Jumat, 01 Februari 2019

Wisata Alam dan Kuliner Yogya Solo (I)


Assalamu’alaikum ww.
Perjalanan kami kali ini adalah perjalananan yang ketiga setelah berturut-turut kami berdelapan bersama-sama ke Sukabumi dan Banyuwangi. Anggota rombongan tetap sama, Bapak Novian dan Ibu Syafrida Novian, Bapak Thamrin dan Ibu Ida Thamrin, Bapak Ari dan ibu Nenden Ari serta aku berdua my hubby, Djoko Darmono. Kami telah sepakat sejak lama, merencanakan untuk jalan-jalan sambil menikmati kuliner ke Yogyakarta dan Solo. Tiket Citilink telah kami pesan jauh-jauh hari sebelumnya, dimana untuk lansia seperti kami diberikan diskon 25%. Lumayanlah…….


Hari Pertama. Penerbangan siang jam 11.30 di hari Sabtu tanggal 19 Januari 2019 membawa kami 4 pasang Bapak Ibu menuju Yogyakarta. Alhamdulillah pesawat mendarat dengan mulus di Bandara Adisucipto. Mobil Toyota HiAce yang akan menemani kami berkeliling sudah menjemput, dipiloti oleh mas Roby, anak muda mahasiswa di Yogya.

Tujuan pertama, adalah mengisi perut dengan kuliner asli khas Yogya yaitu di Resto Gudeg Yu Jum. Begitu memasuki ruangan. lagu-lagu nostalgia, antara lain lagunya Katon Bagaskara berjudul Yogyakarta, menyambut kehadiran kami. Lagu manis itu mengiringi makan siang kami. Gudeg mungkin tidak asing lagi bagi sebagian besar orang Indonesia. Gudeg Yogya dengan sambal goreng krecek serta opor ayam dan telur pindang sudah demikian popular, tetapi menikmati makanan itu di tempatnya, tentu terasa lebih pas.


Kami memanfaatkan waktu, dengan tidak cek-in ke hotel dulu, tetapi langsung sholat Jamak Qoshor di sebuah masjid yang baru diresmikan Ramadhan tahun ini, yang terletak di Grojogan, Pandowoharjo, Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman. Namanya Masjid Suciati Saliman. Masjid ini dibangun oleh seorang Ibu Pengusaha Ayam Potong di daerah Sleman, Yogyakarta. Nama masjidnya mengambil nama ibu tersebut, Ibu Suciati Saliman. Lantai 1 Masjid (lower Ground) saat itu digunakan untuk tempat akad nikah. Bagi lansia yang tidak kuat naik tangga,  disediakan Lift dari lantai dasar (ground) menuju lantai 2 atau lantai 3. Sedang untuk mereka yang masih muda, naik lewat tangga. 

Masjid yang indah bergaya Maroko ini dibangun selama lebih kurang 3 tahun dengan dana pribadi ibu Suciati Saliman sendiri. Tampilan Masjid sebagian tampak seperti Masjid Nabawi, khususnya lengkung-lengkung pada bagian atas dan pintu-pintunya yang berjumlah 9 buah. Dari Pengelola Masjid diketahui bahwa harga 1 pintu saja, Rp. 1 Milyar. Pantaslah tampilannya bagus dan mewah.

Kami naik ke lantai 2 melalui tangga menuju tempat untuk sholat bagi bapak-bapak, dimana terletak mimbar. Tempat sholat untuk ibu-ibu berada di lantai 3, harus naik lagi. Tetapi karena waktu sholat ashar sudah lewat dan kami akan sholat berjamaah berimam, maka kami sholat di lantai 2.

Selesai sholat, kami berfoto di depan mimbar. Tak lupa masing-masing Bapak dari rombongan kami mencoba berdiri di depan Mimbar dengan mike ditangan,  seakan sedang berkhotbah. Padahal hanya menyampaikan salam saja. Wah, seru...... Saya ingin mengambil foto Masjid lengkap dengan menaranya, sayang sekali tidak bisa, karena halaman masjid sedang dipasang tenda, untuk acara penganten. Ini foto yang saya dapatkan dari Google.




Meninggalkan Masjid Suciati Saliman, kami menuju Tebing Breksi. Obyek Wisata ini, tepatnya berada di Dusun Groyokan, Kelurahan Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman. Tebing Breksi semula adalah lokasi bekas penambangan batu. Dan menurut hasil penelitian, batu itu berasal dari endapan abu vulkanik Gunung Api Purba Nglanggeran. Bekas-bekas penambangan itu tampak eksotis, sehingga masyarakat sekitar mengusahakannya sebagai tempat wisata. Untuk para lansia, memang perlu berhati-hati karena banyak tangga yang harus dilalui jika kita ingin berada di puncak teratas, dimana kita dapat menyaksikan pemandangan senja yang menawan. 

Banyak spot-spot untuk berfoto disediakan. Para Pengunjung dibantu oleh para Petugas dari Pemuda setempat sebagai “Pengarah Gaya” yang tidak meminta bayaran. Mereka mendapatkan tip dari pengunjung seikhlasnya.  Begitulah, kami pengunjung akan dengan senang hati memberikan tip, apalagi jika hasil foto memuaskan. Spot yang bagus berdasarkan hasil foto kami adalah di Pigura Bunga, di Bunga Teratai, di Pintu Langit dan kemudian di tempat yang hasil fotonya seperti sedang berada di Salju. Hari ini hari Sabtu malam Minggu, suasana di sekitar lokasi sangat ramai. Ketika ibu-ibu asyik berfoto-ria hingga senja turun  menunggu sun set, para bapak sembari menunggu kami, asyik ngopi di seberang Tebing. Hingga kami meninggalkan Tebing Breksi saat menjelang Isya, disana masih ramai pengunjung.







Sesuai rencana, kami akan makan malam di Restoran Abhayagiri, suatu tempat makan yang cantik dan makanannya pasti asyik.  Untuk makan di restoran ini harus reservasi terlebih dahulu dengan harga Rp. 200.000 per pax (All You Can Eat). Kami berdelapan mengambil tempat di teras, di area outdoor dimana terpasang banyak lampu-lampu taman, tampak bagaikan lilin-lilin kecil yang menyala. Suasana yang pas untuk Candle light dinner berdua kekasih. 

Sambil memandang kerlip-kerlip lampu di kejauhan kota Yogyakarta, kami menikmati hidangan makan malam dengan santai. Mengambil piring dan makanannya di dalam Ruangan Utama, dimana terhidang deretan meja prasmanan dan gubug-gubug seperti layaknya di hotel. Hidangannya memang lengkap dan berkelas. Aku mencoba Sup Tuna, Salad, dan nasi dengan lauknya. Ada juga Empal Gentong, kuliner dari Cirebon kesukaan my hubby. Sementara kami makan, di area yang lain terdengar ramai musik dan penyanyinya. Rupanya ada acara gathering ulang tahun Perusahaan. Jika teman-teman berminat, alamat Restoran Abhayagiri adalah : Sumberwatu Heritage Resort, Dusun Sumberwatu Rt 002 Rw 001, rejo, Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sayang sekali kami lupa berfoto disini.

Demikianlah hari pertama telah kami lalui. Untuk ukuran usia kami, perjalanan hari ini cukup padat, sehingga lumayan capai. Tiba di  hotel sudah jam 20.30. Kami menginap di Hotel Neo, dekat Malioboro.

Hari Kedua. Aku yang biasa bangun pagi-pagi terasa luang jika rombongan baru berangkat jam 9.00 setelah breakfast. Oleh karena itu, aku sudah buat janji dengan bu Novian akan keluar jalan-jalan disekitar Malioboro, sekalian sedikit olah raga. Para pedagang kaos, batik dan aksesori yang biasanya memenuhi trotoar jalanan sepanjang Malioboro belum ada yang membuka lapaknya. Baru satu dua pedagang makanan yang sudah siap menata dagangannya. Dari Hotel Neo di ujung Malioboro, kami berdua berjalan kaki berpayung dibawah rintik hujan hingga ke ujung satunya, dan akhirnya kami membeli Salak Pondoh yang buahnya besar-besar dan bersih. Harga per kg Rp. 20.000.

Hari kedua di Jogya, acara kami adalah wisata ke Puncak Becici dan sekitarnya. Puncak Becici terletak di Desa Gunung Mutuk, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, berjarak sekitar 23 km dari Kota Yogyakarta. Setelah menikmati breakfast di hotel, kami menuju lokasi. Karena hari Minggu, suasana sangat ramai. Bus-bus wisata dari berbagai kota berhenti dan parkir  di sekitar pintu masuk. Kami bermaksud berkeliling dengan menggunakan Jeep, karena mobil kami akan sulit dan tidak mampu mencapai lokasi. Untuk jarak terpendek yang hanya melihat 3 obyek wisata yaitu 2 jam, biaya sewa Jeep Rp. 350.000. Jadilah kami menyewa 2 Jeep, masing-masing untuk bapak-bapak dan untuk Ibu-ibu. Jeep hanya muat untuk maksimum 4 orang, seorang disamping sopir, dan tiga orang berdiri dibelakang. Aku mendapat jatah duduk disisi sopir. Wah, kita merasa muda lagi, bisa berdiri dibelakang Jeep loreng yang berjalan kencang menaiki bukit.





Tujuan Pertama adalah Jurang Tembelan. Lokasi ini menjadi hits setelah Mantan Presiden Amerika Barack Obama mengunjunginya. Di lokasi ini, selain pemandangannya indah, juga Pengelola telah kreatif membuat spot-spot unik untuk berfoto. Seolah kita sedang berada di atas lembah dan tebing nan hijau. Spot foto di Kapal Titanic dan Rumah pohon juga menghasilkan foto-foto yang indah. Kesempatan untuk berfoto berpasangan suami-isteri tak disia-siakan. Jika dikala muda kita disibukkan dengan bekerja, mengurus rumah tangga dan keluarga, kini saatnya meluangkan waktu berwisata berdua. Begitu antusiasnya untuk menikmati perjalanan ini, sebelum berangkat Pak Thamrin telah membeli Hp baru Samsung S7 Note supaya hasil fotonya bagus.


Karena hujan gerimis cukup deras, banyak spot foto yang kami lewati. Menunggu hujan reda, bapak-bapak ngopi dan menikmati Wedang Uwuh yang hangat di sebuah warung. Rupanya waktu 2 jam sudah terlewati, sehingga kami tidak bisa lagi ke lokasi lainnya. Apalagi gerimis semakin deras. Sampai di Pintu Gerbang Puncak Becici, kami segera pindah ke mobil mas Roby yang sudah menunggu.

Di udara dingin begini, perut mulai lapar. Kami makan siang di daerah Imogiri, yaitu di sebuah Rumah Makan dimana Pak Barack Obama pernah makan siang disini. Namanya Restoran Bumi Langit, terletak di Jalan Imogiri - Mangunan Km 3, Desa Giriloyo, Wukirsari, Kabupaten Bantul. Resto yang bangunannya berbentuk Pendopo Rumah Joglo gaya Jawa Tengah, dengan meja kursi kayu panjang ini terkenal karena semua hidangannya menggunakan bahan organic dan bebas kimia. Demikian pula menunya merupakan hasil kreasi sendiri, yang tidak ada di restoran lain. 

Kami memesan minuman Jus Rambutan yang dicampur dengan apa ya? Lupa…. enak segar. Kemudian nasinya ditemani masakan Ayam yang digoreng dengan bumbu-bumbu yang pas. Juga gurame goreng dan sayuran terong.  Semuanya terasa khas dan enak, sesuai dengan harganya yang lumayan mahal. Untuk menjaga kebersihan, masuk ke Pendopo tempat makan, kami harus melepas sandal/sepatu. Waktu Zuhur tiba, kami meninggalkan restoran, menuju Masjid di sektar daerah Imogiri ini.

Obyek wisata yang akan kami kunjungi selanjutnya adalah Museum De Mata dan De Arca di kota Yogyakarta. Di museum De Mata  ini menampilkan gambar 3 Demensi dan 2 Demensi. Dengan berfoto disini, hasil foto akan tampak seperti nyata. Bermacam-macam background lukisan pemandangan atau property tertentu digunakan disini, hasil fotonya tampak unik. Foto berada diatas jembatan yang sempit, yang kita berpura-pura akan jatuh, memerlukan keseimbangan. Foto duduk di rumput dengan background Menara Eifel, foto seakan sedang menjadi Pembalap sedang berada di sircuit, dan lain-lainnya. Ini anak-anak muda pasti suka.




Demikian pula di Museum De Arca, kita bisa foto dengan para selebrity dunia, seperti David Beckham, Jacky Chan, Cristiano Ronaldo maupun Nelson Mandela atau Steve Jobs. Dengan orang-orang terkenal seperti  Pak Jokowi, Pak SBY, Bu Mega, atau dengan banyak Public Figure lainnya juga ada.

Kembali ke hotel kami beristirahat sejenak. Untuk makan malam, kami merencanakan mencoba Kuliner Jogya yang sedang hits, yaitu Bakmi mbah Gito. Hujan gerimis mengiringi perjalanan kami ke Kota Gede, lokasi Warung Bakmi Jowo mbah Gito. Ternyata lokasinya lumayan jauh dari hotel, tepatnya di Jl. Nyi Ageng Nis No.9, Rejowinangun, Kotagede, Daerah Istimewa Yogyakarta. Seingatku perjalanan kesana perlu waktu sekitar 45 menit.





Menu khas dari Warung Bakmi Mbah Gito adalah Bakmi Godhog atau Mi Rebus dengan daging ayam suwir dan telur dikocok, akan lebih sedap jika ditemani cabai rawit dan acar timun. Lezat. Bumbu-bumbunya asli. Selain bakmi godhog, banyak menu lainnya Bakmi Goreg, Nasi goreng, Cap cay, dan lain-lain. Aku pesan Bakmi Godhog dan teh hangat. Teman-teman ada yang memesan Bakmi Goreg ada juga Nasi goreng. Menunggu makanan terhidang kira-kira 15 menit,  aku berjalan-jalan melihat-lihat suasana warung.

Rupanya aku lebih tertarik dengan bangunan warung ini dari pada bakminya. Interiornya unik dan eksotis, khas Jawa. Lampunya agak remang-remang. Pilar-pilar, atap, meja dan dingkliknya dari kayu pohon yang masih asli, tanpa dicat. Konon kayu-kayu ini adalah bekas kendang sapi. Begitu masuk, seakan kita berada di hutan yang kayunya sudah kering. Para Pramusaji mengenakan pakaian Jawa, berbahan lurik. Ketika tadi memasuki warung, di tengan belokan, ada patung kayu yang mengenakan blangkon dan juga berpakaian lurik. Aku kira patung tadi Pramusaji yang sedang mempersilahkan tamu pengunjung.

Saat mau pulang, baru aku menyadari, ada ukiran pada dua batang pohon yang cukup besar, berupa wajah 2 orang Presiden kita, Pak SBY dan Pak Jokowi. Dan ada sebuah foto (mungkin ini  foto Pemiliknya) dengan tulisan yang mengingatkanku pada anekdot yang sering kita lihat pada foto sosok pak Harto, dengan kata-kata “Isih enak zamanku to”  ..... 
Yang di foto ini “Isih enak bakmiku to” ……. He he he ….

Bersambung ke Wisata Alam dan Kuliner Yogya Solo (II)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar