Kamis, 26 Mei 2016

Seorang Kawan, Penghuni Sukamiskin

Assalamu'alaikum ww.

Lebih kurang jam 11 an rombongan kami tiba di Sukamiskin. Karena bukan hari Sabtu - Minggu, situasi Lapas tidak ramai. Setelah meninggalkan KTP dan hand phone, kemudian kami diberi kalung tanda pengenal bertuliskan "Tamu" untuk dikenakan. Kami memasuki halaman Lapas yang luas dan cukup asri. Menurut cerita orang yang telah banyak mengunjungi Lapas, Lapas Sukamiskin, barangkali Penjara paling manusiawi yang ada di Indonesia. Setiap Napi (sekarang namanya Wana – Warga Binaan) mendiami satu kamar. Bandingkan dengan Lapas lain yang setiap kamar dihuni 20 orang. Disini Napi bebas berjalan-jalan keluar ruangan, ke masjid, jajan membeli makanan, menemui tamu dan sebagainya dilingkungan Lapas sampai waktu yang ditetapkan berakhir.

Setelah kami melapor untuk dipanggilkan nama orang yang kami kunjungi, kami menuju ke saung-saung di tengah lapangan, yang digunakan untuk menerima tamu. Rupanya saung-saung itu ada yg menguasai. Kami celingukan mencari tempat duduk, kemudian seseorang bapak (Napi) menawarkan saungnya karena keluarga yang mengunjunginya telah pulang. "Silakan dipakai saja. Mereka yang masih baru belum punya Saung" katanya.Kemudian kami ngobrol dengan bapak ini.

Banyak hal diceritakan kepada kami walaupun mengobrol hanya beberapa menit saja. Dari percakapan tersebut, rupanya bapak ini adalah mantan pegawai salah satu Bank, usianya sekitar 70 tahun tetapi masih tampak gagah dan sehat. Dia sudah 5 tahun berada di Sukamiskin. Karena mengajukan banding, malah hukumannya bertambah menjadi 10 tahun. Merasa tidak terima kemudian mengajukan kasasi, hukumannya bertambah lagi menjadi 15 tahun. Cerita itu disampaikannya sambil tertawa enteng. Kata-kata "gila" sering terucap ditujukan kepada KPK dan Artijo Alkostar (Hakim Agung) yang menjatuhkan vonisnya. 




Tak lama kemudian, setelah namanya dipanggil, saya melihat Kawan yang kami kunjungi tampak berjalan menuju saung. Dan bapak pemilik saung pamit ke ruangannya sambil mempersilahkan kami menempati saungnya. Setelah berbasa-basi tentang perjalanan dari Jakarta dan menanyakan kesehatan masing-masing, akhirnya obrolan sampai pada permasalahan hukum, kronologis bagaimana sampai Kawan ini terkena OTT (Operasi Tangkap Tangan) oleh KPK. Saya menempatkan diri hanya sebagai pendengar saja walaupun sering mengikuti kasusnya di media. Kawan ini mengatakan bahwa dalam kasus OTT tersebut, dia merasa dijebak. Menurutnya, semua tuduhan itu tidak terbukti di persidangan, dia merasa didholimi dan sebagainya. (Kok sama ya dengan Pak Napi pemilik saung tadi, yang juga merasa tidak bersalah). Bahkan ada kata-kata dari Kawan ini, yang tidak bisa saya mengerti. Menurut dia, 95% penghuni Sukamiskin ini tidak bersalah. Wah wah........ Padahal banyak penghuni Sukamiskin yang lalu lalang didepan kami, yang wajahnya sudah tidak asing lagi karena kasusnya secara luas sudah diketahui umum dan selalu muncul di media TV. Tidak bersalahkah mereka itu semua?

Ketika pengumuman jam bezuk berakhir, rombongan kamipun pamit. Semoga Kawan ini tetap sehat dan bisa keluar pada waktunya kelak. Pertemuan ini adalah untuk menjalin silaturahmi, bukan lagi untuk mencari kebenaran masa lalunya. Kamipun berharap agar dia dapat memanfaatkan waktu luangnya untuk hal-hal yang positif. Banyak para cerdik cendekia yang menggunakan waktunya selama di penjara untuk sesuatu yang besar dan bermanfaat, seperti Bung Karno dan Buya Hamka menulis buku. Seorang aktivis ITB, Lendo Novo, yang saya kenal, menggagas ide “sekolah alam” ketika berada di penjara. Jika itu dilakukan, pasti akan memelihara semangat dan menjadikan dirinya sehat.

Setelah berada dirumah, saya mempunyai waktu untuk merenungkan apa yang baru saja saya lihat dan alami. Pertanyaan saya, apakah secara psychologis orang yang berada di penjara akan bersikap menolak apa yang telah terjadi pada dirinya?

Menurut saya, seharusnya Kawan ini tidak bersikap seperti itu. Manusia biasa, pasti pernah berbuat salah atau khilaf. Namun Allah Swt akan mengampuninya jika dia bertaubat. Tidak ada sesuatu yang terjadi melainkan karenaNya. Selembar daun kering yang jatuh, itupun karena Allah kehendaki. Dan apa yang telah terjadi, itulah yang terbaik bagi kita manusia. Jika memang apa yang terjadi itu dianggap tidak seharusnya terjadi, maka kita wajib melakukan suatu usaha untuk memperbaiki dan meluruskannya. Dan setelah semua usaha dilakukan, tinggallah berserah diri, menerima dengan ikhlas sambil memohon kiranya Allah berkenan mengubah keadaan.

Semoga kita semua terhindar dari keharusan menginap di Lapas.........
Wassalamu'alaikum ww.

Jakarta, 18 Mei 2016.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar