Assalamu;alaikum ww.
Hari Pertama.
Akhirnya terlaksana juga rencana untuk
jalan-jalan ke Pangandaran, setelah
3 kali tertunda. Hari ini. Selasa tanggal 17 Juli 2018 jam 07.15 mobil Elf yang
membawa kami, berangkat meninggalkan rumahku Duren Tiga Buntu, tempat berkumpul
sebagian besar Peserta. Mobil Elf dari Batavia Rental berisi 15 seat, tetapi
karena tidak ada bagasi, hanya bisa diisi maksimum 12 orang. Yang 3 seat untuk
tempat barang. Drivernya seorang anak muda, Namanya Aldra, sudah beberapa kali
ke Pangandaran.
Jumlah peserta sebanyak 12 orang yaitu adik-adikku : Dik Dib
(Sudibyo Digdoyo) dengan isterinya dik Nancy, kemudian Dik Gun, dik Nuk, dik
Pri dan isterinya dik Astrid, serta
teman-teman suami di Kantor Yayasan yaitu Pak Supriatna, Pak Bambang Sugeng,
Ibu Edith dan ibu Tanya. Tidak semua
peserta berangkat dari Jakarta, ada 2 orang yang menunggu di Pintu Tol Bekasi
Timur, dan 1 orang menunggu di Pintu Tol Padalarang.
Seperti biasa, kemacetan sudah terjadi begitu
keluar rumah, yaitu di Jl Raya Pasar
Minggu. Demikian pula di jalan Tol Bekasi hingga Cikarang Utama. Dinikmati saja. Menjadi penduduk
DKI sudah puluhan tahun, sangat menyadari bahwa setiap hari Jakarta disesaki
pendatang ataupun ditinggalkan oleh mereka yang karena satu dan lain hal harus
minggir.
Mobil hanya bisa berjalan dengan kecepatan
rendah, karena padatnya jalan tol maupun jalan biasa. Kami beristirahat, untuk
sholat dan makan siang di Rumah Makan Gentong, di sebelah kiri jalan raya
menuju kota Tasikmalaya. Rumah makannya lumayan teduh, ada kolam ikannya,
banyak tanaman dan juga banyak gentong-gentong dengan berbagai ukuran besar maupun kecil terserak di sekitar
restoran. Tempat sholat cukup bersih,
demikian pula toiletnya. Kami pesan sup iga, ikan bakar, dan yang lainnya, tak
ketinggalan karedog. Aku sendiri pesan nasi timbel empal dengan sayur asem yang
segar. Hidangan dinikmati rame-rame. Untuk makan siang ini seluruhnya ber 13
dengan Driver, kami membayar Rp. 867.500. Oh ya, kami telah sepakat
untuk jalan-jalan ini, sharing per orang Rp. 1.200.000 yang dikumpulkan dan
menunjuk adikku Astrid Sitompul sebagai Bendahara Pemegang Kas.
Dengan badan capai kelamaan duduk di mobil, tiba juga akhirnya kita di hotel pada jam 19.30. Hotel yang telah kami pesan sebelumnya ini namanya hotel Sun In Pangandaran, terletak di pantai Timur. Selesai mandi dan sholat, jam 20.30 kita berkumpul untuk makan malam bersama di Restoran Sea Food Karya Bahari. Kami minta pak Supriatna dan dik Astrid yang jago masak sea food, untuk memilih ikan dan udang yang segar yang dipajang di depan restoran untuk dimasak dengan menu yang cocok. Tak lama, segera terhidang masakan ikan kerapu bakar, udang goreng, cumi goreng tepung, sayur cah kangkung. Wah, begitu nikmatnya …..
Diselingi dengan obrolan santai dan lucu dari Pak Supriatna,
kami menikmati makan malam hingga perut rasanya terlalu banyak muatan. Karena
pesannya terlalu banyak, cumi goreng tepung nya masih tersisa. Dik Astrid
membayar bill sejumlah Rp. 1.030.000.- atau Rp. 80.000 per orang. Menurutku
tidak mahal. Kalau di Jakarta, makan seperti itu tidak mungkin kurang dari Rp.
100.000 per orang.
Hari Kedua.
Pagi-pagi ada beberapa orang peserta yang telah
menjelajahi pantai untuk berburu sun rise nya Pangandaran. Tapi pagi ini cuaca
mendung dan awan tebal, sehingga tidak berhasil medapatkannya. Kami berkumpul
makan pagi di restoran hotel di lantai 5. Tujuan wisata yang akan kami datangi
hari ini adalah Green Canyon. Dari
kemaren Driver kami mas Aldra telah mencari info untuk kita kesana. Dari 12
orang Peserta, 8 orang yang berminat
untuk kesana. Adikku dik Nancy yang baru saja keluar dari Rumah Sakit belum
boleh capai. Demikian pula suamiku serta ibu Tanya dari Yayasan juga tidak
ikut. Mereka berempat ingin santai
menikmati pemandangan laut dari hotel dan berjalan-jalan disekitar hotel.
Green Canyon, atau nama setempat adalah Cukang
Taneuh adalah salah satu objek wisata yang terletak di Sungai Cijulang, Desa
Kertayasa Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran. Objek wisata ini berjarak
lebih kurang 31 km dari Pangandaran.
Pagi masih sepi
ketika kami menuju lokasi pemberangkatan ke Green Canyoon. Untuk mencapai
tempat ini, dari hotel kami di Pantai Timur Pangandaran, mengambil arah ke
barat menuju Kecamatan Cijulang. Pangandaran semula adalah Kecamatan
dalam wilayah Kabupaten Ciamis. Berdasarkan UU 21/2012, dimekarkan
menjadi Kabupaten dengan 10 kecamatan. Pusat pemerintahannya berada di
Kecamatan Parigi. Di tahun 2015, tiga tahun setelah pemekaran, Pangandaran terpilih menjadi Daerah Otonom
Baru terbaik dari 18 Kabupaten/Kota yang dimekarkan berdasarkan Undang-undang
tersebut.
Nama Pangandaran selain terkenal akan keindahan pantai dan lokasi
wisatanya, juga terkenal sebagai kotanya bu Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan
dan Perikanan yang sukses dalam mengemban tugasnya. Jargon "tenggelamkan" adalah kata
kunci untuk melawan ilegal fishing. Bukti keberhasilannya telah nyata, bahwa laut kita hasil ikannya
melonjak tajam.
Tiba di pos pemberangkatan perahu, masih sepi. Kami berdelapan, sedangkan 1 perahu maksimum untuk 6 orang. Jadi kami menggunakan 2 perahu, Sewa setiap perahu ongkosnya Rp. 200.000. Perahu kami ini adalah perahu pertama yang berangkat.
Menyusuri Sungai Cijulang yang airnya berwarna
biru tosca, kami dipandu sinar matahari pagi yang cerah. Di kiri kanan sungai
tampak pepohonan menghijau. Kadang terlihat biawak sedang berjemur di akar-akar
pohon. Memasuki relung-relung sungai, semakin sedikit sinar matahari. Tampak
pakis, lumut mmenuhi pinggir sungai. Setelah perahu berjalan beberapa lama,
didasar sungai mulai tampak batu-batu karang. Batu-batu karang disini
kelihatannya runcing dan tajam, jenis batu karang yang biasa ada di pantai
selatan pulau Jawa.
Pemandangan kiri kanan sungai mulai berubah, seperti
suasana hutan. Sulur-sulur pohon bergelayutan menghiasi dinding bebatuan,
Kadang sinar matahari beberapa lama menghilang, tapi kemudian tampak lagi
menembus rapatnya dedaunan. Kami menikmati kesunyian di daerah ini, yang
biasanya di hari-hari week end penuh wisatawan. Semoga dengan banyaknya
pengunjung tidak merusak ekosistem dan habitat asli wilayah ini. Perahu
berjalan lambat-lambat, memberi kesempatan kepada kami menikmati indahnya
alam.
Begitu dua perahu kami sampai ke gundukan batu karang hitam yang berada ditengah sungai, kami turun dari perahu, merangkak pelan-pelan menaiki gundukan karang itu. Disinilah kami mengambil foto-foto yang bagus untuk oleh-oleh teman-teman nanti, Sebenarnya perjalanan ke Green Canyon masih Panjang. Jika dilanjutkan, kami harus masuk ke dalam air dengan meniti tali tambang yang telah dipasang disana. Dengan medan yang lebih menantang, akan diperoleh pemandangan yang pasti lebih elok. Sayang, untuk usia kami akan sangat berrisiko menuju kesana. Dari pada nanti merepotkan teman-teman, bahkan jika terjadi sesuatu akan merepotkan anak-cucu, aku memilih hanya sampai disini saja.
Setelah beberapa waktu berfoto dan menikmati
keelokan alam karunia Sang Pencipta, kemudian kembali menyusuri sungai arah
balik. Terasa tidak maksimal eksplore kami di Green Canyon ini. Dulu ketika
masih muda, belum mampu secara finansial untuk pergi berwisata jalan-jalan ke
tempat-tempat indah negeri ini. Sekarang, ketika usia telah senja, baik waktu
maupun dana ada, kemampuan fisik sudah tidak mendukung. Jika saja aku
mengunjungi Pangandaran dulu semasa usia
muda, pasti aku teruskan perjalanan ini hingga selesai.
Aku baru pertama kali ini ke Pangandaran, Setahuku obyek wisata yang top adalah Green Canyon, Pantai Batu Hiu, Pantai Batu Karas, dan Cagar Alam Hutan Lindung Pangandaran. Ternyata masih ada 2 obyek wisata yang sedang hits, sangat bagus untuk dikunjungi yaitu Citumang dan Santirah. Keluar dari lokasi Green Canyon, selanjutnya rombongan kami menuju ke Citumang. Ada apa disana? Disana terdapat wisata khusus yaitu Citumang Body Rafting, yang berlokasi di Sungai Citumang.
Perlu dijelaskan terlebih dahulu, apa
"body rafting" itu ? Body
Rafting adalah jenis olah raga atau permainan di air, yang menggunakan tehnik
mengambang/mengapung untuk menyeimbangkan tubuh pada saat menyusuri
sungai, baik mengikuti arus maupun melawan arus. Ini termasuk olah raga ekstrim,
yang memerlukan peralatan khusus dan pemandu yang berpengalaman. Jelajah di
sungai memang perlu ke hati-hatian, karena bisa saja arusnya deras, dasar
sungainya dalam, banyak batu yang tajam atau licin, dan hambatan lainnya.
Berapa biaya Body rafting di Sungai
Citumang? Telah disepakati bahwa biaya per orang Rp 125.000 dan untuk Pemandu
200.000. Pemandu kami namanya pak Yayat, mengajak berjalan menuju Sungai yang
jaraknya sekitar 3 km sebagai bagian dari pemanasan tubuh sebelum berolah raga. Ketika tiba di lokasi, pak Yayat mengajak beristirahat
sejenak di sebuh kolam. Rupanya ini kolam tempat terapi ikan. Begitu kaki kami
masuk ke air, ikan-ikan kecil berebut menggigit pinggiran telapak kaki bagian
bawah atau tungkak. Terasa geli gigitan ikan-ikan itu. Setelah beberapa lama,
mungkin kulit-kulit mati yang ada di telapak kaki sudah dimakan habis,
ikan-ikan itu meninggalkan kaki kami.
Sebelum memulai body rafting, kami diminta berdoa bersama-sama, memohon keselamatan dan kelancaran selama berolah raga dan berada di Sungai Citumang. Kemudian pak Yayat memberi arahan, agar menunggu instruksinya. Jangan mendahului sebelum diinstruksikan. Berhati-hati karena banyak tempat-tempat yang berbatu licin atau tajam. Semua perhiasan, dompet, handphone, sandal dan barang lainnya dititipkan ke pak Yayat.
Setelah semuanya mengenakan pelampung, kami satu persatu turun ke sungai. Di musim panas seperti sekarang ini, airnya tidak deras tapi sangat jernih dan sangat dingin. Di hadapan kami, ada sebuah gua yang penuh air. Di bawah gua ini terdapat mata air besar yang airnya mengalir menjadi Sungai Citumang. Karena berasal dari mata air, sungai Citumang tidak pernah banjir seperti Sungai Cijulang di Green Canyon. Jika Sungai Cijulang banjir, Green Canyon ditutup, wisatawan beralih kesini.
Dengan mengikuti arahan Pemandu dan
berpegang pada tali tambang, kami berkumpul di depan gua. Posisi diatur,
badan mengambang di air, muka menghadap keatas, tangan berpegangan pada kaki
teman yang juga mengambang diatasnya. Demikian seterusnya, menjadi
rangkaian berderet memanjang. Deretan panjang 9 orang itu akhirnya
sampai di pemberhentian, dimana permukaan dasar sungai turun, sehingga menjadi seperti air
terjun mini. Turunan
selanjutnya cukup tinggi, sekitar 5
meter. Disitu juga terdapat tali tambang yang dibuat sebagai ayunan, berayun
langsung nyebur byur....…..Wah, pasti segar sekali. .Aku tidak berani meloncat kebawah, lebih baik naik ke darat
kemudian jalan kaki di pinggir sungai hingga ke etape selanjutnya.
Berada di air dingin membuat gigi gemeletuk dan jari-jari keriput. Aku menyadari, usia tidak dapat dibohongi. Dari pada nanti masuk angin, cukuplah sampai disini saja, meski teman-teman lain masih semangat untuk melanjutkan. Tambah semangat lagi ketika dibelakang kami rombongan gadis-gadis bule berbikini mulai memasuki sungai. Mereka mungkin jago berenang, hingga tidak memerlukan pelampung. Kami sempat berfoto bersama mereka.
Hanya aku sendirian yang kembali ke
lokasi awal paling dulu. Karena kunci mobil dibawa mas Aldra, jadinya aku tidak
dapat mengambil baju ganti. Untuk menghilangkan dingin karena pakaian basah,
aku berjemur sambil ngopi di warung. Akhirnya para peserta yang mengikuti
rafting ini hingga selesai, telah sampai di tempat Parkir. Kami semua mandi di
tempat yang disediakan. Untuk mandi
dikenakan sewa kamar mandi Rp, 2.000. Sebelumnya, Guide telah menawarkan untuk
makan siang dengan menambah biaya per orang Rp. 5.000. Kami setuju, dan siang
itu telah disiapkan makan an berupa nasi ayam bakar, tempe, tahu, sambal
lalap. Lumayanlah….. apalagi karena energi telah terkuras, makannya nambah
banyak. Jadi paket Body Rafting berikut makan, per orang Rp. 130.000.
Kembali dari Sungai Citumang menuju hotel, kami mampir ke Pantai Batu Hiu. Pantainya lumayan
bersih. Karena saat berada disini matahari sedang terik, kami tidak dapat
berlama-lama menikmati angin sepoi-sepoi dan debur ombak yang berlari ditepian
pasir. Cukup berfoto sebentar, kemudian meninggalkan pantai kembali ke hotel
untuk beristirahat.
Sore hari, kami merencanakan untuk melihat sunset di Pantai Barat Pangandaran.
Pantai itu tidak jauh dari hotel, hanya jalan kaki beberapa menit saja. Pantai Pangandaran adalah pantai terbaik di Pulau Jawa, menurut Asia
Rooms Travel Guide. Yuk kita lihat
Google map. Pantai timur Pangandaran terletak di teluk Penanjung Timur,
dan pantai baratnya di Teluk Pangandaran. Berada di ujungnya, terdapat Hutan
Cagar Alam Pangandaran, dimana terdapat satwa Banteng dan Rusa. Jika kita
pagi-pagi masuk ke hutan, akan menemui hewan-hewan itu keluar dari hutan menuju
padang rumput. Sedikit lagi ke timur, kita akan sampai ke Pulau
Nusakambangan.
Di pinggir pantai, tampak perahu-perahu yang biasanya digunakan
untuk mengelilingi Hutan Cagar Alam bersandar di tepi pantai. Beberapa ekor
rusa yang berbadan besar, melebihi kambing, berkeliaran di pinggir
pantai. Saat senja telah tiba. Tapi sayang langit berawan sehingga sunset
tidak tampak. Kami kembali ke hotel untuk sholat magrib dan kemudian makan
malam bersama. Kali ini kami makan bersama di Restoran Rasa Sayang, yang
menghidangkan sea food dan masakan lainnya. Aku memilih sop ikan yang panas dan
segar. Masakan lainnya yang enak disini adalah Udang goreng telur asin. Untuk
makan malam ber tiga belas ini, dikenakan bill Rp. 814.000.
Hari ketiga.
Ini adalah hari terakhir kami di Pangandaran. Pagi sekali,
beberapa teman telah keluar kamar untuk melihat sunrise di Pantai Timur di
belakang hotel. Mereka berhasil melihat dan mengabadikannya. Acara hari ini
seperti yang telah disepakati semalam, yaitu setelah sarapan harus segera bersiap untuk cek out. Sebelum cek out,
terlebih dahulu bersama-sama melihat dari dekat Cagar Alam Hutan Lindung. Cukup
melihat di Pintu Gerbangnya saja, mengingat untuk kembali ke Jakarta memerlukan
waktu yang panjang, tidak mungkin mengelilingi Cagar Alam seluruhnya. Apa saja yang dilihat jika kita masuk
kedalam hutan itu? Satwa penghuninya istimewa, antara lain Banteng yang hanya ada disini dan di Taman
Nasional Meru Betiri.
Mestinya masih ada satu obyek wisata
lagi yang harus kita kunjungi yaitu Body Rafting di Sungai Santirah, yang terletak di desa Selasari, Kecamatan Parigi.
Obyek wisata Santirah masih baru, dibuka oleh para pemuda dan masyarakat
desa itu pada tahun 2014. Di Santirah, kita bisa menggunakan ban seperti di Gua
Pindul. Sayang ya, harusnya kita sehari lagi menginap di Pangandaran. Supaya
tidak penasaran, inilah foto Santirah yang aku ambil dari Google. Cantik sekali
pemandangannya. Tak usah kecewa, suatu ketika nanti kita ke Pangandaran lagi.
Kembali ke Jakarta, berharap
perjalanan bisa lebih cepat dari ketika berangkat. Kami mampir istirahat sholat dan makan siang di
Restoran Saung Desa, yang berada di luar kota Tasikmalaya. Hidangan yang
tersedia adalah nasi dengan ayam goreng, ayam bakar, atau ayam penyet. Untuk
makan siang ini billnya sejumlah Rp. 668.000. Sore harinya, istirahat ngopi di
Rest Area km 62 Cikampek, menghabiskan
Rp. 60.000.
Begitu kendaraan kami sampai di
Cikarang, kemacetan parah menghadang. Inilah jalur neraka, sepenggal jalan tol jalur Cikarang hingga
Jatibening. Selama tidak ada jalan lain, maka jalur neraka itu tetap
harus dilewati. 2 orang adikku, dik Gun dan dik Nuk turun di Pintu Tol Bekasi
Timur. Kemudian pak Bambang Sugeng turun di pintu tol Pondok Gede.
Sebelumnya, teman kami pak Supriatna turun di Pom Bensin sebelum kendaraan
masuk jalan tol Cileunyi.
Akhirnya kami tiba di rumah jam sembilan
malam. Ternyata perjalanan kembali ke Jakarta lebih dari 12
jam. Selamat beristirahat ya adik-adikku dan teman-temanku, sampai jumpa di tour tahun depan dengan tujuan
Banyuwangi..... Insyaalloh .....
Wassalamu’alaikum
ww.
Jakarta,
22 Juli 2018.
Perjalanan yang seru dan menyenangkan sekali ya...
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus