Assalamu’alaikum ww.
Masih dalam situasi Lebaran, aku sering menanyakan kepada teman-teman dan kenalan, apakah dia dan keluarganya pergi mudik, mudiknya kemana, atau tetap tinggal di Jakarta.
Seseorang yang aku kenal baik, sebut saja namanya
Pak Ali, menceritakan bahwa dia tidak mudik, karena tidak ada lagi keluarganya di desanya, di daerah Wonogiri. Menurut Pak Ali, setelah Ayahnya
meninggal dunia, Ibunya menikah lagi dan ia tidak banyak mengetahui kabar
beritanya. Rupanya dia kecewa kepada ibunya.
Kemudian sejak suami ibunya meninggal, Ibunya ikut anak tirinya. Padahal anak kandungnya, Pak Ali tinggal di Jakarta. Terakhir Pak Ali ketemu Ibunya ketika masih tinggal di suatu desa
di daerah Lampung. Menurut Pak Ali, karena
kondisi kehidupannya yang pas-pasan, dia tidak mungkin untuk mencari Ibunya,
dan kalaupun ketemu, tidak mungkin untuk mengajaknya tinggal bersama.
Aku merenungi permasalahan Pak Ali dan ibunya itu hingga
beberapa waktu. Menurutku, Pak Ali keliru. Seharusnya dia segera mencari Ibunya dan mengajak tinggal bersamanya. Apa lagi sekarang Ibunya sudah sepuh.
Apakah bukan karena ketidakpeduliannya kepada Ibunya itu, yang menyebabkan
kehidupannya selalu pas-pasan?
Di perjalanan usia yang sudah cukup panjang,
seringkali aku memperhatikan kehidupan orang-orang dekat di sekitarku. Ada diantaranya yang hidupnya sukses dan bahagia, tetapi ada juga yang hingga di usia senja selalu
ada saja permasalahan atau kesulitan yang dihadapi. Sukses yang aku maksud tidak
selalu dalam hal kepemilikan harta benda, bisa juga sukses dalam hal keluarga, mempunyai
anak cucu yang membahagiakannya atau mempunyai kehidupan yang tenang dan
tenteram.
Apa sebenarnya yang menjadi sebab dari sukses atau gagalnya
kehidupan seseorang? Pasti banyak hal. Menurut pengamatanku,
salah satu penyebabnya adalah “hubungan
dengan orang tuanya". Ada beberapa contoh yang menarik.
Seorang sopir yang pernah bekerja di keluarga kami, sekarang sudah pensiun. Meskipun sudah
pensiun, rejekinya tetap mengalir lancar melalui isterinya yang membuka
warung makan di rumahnya. Kedua anaknya sudah bekerja dan sudah berkeluarga,
memberinya seorang cucu. Aku memperhatikan, kedua orang suami isteri ini, merawat
dan memperlakukan dengan baik Ibunya sendiri maupun Ibu mertuanya, yang keduanya
sudah janda.
Ada satu pengalaman masa kecil yang masih membekas. Ketika Tanteku
(adik Ibu) sedang hamil tua sudah
saatnya melahirkan, tetapi entah bagaimana kondisi bayinya hingga beberapa hari belum bisa lahir. Akhirnya keluarga minta pendapat kepada seorang pintar
di kotaku Solo. Nasihatnya adalah, agar Tante meminta maaf kepada Nenek, Ibunya Tante. Sungguh ajaib, kata maaf dari Nenekku, menyegerakan kelahiran
sang bayi.
Contoh lain yang sebaliknya. Seorang sahabatku dahulu menikah di luar negeri karena perbedaan agama dan tidak
mendapat persetujuan dari orang tua. Pada akhirnya pasangan
ini bercerai setelah anak satu-satunya dewasa.
Seorang teman Mas Suami, selalu mengatakan bahwa bapaknya adalah
seorang Jaksa. Padahal itu adalah bapak tirinya. Bapaknya sendiri seorang Petani biasa. Sekalipun teman ini sukses karirnya hingga menduduki
jabatan tinggi, namun kehidupan rumah tangganya tidak bahagia dan akhirnya karirnyapun hancur karena tersangkut masalah korupsi.
Begitulah.
Cerita dan kejadian diatas adalah sekedar
pengamatan kami berdua, memperhatikan fenomena hubungan anak dengan orang
tuanya dari lingkungan dekat kami.
Padahal jika kita buka Kitab Suci Al Qur an,
bertebaran ayat-ayat yang mewajibkan kita
manusia berbuat baik kepada kedua orang
tua. Lihat Qur’an Surat 2 (83), 2
(215), 6 (151), 17 (23), 46 (15) dan seterusnya. Kedua orang tua kita telah
Allah tempatkan pada kedudukan yang sangat tinggi setelah Allah. Menyatakan
kekesalan kita kepada orang tua dengan kata "uf, ach, cis", itu dilarang.
Demikian pula banyak kisah-kisah di jaman Rasulullah yang
memberi pelajaran bagaimana Allah menjadikan seseorang sebagai Ahli Surga
karena bakti kepada ibunya. Salah satunya adalah kisah Uwais Al Qorni, seorang pemuda yang soleh dan sangat berbakti kepadanya Ibunya. Ia memenuhi permintaan Ibunya
yang telah renta dengan menggendongnya dari Yaman tempat tinggalnya ke
Baitullah untuk berhaji. Rasulullah SAW menyebut Uwais Al Qorni sebagai Sang Penghuni Langit.
Kisah lain yang juga menakjubkan
adalah kisah tentang Alqamah, yang lebih
mengutamakan isterinya dari pada ibunya, dan
durhaka kepada Ibunya. Ketika Alqamah sakit keras dan sudah dalam keadaaan tidak
berdaya, saat di-talqin ternyata lisan Alqamah tidak bisa mengucapkan La ilaha illallah. Kemudian Rasulullah SAW memerintahkan
untuk membakar Alqamah. Barulah Ibunya memaafkan dan ridha terhadap anaknya.
Rahulullah bersabda bahwa “Kemarahan
ibu Alqamah telah menghalangi lisannya sehingga tidak bisa mengucapkan kalimat
syahadat, dan Ridhanya telah menjadikannya mampu mengucapkan syahadat.” Kemudian
Alqamah pun meninggal dunia saat itu juga.
Dalam kenyataan sehari-hari, banyak terjadi "anak dikecewakan oleh orang tua"
yaitu ketika orang tuanya bercerai, kemudian anak harus ikut salah satu
diantara ayah atau ibunya. Kadang dalam kondisi ekonomi yang
menyedihkan. Apa lagi jika orang tua yang diikutinya itu menikah lagi, berbagai
penderitaan harus dialami sang anak. Hal demikian menimbulkan sakit hati bahkan kemudian menjadi antipati kepada ayah atau ibunya. Anak kadang baru menyadari dan bisa mengerti mengapa hal tersebut terjadi, setelah dia dewasa.
Itulah
takdir, ketentuan Allah. Kewajiban seorang anak berbakti dan berbuat kebaikan
kepada orang tuanya tetap berlaku, sekalipun orang tuanya telah berbuat tidak
baik kepadanya. Biarlah Allah Yang Maha Mengetahui yang akan memberikan
ketetapan untuk orang tuanya.
Lalu, apakah aku sendiri telah berbuat baik kepada kedua
orang tuaku? He he he .......terus terang, aku merasa masih kurang, terutama
kepada Bapak.
Sedikit cerita mengenai keluarga kami. Bapak wafat di tahun 1991. Tahun-tahun sebelum beliau wafat, aku sedang fokus merintis karier, setelah
lulus dari Pendidikan Notariat Fakultas Hukum UI. Aku merasakan, betapa beliau begitu
berbahagia ketika menghadiri Wisudaku.
Bapak adalah pribadi yang suka berhemat.
Aku ingat, sering kali beliau datang ke Jakarta tanpa memberitahu lebih dahulu.
Beliau naik bus yang berongkos murah, karena naik bukan dari Terminal Bus melainkan
dari pinggir kota. Kadang bus murah itu tidak berjendela kaca alias ber AC angin,
sehingga sampai Jakarta pasti masuk angin. Padahal saat itu, kalau kami pulang
ke Solo setahun sekali, sudah naik pesawat Garuda. Menurut beliau, itu adalah
pemborosan.
Ibu, pastinya juga sayang aku. Di awal perantauanku di
Jakarta, beliau mengerti bahwa meskipun aku sudah bekerja (dengan hanya
berdasarkan Ijazah SMA), aku masih ingin kuliah lagi. Ketika suatu hari
ibu mendapat rejeki nomplok yang jatuh dari langit, langsung mengirim
uang itu Akupun bisa kuliah di ASMI. Rejeki
yang jatuh dari langit ini memang benar-benar terjadi. Suatu hari beliau sedang
membersihkan rumah karena seringkali ada tikus turun ke dapur. Tiba-tiba Ibu
kejatuhan segepok uang yang sudah hampir hancur dengan bau yang tidak enak.
Uang siapakah itu? Barangkali uang Bapak yang disimpan disuatu tempat, dan lupa
tidak dipindahkan ke tempat yang seharusnya, kemudian digondol tikus......
Ibu menderita stroke di usia sepuh, sehingga beliau sholat
di tempat tidur. Suatu hari aku masuk ke kamarnya ketika beliau sedang berdoa.
Tidak sengaja aku mendengar namaku disebut-sebut dalam doanya. Ya
Allah........... aku bersyukur, Ibu telah mendoakanku.
Walaupun kadang ada
hal-hal yang tidak sesuai dengan pendapatku, kepada Ibu aku lebih memilih diam. Untuk hal-hal yang sekiranya memerlukan persetujuan beliau, ada salah seorang adik ipar yang dekat dengan Ibu. Dialah penyambung lidahku. Hingga wafatnya di tahun
2013, beliau tinggal di rumah kami. Mas Suami adalah menantu kesayangan. Banyak
hal penting yang beliau sampaikan bukan kepada aku, tetapi kepada suamiku.
Apa saja yang dapat kita perbuat untuk menunjukkan cinta dan
bakti kita, ketika kedua orang tua kita telah tiada? Menurut Hadis Riwayat Bukhori dan Muslim, yang harus kita laksanakan adalah : Pertama, berdoa untuk mereka, memohonkan
ampunan bagi mereka. Kedua, melaksanakan janji mereka. Ketiga, menyambung silaturahim yang terhubung dengan mereka, serta Keempat, memuliakan sahabat-sahabat mereka.
Wassalamu’alaikum ww.
Jakarta, 20 Juli 2016.
28 Agustus genap 27 thn bapak meninggalkan kami. Semoga Damai bersamaNya. Amin.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus