Selasa, 22 Oktober 2019

Perjalanan ke Danau Toba dan Pulau Samosir (2)


Hari Keempat.
Semalam hiburan musik di hotel terdengar hingga larut.malam.  Seperti ada acara gathering dari sebuah kantor. Teman-teman yang dekat dengan tempat acara tentu tidurnya terganggu. Untung karena capai di perjalanan dan letak panggungnya cukup jauh, kami berdua tidur nyenyak. Hari ini aku ingin benar-benar merasakan suasana dan mengabadikan setiap momen kejadian yang aku alami di Pulau ini. Belum tentu entah kapan akan sampai lagi ketempat istimewa ini.  

Setelah shalat subuh langsung mandi air hangat, sudah nggak sabar ingin melihat pemandangan danau yang airnya bening hijau. Kamarku berada tepat di depan kolam renang dan halaman luas yang berlantai keramik bermotif bulat-bulat. Di halaman itu sudah banyak pengunjung hotel bersama putra-putrinya duduk-duduk sambil mengambil foto atau membuat video. Bapak-bapak menemani putra-putrinya berenang ditepi danau. 

Suasana pagi yang menyenangkan. Sebuah bangunan berbentuk rumah adat suku Batak, lengkap dengan hiasan bermotif khas warna merah, disediakan sebagai tempat duduk. Kursi-kursi panjang dipinggir danau menunggu untuk diduduki.



Antara halaman berlantai keramik dengan danau dibatasi pagar stainless steel, tapi ada pintu kecil dengan tangga bagi yang mau turun berenang ke danau dan pintu yang agak besar untuk pengunjung yang akan menyewa kapal berkeliling. Aku menunggu ibu-ibu rombonganku barangkali ada yang mau duduk-duduk santai dipinggir danau. Rupanya Pak Thamrin dan ibu juga sudah turun jalan-jalan pagi.  



Sesuai rencana,  hari ini setelah breakfast kami akan cek out, kemudian ke Tomok. Dari sana akan ke Ambarita untuk naik feri menyeberang ke Parapat. Aku sudah packing, tinggal menunggu mas Suami untuk sarapan di Coffeeshop. Hidangan breakfast seperti biasa makanannya standard hotel.

Bersama Mr. Klayapan kami meninggalkan Samosir Cottages Resort menuju Tomok setelah mengembalikan kunci. Hari ini hari Minggu, suasana tempat wisata pasti ramai. Untuk menuju Tomok, hanya perlu waktu beberapa menit saja. Di Tomok, terlebih dahulu kami foto bersama. Suasananya sudah sangat berbeda dengan ketika beberapa tahun yang lalu aku kesini, yang pasti lebih ramai dan tertata. Kami akan menonton pertunjukan tari Sigale-gale. Ada dua tempat, di atas yaitu dekat Makam Raja Sidabutar dan di bawah dimana sekarang kami menonton yaitu dekat penjualan souvenir dan baju-baju. Ketika dulu ke Tomok, aku menonton yang diatas.




Dari jauh sudah terdengar musik yang mengiringi tarian. Pengunjung berkumpul di pinggir lingkaran. Disana terdapat sebuah bangunan berbentuk Rumah Adat Batak dalam ukuran kecil dan didepannya berdiri Patung Sigale-gale dengan perangkat musik berada  dibawah dan dibelakangnya. Jika musik ditabuh, maka Patung Sigale-gale akan menari mengikuti irama musik. 

Pengunjung yang ingin ikut menari, lebih dahulu diberi penjelasan, diminta mengenakan ikat kepala dan selendang ulos serta menyiapkan uang saweran buat para penarinya. Musik mulai berbunyi dan kami menari mengikuti 3 orang gadis penarinya. Satu putaran menari, kemudian pada putaran yang kedua, uang yang telah kami siapkan untuk 3 penari, masing-masing Rp. 10.000 kami selipkan ditangannya. Ini merupakan pengalaman baru aku menari Tor Tor. Demikian, rombongan wisatawan datang dan pergi bergantian. Terima kasih Pak Rambe, sudah buatkan video kenang-kenangan .…..




Setelah menonton Sigale-gale dibawah, kami tidak jadi keatas ke Makam Raja Sidabutar. Rencana kami yang semula akan naik kapal yang berangkat jam 15.30 diajukan. Kami langsung menuju Ambarita untuk naik kapal feri yang berangkat jam 12.30. Ambarita adalah terminal keberangkatan untuk kapal feri. Sedangkan Tomok untuk kapal-kapal yang lebih kecil. 

Untuk keberangkatan jam 12.30 mobil kami Toyota Hi Ace Mr. Kelayapan belum bisa mendapat tiket. Tapi kami tetap menunggu antrian. Akhirnya bisa masuk, di deretan belakang. Kami naik ke kapal dan duduk di bagian samping. Kapal Feri yang kami tumpangi cukup besar, memuat sekitar 40 kendaraan bermotor termasuk bus. Perjalanan memakan waktu 45 menit. Sambil ngobrol bersama ibu-ibu, merasakan semilirnya angin danau, tak terasa kapal feri telah mendarat.

Merapat di Parapat, kami langsung menuju Masjid untuk shalat jamak qoshor Dhuhur dan Ashar. Hujan deras membasahi kota Parapat. Parapat merupakan satu kelurahan yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Simalungun. Selanjutnya kami mencari restoran halal untuk makan siang. Sayang banyak yang tutup. Padahal sekarang hari Minggu, seharusnya untuk daerah wisata  seperti Parapat ramai. Pak Rambe sampai  berkeliling sekitar Parapat dan akhirnya kami menemukan Rumah Makan Pak Kumis. Makan siang dengan lauk ikan nila goreng, gulai kambing, rendang, telur dadar, tumis sayuran kacang panjang dan daun singkong muda yang empuk. Tak lupa setelah makan siang, bapak-bapak menikmati kopi.
Perjalanan kami lanjutkan, menuju Pematang Siantar yang jaraknya hanya sekitar 48 km. Sepanjang perjalanan kadang gerimis kadang terang kembali. Pematang Siantar, atau juga disebut Siantar (saja) merupakan kota terbesar kedua di Propinsi Sumatera Utara. Kota ini dilalui Jalan Trans Sumatera. Kami akan menginap di rumah Bapak Ibu Thamrin Sihite, di Jl Bantuan no 30. 
Sekitar waktu ashar kami tiba ditempat. Rumahnya cukup besar, dengan banyak pohon buah di pekarangannya. Kami masing-masing mendapat kamar. Baru sebentar beristirahat, tuan rumah sudah mempersilakan kami untuk menikmati durian. Rupanya sudah dipesankan khusus sebelumnya. Kali ini pesta durian digelar lebih santai, sambil duduk-duduk manis manja di teras, serasa di rumah sendiri…..



Aku tidak berani banyak makan durian, karena nanti malam masih ada acara. Setelah mandi segar, semua beristirahat di kamar masing-masing hingga waktu habis isya untuk keluar bersama-sama makan malam. Di kamar kami hampir ketiduran. Selama kita jalan-jalan 4 hari ini, baru sekarang capainya terasa.
Café Calista, Coffee dan Resto. Berlokasi di Jl. Sisingamangaraja, Siantar. Host menjamu makan malam di tempat ini. Ketika kami masuk, masih sedikit pengunjung namun musiknya sudah dimulai. Tiga orang Penyanyi yang masih muda-muda mendendangkan lagu-lagu berbahasa Batak, dengan paduan suara yang bagus dan enak didengar. Kami memilih tempat duduk yang nyaman supaya dapat menonton lebih jelas. 
Hidangan yang dipesan Ibu Thamrin satu per satu datang di meja kami. Masakan Arsik ikan Mas, Ayam kampung bumbu pedas, sayuran capcay dan apa lagi ya? Seingatku kalau nggak salah ada yang namanya Tuk tuk….
Pak Novian sedang agak kurang sehat, mungkin kecapaian. Tapi ketika rombongan Boru Pasaribu dipanggil untuk naik ke panggung, langsung pak Novian berdiri berjalan, siap dengan lagu kesayangannya. Dan menggetarlah suaranya yang indah dengan  tiga Penyanyi muda sebagai back vokalnya…….
Sai anju ma au, sai anju ma au, ito hasian …….
Maafkanlah aku, maafkanlah aku, kekasih yang kucinta …..

kemudian disusul lagu Gereja Tua dari Panbers. Kesempatan berikutnya Pak Thamrin menyanyikan lagu Batak yang dinamis, Situmorang ….
Situmorang, Situmorang, Situmorang, Ala situ ala rude  ……
Situmorang, Situmorang, Situmorang, Kemanapun selalu senang …..

Malam ini Mas Suami nggak menyanyi, karena tidak siap dengan lagu-lagu Batak. Walau sebenarnya masih seneng mendengarkan musiknya, mengingat esok masih akan cari oleh-oleh sebelum kembali ke Jakarta, maka jam sepuluh kami pulang.

Hari terakhir.
Pagi-pagi ibu-ibu telah siap mau belanja ke Pasar Siantar. Sebelum berangkat, kami menikmati sarapan pagi yang lengkap. Ibu Thamrin menyiapkan Lontong Sayur, Mi Gomak, Ketan dengan gula merah, Lopis dan Pisang Goreng. Semua makanan itu memang enak karena dimasak oleh Tukang Masak khusus yang sering mambantu keluarga ibu Thamrin jika sedang berada di Siantar.  

Tujuan pertama kami adalah Pasar Siantar. Di lantai dua, berbagai macam ikan asin dengan kualitas prima tersedia. Langsung kami ke toko yang menjadi langganan Ibu Thamrin. Wah, ibu-ibu ..…. semua ingin dibeli…. Yang punya keluarga besar, perlu banyak oleh-oleh. Aku hanya perlu Teri Medan,Teri belah, Udang kering, Ikan Pari kering dan Terasi, segera saja di pak di kardus. 

Keluar dari Pasar, aku ingin beli Ak Am yaitu kue enting-enting kacang yang enak, camilan kenangan-kenangan. Dulu ketika Mas Suami masih aktif, kalau dinas ke Medan selalu bawa oleh-oleh makanan ini. Sekarang jenis dan variasinya sudah bertambah. Satu dos besar berisi 6 dos kecil.



Ketika ibu-ibu ke pasar, bapak-bapak ngopi di Kopi Sedap. Disini kopinya memang enak sedap. Ngopi ditemani Roti dengan selai srikaya, coklat atau keju. Toko ini sudah lama sekali, dari jaman dulu hingga sekarang tampilan tokonya tidak berubah.


Kembali ke rumah Ibu Thamrin, kami segera packing. Satu per satu, koper maupun kardus ditimbang. Jangan sampai nanti kelebihan bagasi. Sayangnya masih ada pesanan oleh-oleh yang belum bisa diketahui beratnya, karena baru akan diantar nanti, ketemu di Airport Kuala Namu. Yah, mudah-mudahan masih bisa masuk bagasi.


Setelah azan Dhuhur terdengar, kami shalat dan segera pamitan. Bapak Ibu Thamrin masih akan tinggal beberapa hari lagi di Siantar, tidak pulang bersama-sama kami. Kemudian Mas Suami mewakili kami semua, menyampaikan rasa syukur bahwa selama perjalanan bersama, kita dikaruniai Allah Swt sehat, lancar dengan suasana yang menyenangkan. 

Ucapan terima kasih kepada Bp Ibu Thamrin yang telah membawa kami berkeliling hingga ke sudut-sudut Tanah Batak, Danau Toba dan Pulau Samosir. Sudah 4 kabupaen dan 3 kota yang kami kunjungi. Telah memperkenalkan dan menjamu kuliner khas yang sebelumnya tidak kami kenal. Telah memuaskan kesenangan akan durian dan juga telah memuaskan hobi nyanyi-nyanyi. Sebelum berangkat, kita berdoa memohon keselamatan dalam perjalanan hingga nanti tiba di Jakarta.

Jarak yang kami tempuh dari Siantar ke Kuala Namu 110 km, sekitar 2 jam perjalanan dan dengan mampir makan siang setidaknya 3 jam perjalanan. Di kota Tebing Tinggi kami mampir makan siang di Rumah Makan Suko Mananti, hidangan ikan pari panggang dengan sambal hijau. 

Dari Tebing Tinggi, mobil langsung masuk tol hingga sampai Bandara. Kita cek in dengan santai sambil menunggu pesanan oleh-oleh yang dibelikan oleh teman Ibu Novian. Ketika melihat toko oleh-oleh di Bandara, eh ibu-ibu masih juga mampir belanja ………  Sementara itu, bapak-bapak menunggu sambil ngopi sore di Kopi Kok Tong.

Bandara Kuala Namu relatif masih baru. Semua masih berkilau, tapi sayang jika melihat toiletnya. Barangkali masyarakat sekitar banyak yang belum biasa menggunakan kloset duduk. Yang seharusnya menggunakan kloset dengan duduk, ternyata nongkrong. Jadi klosetnya kotor kena sepatu. Petugas Kebersihan harus sering membersihkannya.

Akhirnya pesanan yang dibelikan teman ibu Novian datang. Wah ternyata banyak sekali dan berat. Tidak semua bisa masuk bagasi. Jadilah kita tenteng sendiri-sendiri, walaupun berat. Pesawat Citilink tepat waktu, jam 18.20 kami terbang ke Jakarta dan mendarat tepat jam 20.40. Tak terasa perjalanan 5 hari 4 malam telah kami lalui. Mohon maaf lahir batin ya teman-teman……

Kalau ada sumur di ladang, boleh kita menumpang mandi. Kalau ada umur Panjang, ayo kita jalan-jalan lagi….. Horas……Mauliate .....



Wassalamualaikum ww
Jakarta, 20 Oktober 2019.


2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus