di Bakmi Gajah Mada. Sudah aku tanyakan ke Pramusajinya, katanya halal. Sebelum boarding aku kirim WA ke Dandy dan Adik Hesty, bahwa Papa Mama sudah boarding. Pesawat tidak penuh, ada beberapa tempat duduk yang kosong. 

Mendarat di Bandara I Gusti Ngurah Rai, kami sudah dijemput kendaraan yang sudah kami pesan sebelumnya dari Bali Mutia Rental. Untuk ber-tujuh, aku pilih mobil Hyundai H1 yang nyaman. Drivernya Bli (Bahasa Bali untuk Mas) Kadek Soma yang masih muda dan cukup komunikatif, melayani kami dengan sopan.

Dari Bandara menuju Ubud, ternyata memerlukan 1,5 sampai 2 jam perjalanan, karena menempuh jalur yang padat. Sampai di Ubud, kami melihat-lihat keramaian di depan Ubud Market yang dipenuhi para wisatawan domestik maupun mancanegara. Aku didekati seorang Mbok (Bahasa Bali untuk Mbak) yang menawarkan tiket pertunjukan Tari Legong dan Tari Kecak di tempat yang berbeda disekitar Ubud Market, pada jam 19.30. Tiketnya seharga 100 ribu rupiah per orang. Sayang sekali, kami masih harus makan malam dan mencari Lokasi Hotel.

Setelah sejenak kami melihat-lihat sepintas apa yang ada di Ubud Market dan menikmati suasana sore yang ramai, selanjutnya kami makan malam di Nasi Ayam Kadewatan Ibu Mangku. Ini rekomendasi dari teman, yang katanya halal. Aku belum pernah menginap di Ubud, jadi agak hati-hati masalah makanan. Tapi ternyata sekarang banyak Resto-resto maupun Warung makan masakan Jawa menjamur di sekitar Ubud.

Aku sudah memesan sebuah Bungalow melalui pencarian di internet. Mobil menuju ke arah lokasi tersebut. Namun ternyata tidak sesuai dengan ekspektasi. Lokasinya jauh dari keramaian Ubud, dan melalui jalan-jalan yang sepi. Aku memutuskan mencari Hotel lain saja, toh baru pesan, belum membayar. Akhirnya kami mendapatkan hotel dan menginap di Hotel Puri Padma Ubud yang berada di pusat kota.

 

Hari ke III, Tanggal 7 Mei 2025.

Hotel ini walaupun kecil tapi cantik. Kamar superiornya sangat nyaman. Semua peralatan lengkap. Penataan tamannya juga bagus. Dari kamarku di lantai atas tampak tanaman-tanamannya tertata apik. Kolam renangnya kecil, sepertinya hanya untuk anak-anak. Kami sarapan di restonya yang minimalis, dengan menikmati pemandangan hijaunya lembah, tak jauh dari tempat kami sarapan. Harga kamar termasuk breakfast. Dipersilahkan memilih menu sarapan yang ada di Daftar Menu, seharga 75 ribu rupiah per orang. Boleh menu American Breakfast, Continental atau menu Indonesia. Aku mencoba nasi kuning, termasuk di dalamnya Kopi atau Teh dan Buah potong. Jika tidak dinikmati di sini, bisa dibungkus untuk dibawa jalan. Karena merasa puas dengan hotel maupun pelayanannya, maka aku perpanjang menginap semalam lagi. Besuk kami masih disini.


Bli Kadek Soma sudah menjemput di depan hotel. Suasana pagi cukup sejuk setelah turun hujan semalam. Hari ini kami mulai perjalanan keluar kota. Ke Panglipuran dan Kintamani. Baliknya, baru ke tempat-tempat wisata yang searah. Perjalanan keluar Ubud agak padat, setelahnya baru lancar.

Setengah jam perjalanan, kami sampai ke sebuah Desa Adat nan cantik, namanya Penglipuran. Untuk ke Desa Adat ini, kami membeli tiket seharga 25 ribu rupiah. Menurut Unesco, Panglipuran merupakan Desa Adat paling bersih.  Aku berdua mas Suami pernah kesini, saat itu suasana sepi sehingga tampak sekali kecantikannya. Bunga-bunga bermekaran menyambut kedatangan kami. Pengunjung hanya kami berempat, aku berdua dan 2 orang lainnya, Ibu Edith teman Mas Suami dan Dik Nuk, adik sepupu Mas Suami. Bisa berfoto sepuasnya.

Hari ini sangat berbeda.  Rombongan anak sekolah ber bus-bus sudah memadati tempat parkir. Saatnya mereka studi tour atau mau perpisahan setelah ujian akhir. Mobil-mobil Travel Agent juga berjejer dideretan lainnya. Jalanan Desa Penglipuran sudah penuh manusia. Meski jika diamati, bunga-bunga cantik berseri dengan senyuman menyambut pengunjung, namun karena padatnya manusia bunga-bunga itu tak lagi menarik perhatian.

Kami masuk ke salah satu Pintu Gapura  rumah nomor 32. Sebelum masuk , aku berfoto berdua di pintunya. Di meja yang ada di belakang pintu terhidang banyak buah durian berkulit kuning yang harum baunya.

"Berapa harganya yang ini bu? Aku menunjuk salah satu yang kuning mulus.

“Sudah matang, bisa dibuka?"

"Delapan puluh ribu rupiah" katanya.

Aku setuju, kemudian diajak kebelakang untuk duduk di depan meja di sebuah saung menikmati durian asli Penglipuran.  Ibu Penjual menyediakan sarung tangan plastik dan baskom buat cuci tangan. Wah, nggak salah, memang legit.

Tak lama aku panggil adik-adikku yang hobi makan durian untuk membuka durian yang kedua, setelah yang pertama tinggal separuh. Kami makan durian sambil melihat-lihat apa yang dijual di rumahnya. Di lemari kaca tampak kebaya-kebaya brokat warna-warni berjejer untuk disewakan. Demikian pula sarung dan selendang untuk dipasang di pinggang. Ada juga Sandal-sandal Bali, Tas anyaman, Kipas dan kerajinan lainnya. Mbak Sam pilih-pilih dan mencoba sandal untuk dipakai sendiri dan buat oleh-oleh. Kesempatan disini, aku minta ijin ke kamar kecil. Toilet ala kampung, tapi bersih yang airnya sangat dingin.

Keluar dari rumah no 32, kami mengikuti arus pengunjung lain menuju ke arah atas untuk mencari tempat berfoto yang bagus. Tempat untuk foto yang pas itu banyak yang menunggu, jadi harus bergantian. Wisatawan mancanegara bule-bule yang sudah duluan antri. Akhirnya kami berfoto di tempat lain, asalkan hasilnya tampak jelas. Sekitar satu jam kami berada di Panglipuran.

Jalan menuju Kintamani tidak banyak berkelok-kelok seperti jalan ke Puncak Pas Jawa Barat. Tiba di atas, tampak Gunung Batur dan Danau Batur sudah di depan mata. Gunung yang pernah meletus itu kelihatan lavanya yang menghitam. Danau Batur dilihat dari atas tampak bersih dan di pinggirnya tetumbuhan sudah mulai subur. Tinggal di puncak Gunungnya yang tidak tampak adanya pepohonan.

Saatnya tiba jam makan siang. Sesuai rekomendasi teman, ada 2 Restoran yang bersertifikat halal. Grand Puncak Sari dan Tegu Kopi, keduanya merupakan Restoran terbesar di Kintamani. Kelihatannya dari depan berjejer tapi di belakang menyatu. Restoran yang menyuguhkan pemandangan cantik yang dapat dilihat dari setiap lantainya. Di Grand Puncak Sari, begitu banyak tersedia tempat duduk bagi pengunjung rombongan. Makanannya All You Can Eat, dihidangkan secara prasmanan.

Setelah mendapat tempat duduk yang cocok di Tegu Kopi, kami memesan makanan ala carte saja. Aku belum pernah merasakan masakan ini, Ikan Mujair Nyat Nyat. Menu lainnya ada Ayam Bakar, Cap Jay sayuran dan Tempe Tahu. Mas Suami pesan Beef Burger. Sambil menunggu makanan, saatnya berfoto dengan back ground pemandangan alam yang indah.


Masakan Ikan Mujair Nyat Nyat itu ternyata spicy, full rempah Bali. Ikannya bisa diganti ikan apa saja. Masakan lainnya sih biasa saja, tidak beda dengan di restoran lain. Ketika aku berdua mas Suami mau ke toilet, wah, ternyata harus naik turun tangga yang cukup mengkhawatirkan buat lututku. Memang Resto dan Café ini sangat besar, dibuat bertingkat-tingkat, masing-masing dengan tempat duduk yang menghadap Gunung dan Danau Batur. Kami berfoto di spot-spot yang telah disediakan, diantaranya foto Empat Bersaudara.

Turun dari Kintamani, kami menuju tempat wisata yang searah yaitu Pura Tirta Empul di Tampaksiring. Untuk masuk ke Pura ini, tiketnya seharga 50 ribu. Pura ini dibangun sebagai tempat pemujaan Dewa Indra bagi umat Hindu Bali. Wisatawan harus mengenakan Sarung Bali. Bahkan jika akan masuk ke pemandian untuk menyucikan diri atau disebut melukat, akan diberikan pakaian khusus berwarna hijau polos. Untuk pakaian Sarung ini, tidak dikenakan sewa, sudah termasuk dalam harga tiket masuk. Kebanyakan Wisatawan Eropa dan India antri untuk ikut masuk ke kolam, ikut melakukan pembersihan diri seperti yang dilakukan oleh orang Bali. Di Pura ini terdapat 2 kolam dan 26 pancuran air suci. Berada di kolam dengan beberapa pancuran air yang bening, mereka berdoa. Tampak seorang Bapak dari India menggendong bayinya melukat di pancuran. Setelah puas berkeliling dan berfoto, kami melepaskan Sarung dan meninggalkan Pura Tirta Empul.

Kepalaku terasa nyut-nyut-an. Kenapa ya? Oh iya. Tadi pagi nggak minum kopi, hanya   minum susu edamame saja. Pantas nagih kopi. Sepanjang jalan keluar dari Pura ke tempat parkir, kami melewati penjual baju-baju dan barang-barang kerajinan setempat. Mendekati tempat parkir aku lihat ada resto-resto kecil yang menjual kopi. Langsung deh, beli kopi sachet Indo Cafe sekalian air panasnya.

Baru beberapa langkah keluar dari Resto, aku terpeleset dan kopi panas yang kubawa terlempar. Rupanya sandalku licin, ketika menuruni lantai yang miring. Lumayan, lututku memar. Restonya membuatkan lagi kopi yang sama tanpa mau dibayar. Terima kasih orang baik.

Kendaraan melaju menuju Ubud. Kami akan mengunjungi Pura Saraswati yang merupakan Pura untuk pemujaan Dewi Saraswati sebagai Dewi penguasa ilmu pengetahuan. Tempat wisata Pura Saraswati aku temukan di artikel "Wisata Ubud". Di fotonya, tampak sebuah Pura yang kolamnya dipenuhi tanaman bunga lotus. Lokasinya di tengah kota Ubud, dibelakang Café Lotus.

Tak kusangka, ternyata berbeda jauh dari foto yang pernah aku lihat. Mungkin itu artikel lama. Begitu masuk ke lokasi, kami membeli tiket seharga 35 ribu rupiah, kemudian harus mengenakan Sarung Bali berwarna putih dan Baju (model kimono) warna ungu. Disediakan pula Welcome Drink, bisa pilih minuman orange atau strabery.

Di atas kolam didepan kami, tanaman lotus beberapa bunganya mekar. Kami boleh melewati kolam dengan menginjak bulatan-bulatan semen yang ada di kolam, sambil berfoto. Kesempatan untuk kami bersaudara nampang bersama diatas pijakan-pijakan semen itu. Entah karena terlalu asyik atau bagaimana, adikku Dik Gun terjatuh atau terpeleset di kolam hingga basah kuyup.....



Setiap malam pada jam 19.30 digelar pertunjukan tari dengan harga tiket 100 ribu rupiah. Saat kami berada disana, petugas sedang menata karpet mempersiapkan pertunjukan tersebut. Karena kami sudah cukup capai, harus beristirahat untuk esok mengunjungi tempat wisata lainnya.  Hari ini kami punya kenangan manis. Di Pura Tirta Empul aku jatuh terpeleset dan di Pura Taman Saraswati Dik Gun yang jatuh tercebur di kolam.

Acara selanjutnya adalah jalan-jalan melihat sepotong jalan yang terkenal di Ubud, namanya Jalan Gautama. Jika sore hingga malam hari, wisatawan mancanegara (bule maupun Asia lainnya) memenuhi Resto dan Cafe-cafe di jalan ini. Bli Kadek Soma ngedrop kami di ujung jalan, dan jika sudah selesai kami akan telpon untuk dijemput.  Lalu lintas di Ubud sangatlah padat, sulit untuk parkir atau berlama-lama dipinggir jalan. Memang suasana Ubud setiap hari begitu ramai seperti jika ada perayaan Tahun Baru di Jakarta.








Hari ke IV, Tanggal 8 Mei 2025.

Setelah sarapan, kami bersiap untuk dijemput jam 9 pagi. Hari ini kami sekaligus cek out dari Hotel Puri Padma, sehingga koper-koper sekalian dibawa ke mobil. Tujuan kami adalah menuju Bedugul dengan Pura Ulun Danu dan Danau Beratan yang indah.

Aku belum memesan hotel untuk hari ini. Tapi semalam sudah minta tolong mas Dandy anakku, untuk memesankan hotel di sekitar Kuta, supaya ada kesempatan pagi-pagi bisa main ke pantai. Aku pilih hotel Fave (low budgetnya Hotel Aston) yang dekat dengan Mall Discovery. Mas Dandy berhasil dapat untuk semalam saja, esoknya ganti hotel lain lagi. Nggak pa pa, buat pengalaman. Jadi, nanti 2 malam kami menginap di Kuta.

Perjalanan dari Ubud ke Bedugul sekitar satu setengah jam. Setelah bermacet-macet ria disekitar Ubud, akhirnya perjalanan lancar, kami dapat melihat pemandangan pedesaan yang hijau menyegarkan mata. Bali sebenarnya tetap indah, meskipun di beberapa tempat memang sudah over turis.

Begitu sampai di Bedugul, ternyata sudah banyak bus parkir disana. Rombongan turis mancanegara, rombongan anak sekolah serta banyak mahasiswa dari kota-kota di Pulau Jawa datang untuk study tour atau sekedar piknik. Dari Purwokerto, Wonosari, Jombang dan entah mana lagi tampak dari kaos seragam atau benderanya. Juga tak ketinggalan  ibu-ibu berseragam dan berjilbab merah mengantri tiket.

Kami bertujuh membeli tiket masuk yang harganya 40 ribu. Sedang Bli Kadek Soma selaku Tour Guide masuk gratis. Menuju Pura, kami melewati taman bunga yang indah menyegarkan mata dan menenangkan hati. Bunga-bunga bermekaran menyambut tamu-tamu yang hadir mengagumi keindahannya. Disetiap sudut dibuat gapura ataupun bangunan indah untuk spot-spot foto pengunjung. Berada di ketinggian 1.200 meter diatas permukaan laut, menjadikan lokasi disini sejuk dan dingin. Disediakan pula tempat duduk   berupa patung atau ukiran bagi pengunjung yang capai untuk istirahat sejenak.  

Pura Ulun Danu dalam Bahasa Bali berarti Pura diatas danau. Pura ini disakralkan bagi orang Bali, karena dianggap sebagai sumber pemberi kemakmuran. Istimewanya, sebagian Pura berada diatas air, hingga tampak mengambang. Gambar Pura Ulun Danu terlukis di pecahan uang 50 ribu rupiah edisi tahun 2016.





Pada hari-hari besar umat Hindu, seperti hari raya Galungan dan Kuningan, di Pura ini diselenggarakan prosesi persembahyangan, Memang ada bagian-bagian di lokasi ini  yang tertutup bagi publik, hanya untuk upacara saja.

Tempat wisata ini memang sangat luas, sehingga walau banyak pengunjung masuk tetapi tidak kelihatan penuh sesak. Toiletnyapun bersih dan wangi. Udara yang sejuk dingin membuat kami lupa waktu. Bahkan adik-adik masih ingin naik speed boat mengelilingi danau. Begitulah hingga lebih dari jam 12 kami masih berada di sekitar Pura Ulun Danu.

Keluar dari Pura Ulun Danu, sebagian dari kami ingin melihat Kebun Raya Bedugul dan sebagian lainnya ingin ke Bali Farm House tempat binatang-binatang lucu yang biasanya hanya ada di luar negeri. Binatang-binatangnya antara lain Alpaka, Kuda Poni, Osricht (burung Kasuari), Sapi, Domba, dan lain-lainnya.

Aku suka anggrek, memilih ke Kebun Raya, khusus untuk melihat jenis anggrek-anggrek yang ada di habitat setempat. Beberapa tahun yang lalu, aku kesini tapi Koleksi Anggreknya sedang ditutup, di renovasi. Kebun Raya ini nama resminya adalah Kebun Raya Eka Karya Bali.

Setelah membeli tiket masuk dan tiket kendaraan yang mengantar ke Lokasi seharga 30 ribu rupiah. Kami berlima masuk ke bagian belakang Kantor untuk segera naik kendaraan terbuka, seperti odong-odong, yang hanya muat beberapa orang saja.

Sebenarnya beraneka flora menjadi koleksi Kebun Raya seluas 157,5 hektar ini, seperti jenis tanaman hias, tanaman obat, tanaman untuk upacara keagamaan HinduBali dan jenis tanaman lainnya. Karena terbatasnya waktu kunjungan dan memang hanya boleh satu tujuan saja, maka aku ke Koleksi Anggrek dan Kaktus yang lokasinya berdekatan. Kepada pengunjung diberikan nomor WA Petugas untuk menghubungi jika sudah selesai.

Dari begitu banyak jenis anggrek yang dikembangkan di Kebun Raya ini, hanya jenis anggrek Paphiopedillum bunga berwarna pink yang sedang mekar. Jenis anggrek ini aku pernah punya, yang bunganya berwarna coklat. Memang indah sekali.




Ada perasaan heran dan kecewa melihat kondisi koleksi anggrek milik Pemerintah (BRIN) kok dibiarkan tidak terawat. Padahal banyak wisatawan mancanegara dan mahasiswa yang berkepentingan mengunjunginya. Mereka pasti juga kecewa. Aku yang hanya pemerhati dan penyuka anggrek sangat menyayangkannya.



Setelah adik-adik yang ke Farm House tiba, kami meninggalkan Kebun Raya. Aku ingat suatu tempat yang juga indah, namanya The Secreet Garden Village.

"Kalau mama ke Bedugul, minum kopinya di Secreet Garden Ma”

Begitu pesan menantuku Dini, merekomendasikan untuk kesini.

Tempat ini sebenarnya Rumah Makan dan Cafe yang sangat estetik. Juga tempat edukasi untuk menjelajahi indahnya warisan Bali seperti Spa, Jamu, Parfum dan Sufenir patung yang lucu-lucu. Juga tempat permainan Swing atau ayunan dengan spot pemandangan sawah terasering dan air terjun. 

Harga tiket masuk 50 ribu rupiah per orang, yang 25 ribu rupiah bisa diperhitungkan dengan harga makanannya dan yang 25 ribu rupiah diperhitungkan jika kita membeli produknya, seperti biji kopi, parfum herbal dan lain-lain. Didalam Secreet Garden, ada Resto Bebek Timbungan, jenis masakan Bali dengan rempah yang lengkap. Wah, aku belum pernah mengenal kuliner ini. Seperti apa ya?

Bli Soma mendapat jatah sebagai Guide/Driver, tapi kami ajak duduk dan makan bersama didalam Resto. Untuk Mas Suami yang tidak makan daging bebek, aku pesankan Nasi Goreng dan ngopi.

Bebek yang sudah dibumbui dan dipresto hingga empuk tersaji didalam sepotong  bambu yang bisa dibuka karena dibelah tengahnya. Segeralah kami eksekusi. Daging bebeknya benar-benar empuk, bahkan sudah terlepas dari tulangnya. Satu paket Bebek Timbungan dilengkapi dengan Plecing Kacang Panjang dan 3 macam sambal, antara lain sambal matah khas Bali.

Selesai menikmati makan siang. kami berfoto ria. Karena tidak membeli produknya, maka diskon 25 ribu rupiah untuk 7 orang menjadi tidak terpakai. Makan kami berdelapan, ditambah harga tiket masuk menjadi 1.075 ribu rupiah. Sepadan dengan apa yang telah kami nikmati.




Kembali ke mobil, selanjutnya kami menuju ke arah Kuta, dimana kami akan menginap di Fave Hotel Kartika Plaza, untuk cek in. Sebelum cek ini, mampir dulu di Indomart untuk membeli Aqua dan roti buat persediaan jika diperlukan.

Aku berdua Mas Suami hanya meletakkan koper saja, karena harus melihat Hotel yang sudah aku pesan dan bayar uang muka sebelumnya, tapi belum tahu lokasinya berada dimana. Bli Soma mengantarkan ke Hotel Pavilion Kuta.

Suasana Kuta sore hari ini sangat macet, mobil berderet mengular mengikuti jalan yang searah. Lokasi yang sebenarnya tidak jauh dari Fave Hotel, menjadi jauh karena harus memutar. Jika jalan kaki pasti sudah sampai.

Hotel yang aku pesan itu hotel kecil, lokasi di jalan kecil, tapi cukup bersih dengan tampilan tanaman-tanaman yang hijau. Tampak beberapa Wisatawan Eropa dengan keluarganya menginap disitu. Menurutku tidak mengecewakan, sesuai dengan yang aku bayar.

Kembali ke Fave Hotel untuk mandi dan istirahat. Adik-adik yang ingin jalan lagi melihat Kuta di malam hari sambil mencari Nasi Jinggo dipersilahkan. Nasi Jinggo adalah Nasi bungkus murah meriah, isinya nasi putih dengan lauk ayam suwir dan oreg tempe, ditambah sambal pedas. Harganya 6 ribu rupiah sebungkus. Kalau di Solo, itu semacam Nasi Kucing, lauknya secuwil Ikan Bandeng goreng dengan sambelnya yang khas.

 

Hari ke V, Tanggal 9 Mei 2025.

Aku bangun pagi agak terlambat, padahal aku bertiga dengan Dik Gun dan Dik Astrid sudah janjian mau ke pantai jam 6.30. Agak bingung, key card kamar hanya diberi 1. Kalau aku bawa, lampu dan AC kamar akan mati. Bagaimana ya? Aku mendapat ide. Di tempat yang biasanya diletakkan key card aku ganti dengan kartu tol. Key card-nya aku bawa.

Keluar dari hotel, belok kanan, kemudian masuk melalui Mall Discovery menuju belakang, sampailah ke pantai. Menyusuri jalan seluas 1 meter yang sudah dibuat rapi ke arah timur, ketemulah dengan kedua Adik yang lagi asyik foto-foto.

Kondisi Pantai Kuta yang sekarang ini jauh berbeda dengan beberapa tahun lalu. Batu-batu menggunung di pinggir Pantai, hingga hanya sedikit pasir yang bisa diinjak kaki telanjang.  Dulu, aku berdua Mas Suami pernah menginap di Kartika Plaza. Saat itu Pantai masih asli, kami berjalan-jalan disepanjang pantai dengan pasir putihnya hingga jauh sepuasnya.

Hari ini kami berencana explore ke Pantai-pantai di sekitar Kuta seperti Pantai Melasti dan lain-lain. Syukur jika bisa melihat Canggu, daerah baru yang katanya disukai turis mancanegara.

Kami cek out dari Fave Hotel, sekalian membawa koper-koper karena nanti malam nginapnya di Hotel Pavilion Kuta. Bli Soma bilang bahwa lebih baik ke Canggu dulu, baru ke tujuan lainnya. Walaupun tidak jauh tapi karena kendaraan padat sekali, akan memerlukan waktu lama untuk sampai kesana.

Jam 9 meninggalkan hotel. Baru keluar dari Kuta belum seberapa jauh, sudah macet.  Didalam mobil terasa AC kurang dingin, mulai pada berkeringat. Bli Soma menelpon ke kantornya untuk meminta tukar mobil. Kami mampir dulu ke Bali Mutia Rental di Kerobokan. Hyundai H1 yang kami tumpangi  diganti dengan Hi Ace yang lebih longgar.

Benar sekali. Jalan menuju Canggu sangat macet. Canggu merupakan daerah bule-bule. Disepanjang jalan, mereka bertelanjang dada memperlihatkan tatonya, naik motor sendiri atau membonceng gojek. Cewek-cewek dengan rambut dicat warna-warni, dengan santai   mengendarai motor sewaan.

Semula kami mau duduk santai ditepi Pantai, tapi ternyata panas. Kemudian Bli Soma masuk ke sebuah Cafe, namanya The Lawn Beach. Sebelum masuk, aku sedikit ragu. Cafe elite begini pasti makanannya mehong ...... tapi sudah terlanjur.

Benar juga. Karena sudah terlanjur masuk, aku pilih-pilih menu dan pesan makanan.

- Piza Margaretha yang berisi 6 slices : 2 pcs

- Piza Mushroom yang berisi 6 slices  : 1 pcs

- Kelapa muda fresh : 8

- dan teh hangat buat mas Suami.

Sambil menunggu makanan, aku dan adik-adik turun ke pantai. Foto-foto dengan background laut yang tenang dan payung-payung yang cantik. Pastinya Cafe cantik seperti ini akan penuh pengunjung yang menikmati sun set di sore hari.






Mengingat kembali ke Kuta akan dihadang kemacetan lagi, kami meninggalkan The Lawn Beach sekitar jam 12 an. Di Canggu ini, dik Nandya keponakan Mas Suami punya usaha  Cafe, namanya : BRUUN Bake house, a home for breakfast. Bisa dilihat di Google maupun di IG. Mas Dandy yang pernah main ke Cafenya. Tadinya kami mau mampir, tapi ternyata lokasinya harus memutar dari jalan yang kami lewati sekarang, dan nanti kembalinya lewat jalur kemacetan ini lagi. Kami putuskan untuk tidak jadi mampir.

Dari Canggu masuk ke Kuta, kami langsung mencari tempat makan siang. Teman Dik Astrid merekomendasikan Rumah Makan Pink Tempong yang ada di Kuta.  Nasi Tempong ini banyak dicari Wisatawan Domestik, yang pasti  halal. Tempong adalah nama sambal tomat yang sangat pedas, khas dari Banyuwangi.

Rumah Makan berwarna pink ini penuh sesak pada jam makan siang. Kami antri untuk bisa duduk, dan mendapat nomor 69 dan 419. Dik Astrid yang pesan sekalian bayar di Kasir, 4 Nasi Tempong dengan lauk Ayam Goreng dan 4 dengan Ayam Bakar. Kelengkapannya ditambah sayuran berupa bayam rebus dan timun, ikan asin dan sambal. Selain Ayam goreng, boleh juga lauk lainnya seperti ikan lele atau Udang. Untuk 8 Nasi Tempong dengan lauk Ayam dan minuman teh, bill-nya 453 ribu rupiah. Sangat memuaskan, terutama sambelnya yang terasa seperti menggigit…..

Tujuan selanjutnya adalah ke Pasar Kedonganan. Aku sering melihat Youtube nya para Traveller yang belanja ikan segar di Pasar Kedonganan, kemudian dimasakkan di Tukang Jasa masak di belakang pasar. Hasil masakannya dinikmati sambil menunggu datangnya sun set di Pantai Kedonganan. Kepengin seperti itu, tapi sayang kami datang kesorean. Pasar mau tutup.

Sebenarnya, karena habis makan Nasi Tempong, perut masih kenyang. Kami hanya ingin duduk-duduk santai di pinggir pantai. Rencana hari ini ke Pantai Melasti tidak terpenuhi jadi masih penasaran. Bli Soma menurunkan kami di Resto Jukung dipinggir Pantai. Resto-resto disini seperti yang ada di Jimbaran. Sudah aku duga, pasti harga makanannya mihil…..  Dan memang benar, ketika aku lihat Daftar Menu, paket untuk 6 orang harganya 3,5 juta rupiah. 

Aku masih ragu-ragu, masih kepengin santai-santai di Pantai Kuta sebelum besuk pulang ke Jakarta. Betapa tidak? Di Pantai Kuta aku ber-empat dengan anak-anak ketika mereka masih kecil-kecil pernah berlibur. Demikian pula aku berdua dengan Aisha, dengan Lila dan Lura juga pernah menikmati kebersamaan ketika mereka masih kanak-kanak. Sedangkan sekarang sudah menjadi gadis-gadis…..


Akhirnya Mas Suami yang memutuskan, untuk duduk-duduk sekedar ngemil menghabiskan waktu  di Warung Made di Kuta. Warung Made sudah sangat terkenal di Bali. Sejak aku pertama kali ke Bali, sudah ada. Walaupun namanya Warung, tapi sebenarnya restoran. Banyak bule makan disini. Karena sebenarnya masih kenyang, kami hanya makan sekedarnya saja. Mas Suami, aku dan Dik Gun pesan French Fries. Dik Astrid pesan Rujak. Demikianlah, karena harus istirahat, kami pulang ke Hotel Pavilion.

 

Hari ke VI, Tanggal 10 Mei 2025.

Pagi-pagi semua sudah siapkan kopor-kopor dan tas-tas lainnya untuk cek out dari hotel, yang aku rencanakan pada jam 9.30. Jarak hotel ke Bandara I Gusti Ngurah Rai tidak terlalu jauh. Karena tiket Mbak Sam dan Mas Kimin penerbangan Garuda ke Yogya jam 12.05 dan tiket kami yang lain Citilink ke Cengkareng jam 13.55, maka dari hotel jam 9.30 agar tidak kemrungsung. Diharapkan sampai Bandara sekitar jam 10 atau 2 jam sebelum take off.

Sebelum cek out, pihak hotel minta kami berfoto bersama dipinggir kolam renang, untuk diposting di IG nya. Boleh juga….. 

Untuk ke Bandara, kami dipesankan Taxi Blue Bird. Proses di Bandara lancar, tidak ada masalah yang berarti. Setelah tiket ditangan dan mengetahui nomor Gate nya, maka sambil menunggu kami cari sarapan. Warung Made di Bandara tempatnya luas dan makanannya beragam. Aku berdua sarapan ketupat sayur ala Made dengan teh hangat. Ada yang pesan nasi Jinggo, bubur dan lainnya.

Demikianlah kami semua selamat sampai tujuan rumah masing-masing di sore hari sekitar jam yang sama. Kegembiraan dan silaturahmi keluarga SUNARDJAN sebisanya dilanjutkan hingga kami semua Allah panggil pulang menghadapNya. InshaAllah…...


Jakarta, 14 Mei2025. 

Wassalamualaikum ww. 

  

 

 

 

 







Tidak ada komentar:

Posting Komentar