Assalamu’alaikum ww.
Acara hari ketiga jalan-jalan kami ke Malaysia, adalah
melihat kota Melaka. Dilihat di
peta, kota Melaka berada di pesisir selatan Malaysia, yang berhadapan langsung
dengan Pulau Rupat, di Kabupaten Bengkalis, Propinsi Kepulauan Riau. Hari ini hari
Minggu, lalu lintas kota Kuala Lumpur tidak padat. Kami keluar dari hotel setelah
sarapan pagi, karena lama perjalanan diperkirakan 2,5 jam.
Mobil langsung masuk High Way menuju Melaka.
Jalur yang mulus ini juga merupakan
jalur menuju Johor dan Singapura, tetapi tampak lengang saja. Di Malaysia,
kendaraan roda dua diperbolehkan masuk jalan tol, bahkan gratis. Ketika kami
memasuki daerah Selangor, di sebelah
kanan jalan tampak gedung-gedung tinggi, banyak institusi pendidikan berlokasi
disini, diantaranya Universitas
Kebangsaan Malaysia. Di sebelah kiri jalan merupakan lokasi dimana
pabrik-pabrik beroperasi, tetapi tidak tampak karena tertutup pepohonan.
Kalau di dalam kota Kuala Lumpur aku tidak melihat adanya
Billboard Iklan, baru di sepanjang jalan tol luar kota ini aku temukan
iklan-iklan dengan jarak yang agak panjang antara satu dengan yang lain. Penataan
seperti ini lebih bagus, menjadikan kota bersih dari iklan yang sering semrawut
tidak teratur. Pemandangan pinggir jalan tol selanjutnya didominasi kebun
kelapa sawit. Kadang diselingi dengan
Rest Area. Sebagaimana diketahui, Malaysia dan Indonesia dikenal pemasok minyak kelapa sawit terbesar di dunia,
kedua negara ini secara total menghasilkan sekitar 85-90% dari total
produksi minyak sawit dunia..
Setelah melewati Selangor, kemudian Negeri Sembilan, sampailah
kami di Negeri Melaka, salah satu dari 9 kesultanan di Malaysia. Kota Melaka
sedang membangun dan merapikan jalan. Keluar dari jalan tol, agak macet karena
masih ada galian-galian yang berserakan. Memperhatikan nama-nama jalan dan
nama-nama kampung, ternyata banyak nama kampung yang mirip-mirip dengan yang
ada di Indonesia. Aku temui ada nama Kampung Batu Berendam dan Kampung Mata
Kucing Melaka. Memang dari bahasa dan budayanya penghuni kota Melaka tak jauh
berbeda dengan suku Melayu yang ada di Pulau Sumatera.
Tiba di kota Melaka, sudah waktunya makan siang.
Melaka terkenal dengan kuliner hidangan masakan yang namanya Asam Pedas. Asam Pedas bisa
berisi Daging atau Ikan. Kami diajak makan di suatu tempat makan yang
terkenal, walaupun kecil tapi selalu penuh pengunjung. Memerlukan waktu beberapa
menit menunggu untuk mendapatkan meja. Nama restorannya adalah "Asam Pedas Selera Kampung".
Apakah ada hubungannya dengan Asam Padeh dari masakan Minang? Ada atau tidak
ada hubungannya, rasanya tetap nikmat...... apalagi dtambah es kelapa muda.....
Matahari sedang tepat diatas kepala, panasnya membuat mataku berkunang-kunang. Untuk
mengelilingi situs-situs bersejarah, kami memilih naik becak berhias dari pada berjalan kaki. Kota Melaka adalah kota tua,
kota bersejarah. Di setiap jengkal bumi yang aku pijak, ratusan tahun yang lalu
sudah memiliki arti bagi kehidupan manusia penghuninya.
Kota ini berada dibawah
Kesultanan Melayu hingga tahun 1508. Kemudian dikuasai bangsa Portugis di tahun 1511,
dengan nama Fortaleza de Malaca. Kemudian Belanda
mendarat di Melaka tahun 1641,
dan menjadikan Melaka berjaya di tahun 1668. Inggris
membumihanguskan Melaka di tahun 1807.
Data dan gambar-gambar tentang sejarah kota Melaka terpampang di sebuah tempat
yang mudah dibaca publik yang ada dipusat kota. Bangunan-bangunan peninggalan
bangsa Portugis sudah rusak parah.
Kami berdua berfoto di sebuah Benteng
Portugis, namanya Porta de Santiago.
Peninggalan Belanda masih banyak yang berdiri tegak dan tampak terawat dengan baik,
seperti Kincir Angin dan bangunan-bangunan gedung. Gedung-gedung yang bercat warna merah itu adalah bangunan semasa
jaman Belanda di abad ke 16, tetapi terus menerus direnovasi
sehingga bentuknya masih seperti
apa yang ada waktu dulu. Demikian pula sebuah Gereja yang dibangun
tahun 1753 juga masih tampak bagus.
Seperti juga di negeri kita, banyak
gedung-gedung peninggalan Belanda yang masih tetap dapat dimanfaatkan dan
menjadi ikon suatu kota, seperti bangunan Lawang Sewu di kota Semarang. Ketika
Inggris berkuasa di abad ke 18 dibangun sekolah-sekolah, sekarang masih digunakan
menjadi Sekolah-sekolah Kebangsaan Malaysia. Karena kami berada di Melaka hari
minggu, sekolah-sekolah itu sepi. Di hari biasa, jalan di depan sekolah-sekolah
ini selalu macet.
Di Melaka banyak terdapat musium. Musium-musium itu dibuka
setiap hari, tetapi yang selalu penuh dikunjungi turis untuk berfoto adalah "Muzium Samudera" yang
diresmikan oleh Perdana Menteri Datuk Mahathir Muhammad. Tertulis di Prasasti,
peresmian Musium terjadi pada tanggal 3 Muharam 1415 Hijriah. Tahun berapa itu
ya? ....
Becak kami juga sampai ke
pinggir sungai Melaka, yang pastinya dijaman dulu sangat ramai karena merupakan
urat nadi transportasi. Sungainya sangat bersih, airnya bening. Jika ingin mengeksplorasi,
seperti apa kota Melaka dijaman dahulu, bisa ikut Melaka River Cruise di sepanjang sungai ini. Salah satu bangunan
baru yang juga merupakan ikon Melaka adalah Menara Taming Sari, sebuah menara pandang setinggi 110 M yang dapat
berputar 360 derajat sehingga kita dapat melihat-lihat seluruh kota Melaka.
Menara ini baru selesai dibangun dan diresmikan pada tahun 2008.
Keturunan orang-orang China yang menikah dengan orang Melayu
dan menerima budaya Melayu Melaka, disebut Baba
Nyonya. Di Indonesia dikenal sebagai Peranakan. Baba Nyonya mempunyai budaya
sendiri yang unik, seperti pernik-pernik
hiasan dan ukiran furniture serta isi rumahnya, model pakaiannya, adat
perkawinannya, masakan dan sebagainya. Peninggalan mereka merupakan warisan
budaya yang tetap dipelihara di Melaka dan disimpan dalam sebuah Musium. Namanya
Baba Nyonya Heritage Museum.
Selain lokasi bersejarah, aku juga mencicipi jajanan di Jonker Street, sebuah tempat wisata yang
padat turis. Berbagai oleh-oleh khas Melaka dan makanan tradisional dijajakan di
rumah-rumah di pinggir jalan yang dibuka untuk berjualan seperti kue ketan, dodol
durian, es lilin, rujak atau buah dingin. Kue keranjang yang biasa ada di Tahun
Baru China, juga djual disini. Aku membeli rujak buah, tetapi ternyata bumbunya
bukan sambal gula merah seperti di negeri kita, tapi kecap asin. Rasanya jadi
aneh....
Sambil berjalan-jalan aku perhatikan, bukan hanya toko-toko kecil yang
menjual makanan tradisional laris manis, Hard Rock Cafe pun buka disini dan
pengunjungnya juga penuh. Melaka memang tempat wisata yang layak untuk
dijelajahi dan tak akan selesai dalam kunjungan yang hanya sehari, setidaknya
menginap semalam. Banyak hotel mewah maupun penginapan murah tersedia disini.
Ketika matahari mulai turun kebarat, kami kembali dari Melaka
menuju Kuala Lumpur. Untuk melaksanakan sholat dan sejenak melepaskan lelah,
kami beristirahat Rest Area Seramban,
di Negeri Sembilan. Suami bersama pak Mani menikmati kopi hitam dan aku minum
mix jus orange, apel dan belimbing. Untuk
itu semua, habisnya 9 RM.
Jakarta, 18 September 2016.
Wassalamu’alaikum ww.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar