Assalamualaikum
ww.
Sumatera Utara, khususnya Danau Toba dengan
Pulau Samosir, adalah salah satu destinasi
wisata yang dijadikan “10 Destinasi Bali Baru” oleh Kementerian
Pariwisata. Tak salah jika kami ingin jalan-jalan kesana. Rencana ini
telah lama kami pikirkan dan pertimbangkan. Untuk menyemangati, WA grup kami ganti
namanya menjadi “Visit Medan”, dengan harapan suatu ketika akan
terlaksana.
Dengan persiapan hanya beberapa hari, akhirnya
kami sepakat untuk go to Medan. Direncanakan bersama hanya via WA tanggal 25
September, kemudian pesan tiket Citilink tanggal 28 September untuk keberangkatan
tanggal 3 Oktober 2019. Pesertanya adalah grup teman-teman Mas suami, yang
sudah sering jalan bareng. Mereka adalah Bp Novian Thaib dan ibu Ida Novian,
Bp Thamrin Sihite dan ibu Ida Thamrin, Bp Ari Warianto dan ibu Nenden Ari serta
kami berdua. Perjalanan kali ini adalah yang ke empat, setelah Sukabumi,
Banyuwangi, dan Yogya - Solo. Karena Bp dan ibu Thamrin berasal dari daerah Sumatera Utara, jadilah beliau berdua
menjadi Host selama kita berada disana.
Oh iya.
Itinerary kami adalah : Medan – Berastagi – Samosir – Pematang Siantar – Medan.
Kami akan menginap di kota-kota tersebut, sehingga setiap hari berpindah
tempat. Pasti seru ceritanya. Stay tune here ya……...
Hari Pertama.
Pesawat mendarat di Bandara Kuala Namu
dengan mulus pada jam 10.40 dan kami sudah dijemput oleh Mobil Toyota Hi Ace yang punya nama “Mr. Klayapan” dengan Driver
merangkap Guide Pak Rambe. Nama mobilnya unik ya, dalam bahasa Jawa artinya
“seneng pergi kemana-mana”……
Kami langsung menuju Restoran Budaya
untuk makan siang dan shalat. Restorannya bagus, teduh, banyak pepohonan,
dengan menu masakan Nusantara. Tempat makan kami berupa Bangunan Joglo yang
sangat luas. Rasanya ini bisa untuk acara pesta pernikahan. Menu yang dipilih
ibu-ibu adalah Ikan, Ayam, Udang, dan Sayur daun singkong. Minumannya khas
Medan, Markisah dan sereh serta Markisah dan Terong Belanda (Martabe). Sayang
harga makanannya cukup mahal, pastinya disesuaikan dengan tempat dan lokasinya yang bagus. Sebenarnya jika pembayaran dilakukan dengan Kartu Kredit
suatu Bank tertentu, akan mendapat diskon 50%. Tetapi kami baru tahu hal tersebut ketika
akan meninggalkan restoran. Tak apa, buat catatan untuk yang akan datang.
Belum ke Medan jika belum ke Masjid Raya dan
Istana Maimun, maka mobil meluncur ke sana. Masjid Raya Medan juga disebut
Masjid Al Mashun dibangun dari tahun
1906 hingga 1909 atau berumur 110 tahun. Meskipun sudah berumur tua tapi tetap
kelihatan terawat bagus. Kami foto bersama terlebih dahulu. Karena ada diantara
teman-teman kami yang belum shalat, dipersilahkan shalat, sedang yang lain
melihat ke sekeliling masjid.
Tak jauh dari Masjid Raya Medan, di Jalan
Sultan Ma’mun Al Rasyid, terletak Istana Maimun yang kami tuju. Istana
Kesultanan Deli ini dibangun pada tahun 1888 sampai tahun 1891 pada masa Sultan
Ma’mun Al Rasyid Perkasa Alamsyah. Beberapa
tahun yang lalu (waktu aku masih muda) pernah masuk ke dalam istana ini,
berfoto dengan mengenakan busana Melayu bagaikan Permaisuri Raja. Sekarang sepertinya sudah tidak sesuai lagi. Permaisurinya sudah pensiun …........
Kali ini cukup berfoto bersama teman-teman di lokasi yang sudah disediakan, dengan back ground
Istana Maimun yang masih tampak megah.
Dari Istana kami meluncur menuju Tjong A
Fie Mansion. Mungkin banyak diantara kita yang belum tahu, tempat apa
ini? Tempat ini merupakan rumah tinggal Keluarga Tjong A Fie, dahulu adalah seorang
pengusaha China dermawan yang sukses dan menjadi orang terkaya di Medan. Dilahirkan
di negeri China pada tahun 1860. Pada umur 20 th datang ke Medan. Karena
kesuksesan dan kedermawanannya, ia menjadi panutan orang-orang China di Medan dan
oleh pemerintah Belanda diangkat sebagai Mayor dalam arti gelar kehormatan. Tjong
A Fie tutup usia di tahun 1921.
Selain meninggalkan sebuah rumah berikut isinya
di Jalan Ahmad Yani no 105 Kesawan, juga meninggalkan Wasiat untuk dilaksanakan
oleh Ahli Warisnya, yang intinya adalah supaya hartanya digunakan untuk berbuat
kebaikan bagi sesama tanpa membedakan suku dan agama, sebagaimana yang telah dilakukannya
semasa hidupnya. Meninggalkan Tjong A Fie Mansion, meninggalkan
sebuah renungan. Alangkah mulia nya
orang ini. Apa yang dilakukannya patutlah menjadi contoh kebaikan bagi kita
semua.
Kemana lagi kita nih? Saatnya ngopi sore. Di dekat Tjong A Fie Mansion, masih di daerah Kesawan, kami menikmati kopi Medan di sebuah Café. Rupanya Host sudah merencanakan acara yang membuat semua peserta happy…… Durian Medan, wouw……..
Mobil merapat ke Jalan Iskandar Muda yaitu Restoran
atau tempat makan yang namanya Durian Si Bolang. Bolang artinya kakek. Kata
orang, Durian Si Bolang ini adalah saingan dari Durian Ucok yang telah
melegenda. Benarkah? Restorannya cukup bagus dan luas, sepertinya seluas 4 ruko
yang digandeng. Tempat duduk kayu dengan bangku-bangku ditata rapi. Selain tempat duduk kayu, juga ada tempat duduk
dengan jok empuk warna merah. Di antara tempat-tempat duduk itu terdapat pot
besar dengan tanaman pohon durian (tanaman hidup asli) yang pada dahannya menempel
beberapa buah durian palsu sebagai hiasan. Bagi yang tidak ingin tangannya
kotor ketika makan durian, di meja-meja telah tersedia sarung tangan plastik dan
dibawah meja sudah disediakan tempat sampah bersih sebagai tempat membuang
kulit dan biji durian. Kemudian di sudut sana tampak peralatan musik, mungkin
digunakan untuk hiburan nyanyi-nyanyi di hari week end.
Kami memesan durian yang manis dan yang pahit.
Sebelum buah durian yang disodorkan oleh Pramusaji dibuka, kita rasakan dulu,
enakkah atau cocokkah. Yang dibuka hanya yang OK saja. Kamipun menikmati durian
dengan asyik……….Foto dulu dong ……
Seperti kami, banyak pengunjung terlebih dahulu
berfoto ria sebelum masuk ke restoran dan ketika sedang menikmati durian. Hampir
magrib ketika acara santap durian selesai. Pak Novian sama sekali tidak makan
durian, jadi kami hanya bertujuh menikmati buah kesayangan ini, dengan harga
seluruhnya Rp. 416.000. Artinya Rp. 60.000. per orang. Sangat memuaskan, sesuai
dengan kenikmatannya…….
Tempat menginap kami malam ini adalah di Hotel
Ibis Style Medan Pattimura. Kami cek in dan sejenak beristirahat karena nanti
malam kami akan santap malam dengan hiburan musik. Host telah memesan makan
malam dî Restoran Pondok Indah di Jl. Samanhudi. Medan.
Ketika kami tiba disana, agak heran, kok sepi
dan kosong? Apakah hanya kami tamu yang datang? Nggak pa pa, malahan bisa
santai. Tak lama hidangan sudah terhidang di meja kami,
berupa Ikan Gurame asam manis yang legit, Steam ikan bawal putih, Ayam
kampung goreng, Ikan asin dengan pete, Ca Kangkung dan Tauge teri. Alangkah
nikmatnya, santap malam sambil mendengarkan lagu-lagu merdu yang dibawakan oleh
seorang penyanyi wanita, kalau tidak
salah namanya mbak Nana.
Saat yang lain sedang menikmati makan, pak
Novian mengawali ke panggung dengan alunan lagu Gereja Tua dari grup
Panbers. Wah …… bener-bener suara Pak Novian persis Beny Panjaitan. Tak
terasa 3 lagu telah dinyanyikannya. Kemudian disusul Pak Thamrin dengan lagu-lagu
Tapanuli yang dinamis, berturut-turut 3 lagu. Asyiiik …….. Suasana makin hangat.
Giliran berikutnya Mas Suami menyanyikan lagu Bubuy Bulañ dan 2 lagu lainnya
dari Bimbo. Boleh juga nih …….
Selanjutnya Penyanyi ketiga, Pak Ari dengan
suara baritonnya menyanyikan 2 lagu kesayangannya. Siiip…. Ibu-ibupun tak
ketinggalan berpartisipasi. Ibu Ida Novian dengan suaranya yang tinggi, menyanyikan
lagunya Ermy Kulit yang nge jaz itu, dilanjutkan dengan lagu hits tahun 80an, Kenangan
Desember. Sedangkan Ibu Ari dengan gayanya yang luwes, memanaskan suasana
dengan lagu dangdut Terajana. Langsung kita bersama-sama berjoget ria ….… Aku dan
bu Thamrin jadi supporter yang baik he he he….
Santap malam ditutup dengan lagu Kemesraan dan baru
berakhir pada jam 10 dengan memuaskan. Makanannya enak dan musiknya
menggembirakan. Pemain Organnya sudah professional, meski usianya muda tapi bisa
mengiringi lagu-lagu Oldies.
Hari kedua.
Setelah breakfast bersama di Hotel Ibis, rombongan
berangkat jam 8 menuju Berastagi dengan melewati tempat-tempat wisata, dimana
kami akan berhenti sejenak untuk menikmatinya. Pak Thamrin duduk di depan dan bagaikan
seorang Guide menjelaskan dan menceriterakan berbagai hal yang belum kami
ketahui. Antara lain mengenai etnis Batak yang terdiri dari bermacam suku/sub
suku dengan ciri-ciri khasnya. Mereka cerdas, pintar ngomong dan pemberani.
Banyak
diantara mereka yang menonjol dan sukses di bidangnya. Para Pengacara papan
atas di tanah air seperti Hotman Paris Hutapea, Ruhut Sitompul dan kawan-kawan kebanyakan
berasal dari sini. Demikian pula nama besar di lingkungan ABRI seperti Almarhum
Jenderal Abdul Haris Nasution.
Di bidang musik, mereka adalah seniman berbakat.
Salah satu idolaku adalah Rinto Harahap,
Pencipta lagu-lagu indah di jamanku. Lagu-lagu daerah dari sini seperti Butet, Sing
Sing So, Alusiau, Situmorang dan lainnya, menjadi abadi sepanjang masa.
Pengembangan perekonomian di wilayah ini pun tidak
terlepas dari tangan dingin Pak TB Silalahi dan Pak Luhut Panjaitan,
yang telah memajukan masyarakat dengan mendirikan institusi pendidikan dan membangun
berbagai usaha yang menyerap tenaga kerja dan memutar roda ekonomi. Belum
sempat aku tanyakan ke Pak Thamrin, bagaimana dengan Pak Chairul Tanjung,
pengusaha top yang adalah salah satu orang
terkaya di Indonesia? Apakah juga punya rekam jejak di sini?
Berbicara mengenai kesuksesan, tentu saja ada
juga yang kurang atau belum sukses. Tetapi mereka ini tidak kembali ke kampung
halaman, tetap dirantau bekerja sebagai Sopir, Kernet, Tambal Ban dan
lain-lain.
Di sepanjang perjalanan, sering aku temui tulisan
BPK. Itu tidak ada hubungannya dengan Badan Pemeriksa Keuangan, melainkan singkatan
dari Babi Panggang Karo. Mayoritas masyarakat
Karo adalah non muslim. Itulah mengapa banyak Tempat Makan atau Warung yang
menambahkan kata muslim, guna mempermudah para wisatawan memilih tempat makan. Untuk
masalah makanan memang kami harus selektif.
Melewati jalanan naik turun dan berliku-liku,
yang merupakan deretan Pegunungan Bukit Barisan, aku mulai merasa pusing
dan mabuk. Untunglah segera sampai di tempat peristirahatan untuk ngopi pagi. Nah,
kesempatan untuk bisa membeli antimo.
Warung Wajik Peceren H. Ngadimin. Itulah yang tertulis
di papan nama. Tempat ini cukup terkenal karena menjual kue-kue yang enak. Yang
khas adalah Wajik. Selain Wajik ada Lemper, Kue Bugis, Ombus-ombus, Gemblong
dan lain-lain. Kalau biasanya wajik dihidangkan berupa irisan padat yang bisa
dipegang tangan tetapi wajik disini lebih tipis dan lembek, dihidangkan di
piring kecil dimakan dengan cara disendok karena lengket.
Makanan lainnya Nasi Pecel,
Lontong dan Soto. Teman-teman ngopi atau minum teh sambil menikmati kue-kue
manis yang mak nyus. Sekali lagi aku memperhatikan Papan Nama, ada kata
“Peceren”, apakah ini nama Desa? Kata ini dalam Bahasa Jawa artinya “Parit yang
kotor, airnya tidak mengalir, dengan bau tidak enak” …….. Lupakan dulu kata Peceren………..
Perjalanan masih cukup jauh. Sambil ngobrol di
mobil Pak Thamrin cerita tentang Politik Identitas dalam Pilkada dan Pilgub di Sumatera
Utara. Tentunya masih ada hubungannya dengan Pilgub DKI yang lalu. Aku tidak begitu
suka politik, walaupun tetap up date informasi yang berkembang dari waktu ke
waktu. Menurutku, semestinya seorang Calon Pemimpin Daerah dipilih berdasarkan kualitas
pribadinya, dengan mempertimbangkan track record dan visi-misinya. Bukan
berdasarkan identitas (suku, agama, ras).
Namun apapun dan bagaimanapun
ceritanya, seseorang yang bisa menduduki jabatan demikian tinggi adalah Takdir
Allah, merujuk pada penggalan ayat Al Qur an : “Dan tiada sehelai daun pun yang
gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula)”. Aku optimis dan meyakini, di tahun-tahun
mendatang, Generasi Milenial yang penuh ide, rasional, dan suka bekerja keras, akan
membawa Indonesia ke jaman keemasannya. In syaa allah…..
Mobil berbelok masuk menuju Taman Simalem
Resort. Tempat ini dikenal sebagai
Hotel untuk menginap dan berlibur keluarga. Pemandangannya sangat indah dan asri.
Udaranya sejuk. Mengikuti jalan menurun berliku-liku dan sepi, di kiri kanannya
penuh pepohonan dan tanaman hijau serta bunga-bunga. Dan ketika jalanan mulai
naik, begitu tiba diatas, wouw…….… pemandangan begitu indah.
Inilah sepotong
surga di Tanah Karo. Tampak Danau Toba yang berwarna hijau kebiruan dari
atas, seperti cermin. Kesempatan yang tak kan kami sia-siakan untuk berfotoria.
Foto bersama, berdua, dan sendiri di semua spot yang bagus, hingga kehabisan
gaya.
Kami turun melihat-lihat ke Agromart & Café,
tempat ngopi dan toko yang menjual Kopi Organik Simalem dan produk organik
lainnya. Kopinya beraroma jeruk, karena aroma kopi dipengaruhi tanaman
yang tumbuh disekitarnya.
Meninggalkan Taman Simalem Resort,
jalanan masih berliku dan naik turun, kami disambut hujan yang turun
rintik-rintik. Bersyukur wilayah Sumatera sudah memperoleh limpahan air hujan,
sehingga mengurangi atau mematikan api akibat kebakaran hutan. Jakarta hingga hari
ini baru sekali turun hujan. Waktu sudah menunjukkan jam dua, kami sampai di
tempat makan untuk makan siang. Tempat makan ini halal, masakan ikan. Namanya
Rumah Makan Wong Suroboyo. Makanannya dimasak secara mendadak, sesuai pesanan.
Aku tidak memperhatikan Ibu Thamrin memesan masakan apa. Yang jelas,
masakan tidak terlalu lama sudah tersedia di meja dan semuanya fresh, enak,
mantap. Ada Ikan Mas, Udang, sayuran dan lain-lain. Masakan yang tidak terlupakan
olehku karena baru sekali ini merasakan dan sangat enak, mak nyuss, adalah
Ikan Nila Bakar dengan sambal Andaliman.
Untuk mengetahui apa itu Andaliman,
aku langsung gogling. Rupanya inilah bumbu rempah yang membuat lezat masakan
khas suku Batak yang sering disebut Merica Batak. Andaliman merupakan
buah dari tanaman jenis jeruk yang ukurannya kecil-kecil berwarna hitam. Bukan
itu saja, masakan Arsik Ikan Mas di rumah makan ini juga sangat enak.
Memang kuliner suku Batak punya kekhasan tersendiri. Dari Bendahara ibu Novian,
aku mengetahui bill nya Rp. 630.000.- Murah dan enak …..
Tujuan wisata kami selanjutnya adalah ke Air
terjun Sipiso Piso yang terletak di Bukit Tongging. Kami sampai
disini sudah agak sore. Air terjun dengan ketinggian 800 m diatas permukaan
laut itu hanya bisa kami lihat dari jauh. Tinggi air terjun sekitar 120 m, Lokasinya tepat di bibir kaldera Toba sebelah
utara. Jika ingin mendekati, harus turun kebawah, disana disediakan anak tangga
kecil-kecil dan tentu perlu waktu lama. Turunnya sih mudah, tapi nanti naiknya
bukan lagi setengah mati, tapi hampir mati ......
Meski saat ini setiap orang punya Hp dengan
kamera, masih ada juga Tukang Foto Amatir yang menawarkan jasa foto.
Mereka membawa contoh foto yang telah mereka ambil. Rupanya mereka punya
trik-trik tertentu untuk membuat foto yang eksklusif. Kamipun tertarik dengan
foto yang ditawarkan. Tukang foto berkuncir yang satu ini aku suka, apalagi dengan
yel-yelnya : NKRI harga mati… Aku Anak Papua….
Harga Foto per lembarnya Rp. 20.000. Yah, bagi-bagi
rejeki, biar mereka juga bisa bersenang hati. Laris manis……
Hari menjelang senja ketika mobil kami memasuki Berastagi. Kami
menginap di Sinabung Hills, sebuah hotel bintang 4. Tiba di hotel sudah
menjelang malam, hujan rintik-rintik dan lampu-lampu sudah menyala. Kami cek in
dan langsung masuk kamar. Udara sangat dingin. Apalagi musim hujan di daerah
ini sudah dimulai.
Sebenarnya untuk makan malam sudah malas keluar, tapi Pak
Thamrin meragukan kehalalan makanan di hotel. Mas Suami mencoba untuk
menanyakan ke Petugas restoran. Katanya makanan yang disediakan disini halal.
Jadi diputuskan untuk pesan makan dari kamar masing-masing. Kamar cukup luas, nyaman,
dan aku memastikan dulu ke kamar mandi, ada air panasnya. Setelah selesai mandi,
melihat-lihat menu, akhirnya kami pesan Nasi dan Sop Buntut. Ternyata porsinya memang
besar. Satu berdua cukup kenyang. Rasanyapun mantap. Selesai mandi, sholat dan
makan malam, dengan udara yang begitu dingin, mata pun tak dapat ditahan untuk
langsung istirahat. Selamat tidur… ....
Hari
Ketiga.
Subuh
disini lebih siang dibandingkan di Jakarta. Setelah usai sembahyang, sayapun
memasak air di teko untuk menikmati kopi pagi. Saya biasa membawa kopi sendiri dalam
setiap perjalanan. Kopi yang saya sukai yang tidak pahit alias kopi susu atau
kopi dengan creamer.
Begitu
membuka jendela, masyaallah ........ cantik sekali ……
Aku melihat
kebawah, tampak kolam renang yang biru dan taman dengan hamparan bunga beraneka
warna yang memanjakan mata. Nun jauh disana 2 puncak gunung bersaput awan tipis
mempercantik pemandangan. Aku lihat dari atas Pak Thamrin sudah berjalan-jalan sendirian
menyusuri jalan sepanjang taman.
Kami segera
mandi dan turun untuk breakfast di coffeshop. Teman-teman juga sudah berada
disana menikmati sarapan pagi. Hari ini dress code kami atasan merah
celana hitam agar foto-fotonya lebih tajam. Pak Tukang Kebun yang baik hati
memberi info dimana spot-spot yang bagus dan sekaligus memotret kami berdua ibu
Thamrin. Setelah breakfast bapak-bapak dan ibu-ibu berfoto bersama-sama di
taman bunga. Keindahan taman-taman di Sinabung Hills seolah terpatri dalam
ingatanku. Ingin suatu ketika mengajak anak-cucu berlibur kesini.
Cek out
dari Sinabung Hills tujuan pertama kita adalah Pasar Buah Berastagi.
Hari masih pagi sehingga Pasar belum ramai. Bapak-bapak hanya menunggu di
mobil, dan ibu-ibu turun berbelanja. Di
pintu masuk pasar, penjual umbi tanaman bunga menawarkan dagangannya. Umbi bunga Dahlia, Sedap Malam, Gladiol dan tanaman bunga
lain seperti yang tergambar di foto, tinggal pilih saja. Karena harganya menurutku
murah langsung saja beli 2 macam umbi bunga. Eh, kok nggak kapok-kapok juga,
karena sering tanaman yang aku beli didaerah dingin ternyata nggak akan berbunga
di Jakarta yang panas. Yah, dicoba dulu, siapa tahu nanti berbunga.
Ibu-ibu yang
lain ke penjual buah. Aku ikutan memilih buah markisah pesenan putriku. Wah,
banyak sekali yang ingin dibeli. Harganya murah-murah. Jeruk Medan kualitas
pertama yang besar-besar harga per kg 20.000. Mengingat maksimum bagasi
Citilink 20 kg dan tentengan 7 kg, aku mengukur diri. Yang penting pesanan buah
markisah sudah terbeli. Keluar menyeberang jalan, banyak kios bibit tanaman hias
dan bibit pohon buah. Rupanya ada yang jual anggrek juga. Mampir beli sedikit saja,
hanya buat sekedar kenang-kenangan. Beli Anggrek Vanda dan Cattleya Species
Berastagi yang masih kecil supaya bisa dimasukkan di koper tanpa harus mengurus
karantina. Kembali masuk ke dalam pasar, aku melihat kaos dengan tulisan
Berastagi bergambar motif khas Batak, jadi teringat ketiga gadis kecilku…… bungkus........
Cukup
lama juga ibu-ibu berada di Pasar Buah Berastagi. Jika tidak diingatkan, pasti
masih ingin melihat-lihat yang lain lagi, padahal masih panjang perjalanan
kita. Rombongan meninggalkan Berastagi menuju ke Sidikalang. Kota Sidikalang
adalah ibu kota dari Kabupaten Dairi. Disini mayoritas masyarakatnya non
muslim. Jadi untuk yang muslim harus selektif memilih tempat makan.
Untuk
makan siang, Bapak Ibu Thamrin memilih Rumah Makan Tanjung di Jl.
Sisingamangaraja, yang sudah menjadi langganannya. Pemilik rumah makan ini
masih kerabat ibu Thamrin. Masakan khas di Restoran ini adalah Ikan Sale yaitu
ikan lele asap dengan kuah merah. Selain ikan sale, ada Arsik Ikan Mas
dan hidangan lainnya. Sambil menunggu bapak-bapak beristirahat dan ngopi,
ibu-ibu naik bentor (becak motor) mau beli durian. Meskipun bukan musimnya, di wilayah
Sumatera Utara ini selalu ada durian dan selalu dapat yang enak. Tak perlu
khawatir, disini ada Boru Pasaribu yang ahli durian..….
Setelah
makan siang, kami menuju Masjid Raya Sidikalang untuk sembahyang jamak qoshor
Dhuhur dan Ashar. Masjid sedang renovasi membangun Menara. Di kota ini juga sangat
terkenal kopinya, Kopi Sidikalang. Salah satu Toko yang mengolah sendiri dan
menjual kopi berada disekitar masjid Namanya Toko Tanpak. Kami
membeli kopi untuk oleh-oleh.
Perjalanan
dilanjutkan menuju Pulau Samosir yang kira-kira masih 92 km atau dua setengah
jam lagi. Jalannya kurang bagus dan sepi. Di sebelah kiri kanan jalan, yang ada
hanya lahan yang dibiarkan kosong tidak ditanami apa-apa. Merupakan kebiasaan
masyarakat disini anak-anak mudanya merantau, tinggal hanya orang-orang tua
saja yang tidak mempu lagi mengolah lahan. Jika diolahpun, akan sering merugi
karena harga hasil produknya tidak menentu.
Masih ada
satu destinasi wisata yang kami kunjungi sebelum sampai ke Pulau Samosir yaitu Penatapan
atau Menara Pandang Tele Samosir, yang merupakan spot terbagus menikmati pemandangan
Danau Toba yang eksotis dari ketinggian. Dari Menara pandang ini tampak nun
jauh dibawah sana, Danau Toba yang airnya biru kehijauan dengan diselingi
gundukan bukit-bukit nan cantik. Dipinggir
danau tampak vila-vila atau mungkin rumah-rumah penduduk. Kami naik ke atas, melihat
pemandangan danau dari atas bukit sambil minum kopi sore. Gerimis dan udara
sejuk dingin menambah cantik suasana dan
pemandangan di sekitar danau..
Danau
Toba menurut para ahli, sejatinya adalah kaldera sebuah gunung purba. Setelah
letusan yang hebat berabad silam, lama kelamaan tertutup dan terisi air. Luas
seluruhnya adalah 1.130 km2, merupakan danau terluas kedua di dunia setelah
Danau Victoria di Afrika. Begitu luasnya, 7 wilayah kabupaten berada disekelilingnya,
yaitu Kabupaten Simalungun, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan,
Dairi, Karo dan Samosir. Kedalamannya
sekitar 500 m. Pulau
Samosir adalah pulau vulkanik. Merupakan pulau diatas pulau, yang luasnya 630
Km2, berada 1.000 m diatas permukaan laut.
Mungkin
teman-teman sama seperti aku yang sudah lama tidak ke Danau Toba dan Pulau
Samosir. Saat ini Pulau Samosir sudah merupakan sebuah Kabupaten
tersendiri yaitu Kabupaten Samosir dengan ibukota Parurungan..
Tidak seperti yang dulu pernah aku lakukan, menuju ke Pulau Samosir melewati
Parapat dan menyeberangi danau hingga mendarat di Tomok. Sekarang tanpa
menyeberang, kami sudah berada di Pulau Samosir.
Perjalanan kami dari Sidikalang
menuju Pulau Samosir melewati Parurungan. Di Parurungan inilah daratan Pulau
Sumatera hanya dipisahkan oleh satu jembatan yang tidak panjang, hingga
seolah-olah menyatu dengan Pulau Samosir. Mobil langsung masuk Pulau
Samosir. Aku perhatikan ketika mobil melaui jembatan, apakah benar-benar
menyatu? Memang dibawah jembatan hanya terdapat sedikit air.
Inilah wilayah
yang akan ditingkatkan potensi wisatanya oleh pak Jokowi, yaitu dengan membangun
infrastruktur jalan maupun Bandara Silangit yang beberapa waktu lalu
dibuka. Dengan bandara itu, wisatawan dari luar negeri langsung dapat
menikmati indahnya Indonesia. Pemerintah menganggarkan 4 T untuk menjadikan
wilayah ini go internasional.
Sepanjang
perjalanan di daratan Pulau Samosir, jalan aspal mulus dengan pemandangan rumah-rumah
penduduk diselingi dengan pemandangan danau. Jalan utama yang kami lalui ini berada di sepanjang tepian danau, menghubungkan
Pangururan di ujung barat pulau, sampai Tomok di ujung timur pulau. Jika kita
lihat peta, berarti mobil kami menyusuri sisi pulau sebelah utara. Perjalanannya
sekitar satu setengah jam. Sebelum sampai ke Tomok, mobil berbelok ke kiri,
masuk sedikit sampailah kita di Samosir Cottages Resort tempat kami
akan menginap malam ini.
Resort
berlantai 3 dengan bentuk ngantong (di depan sempit, di dalam luas) ini
dibangun mengikuti kontur tanahnya yang menurun. Kamar kami berdua berada di
lantai 1. Dari halaman depan naik dulu ke lobi, kemudian menyeberangi semacam
jembatan, lalu menuruni anak tangga hingga 3 lantai. Wah lumayan terasa di lututku
yang sudah agak bermasalah ini. Coba nanti dilihat, bisakah langsung dari halaman
depan melalui tempat parkir terus ke kamar tanpa harus melewati lobi untuk
menghindari naik turun tangga.
Kamar-kamarnya masih baru dan bagus, tetapi
rupanya belum siap untuk digunakan tamu. Belum ada pesawat telepon dan belum
ada remote TV. Aku coba air panasnya tidak jalan. Bagaimana menghubungi Room
Service kalau tidak ada telpon, apakah harus berjalan naik turun ke Resepsionis?
Koper kami pun belum sampai kamar. Sabar……
Tampaknya
pihak hotel kewalahan dengan banyaknya tamu yang cek in di week end ini. Setelah
beberapa waktu, baru ada Petugas yang datang membawa koper kami. Ternyata ada
kesalahan tehnis memasang keran, untuk air panas yang seharusnya bertanda merah, ini bertanda biru.
Pak
Thamrin memilih makan malam di luar hotel untuk mencari tempat makan yang
halal. Kami makan di Rumah Makan Muslim di dekat-dekat Hotel yang menyediakan
masakan Soto Ayam dan Ayam Geprek.
Alhamdulillah. ......
bersambung : Perjalanan ke Danau Toba dan Pulau Samosir (2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar