Assalamu’alaikum
ww.
Nusa
Penida, salah satu pulau diantara 3 pulau yang terletak di sebelah
selatan pulau Bali, telah lama menjadi wish-list ku untuk mengunjunginya.
Sekarang tibalah kesempatan yang ditunggu. Bersama dengan suami, adik dan
seorang teman, kami berempat ke Bali dengan itinerary beberapa obyek wisata,
diantaranya Nusa Penida, Desa Panglipuran dan nonton Devdan Show.
Sebenarnya kondisi suami kurang bagus, kakinya masih belum sembuh benar untuk
beraktifitas. Tapi tetap antusias berangkat. Kita lihat saja nanti, jika
medannya sulit, tidak ikut turun ke lokasi.
Dari
Jakarta aku telah memesan tiket perjalanan tour ini melalui on-line di web
sitenya Pelangi
Nusa Penida Tour, dengan biaya Rp. 400.000 per orang. Sesuai arahan bu Ayu,
pimpinan Pelangi agar berada di Sanur jam 7.30, maka pagi ini kami berempat
sudah standby sejak jam 7 pagi. Aku mencari Counter Kapal Idola, di
deretan counter tiket yang terletak di pinggir Pantai Sanur ini. Sekalipun
bukan hari libur, lokasi ini ramai sekali. Counter tiket adalah sesuai dengan
nama kapalnya. Ada Dwi Manunggal, Gangga, Caspia,Idola dan lain-lain. Disinilah
tempat penjualan tiket ke Pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Centingan.
Tour yang aku pilih adalah Halfday Tour, berangkat pagi pulang sore. Tour ini
akan mengunjungi 4 obyek wisata di bagian barat pulau Nusa Penida. Jika ingin
diving dan snorkling, serta mengunjungi obyek wisata lain di bagian timur
pulau, maka harus menginap semalam atau dua malam.
Kami
menunggu keberangkatan fast boat yang menurut Petugas tiket, akan berangkat jam
8.15. Setelah menukarkan bukti yang kami punya dengan tiket, kami diberi kalung
berwarna hijau yang bertuliskan nama kapal kami. Sambil menunggu keberangkatan
kapal, aku memperhatikan kondisi di sekitar. Rupanya Pelancong dari
luar mendominasi tujuan wisata ini. Kebanyakan mereka masih berusia muda, tapi
ada juga yang sudah senior seperti kami.
Beberapa orang rombongan ibu-ibu dari Jakarta tampak mengenakan celana tanggung
dengan topi yang modis.
Setelah
jam 7.30, setiap 15 menit terdengar pengumuman nama kapal yang berangkat.
Begitu diumumkan kapal Idola berangkat, kami langsung menuju kapal yang
bersandar di tepi pantai. Sungguh sayang, tidak ada dermaga disini, sehingga
kami turun langsung ke air setelah mengumpulkan sandal di keranjang yang telah
disediakan. Penumpang naik ke kapal dengan dibantu Petugas, masuk di ruang
bawah dan sebagian ada yang senang dilantai atas. Jumlah kursi sesuai dengan jumlah
penumpang. Fast Boat dengan 5 mesin ini memiliki kapasitas penumpang lebih dari
100 orang, mungkin 130 an. Ternyata tidak semua penumpang mendapatkan
pelampung. Aku yang tidak bisa berenang, berkali-kali minta pelampung, akhirnya
diberikan.
Duduk di
sebelahku, pemuda-pemuda dari Korea. Disamping kiri keluarga India, dan di
depan banyak wisatawan bule. Petugas kapal berkeliling meminta kembali kalung
Identitas Idola hijau yang tadi dibagikan, dan meminta bukti tiket, kemudian menyobeknya
sedikit di pinggir. Kapal kami berayun-ayun membelah laut yang tenang, membuat
banyak penumpang tertidur.
Tepat 45 menit perjalanan, kapal tiba di Sampalan, merapat di sebuah dermaga
sederhana yang bentuknya seperti jembatan bambu. Para Driver menjemput ke
pinggir pantai, dengan membawa papan kertas bertuliskan nama, dan kami pun
ketemu dengan Bli Agus, Driver
merangkap Guide yang akan menemani kami selama disini nanti. Dia membawa
mobil Suzuki. Setelah berkenalan, kami ngobrol santai. Aku sempat menanyakan, apakah
berasal dari Jawa, namanya Agus? Ternyata asli Nusa Penida, namanya Wayan Agus,
tetapi karena banyak nama Wayan di kantornya, dia memilih nama panggilan Agus
supaya tidak sama.
Sepanjang
perjalanan, Bli Agus memberikan informasi perjalanan wisata kita nanti dan
tentang keseharian kehidupan di pulau ini. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke
Pulau Nusa Penida setiap hari lebih dari seribu orang, karena jumlah kapal yang
berangkat setiap hari cukup banyak. Belum Wisatawan yang sudah berada disini
karena datang kemaren dan menginap. Saat ini bukan high season. Dapat
dibayangkan bagaimana ramainya saat sedang high season. Wisatawan asing biasanya menginap dan lebih suka menggunakan
kendaraan motor sewaan. Mereka explore Nusa Penida hingga ke sudut-sudutnya. Namun
ada juga keluarga-keluarga yang menggunakan mobil seperti kami. Untuk kendaraan
rental atau dari Travel kebanyakan mobilnya bermerk Avanza, Innova atau Suzuki dan
berwarna putih. Dipilih warna putih agar tidak panas dan jika kotor tidak begitu
tampak.
Kami
melewati bukit-bukit kapur dengan pepohonan yang mulai mengering di
musim kemarau. Pohon-pohon jati sebagian daunnya coklat layu. Kira-kira di
bagian tengah pulau, tampak bukit-bukit yang masih berwarna hijau, Kata Bli
Agus, bukit-bukit itu namanya Puncak Mundi,
disana terdapat dua buah pura yaitu Pura Paluang dan
Pura Goa Giri Putri.
Tanah di
pulau ini sama dengan tanah di Ungasan, daerah dimana patung Garuda Wisnu
Kencana berada. Tanah kapur yang tidak subur, Tatapi aku rasa ada teknologi
yang bisa merubahnya, yang mungkin untuk saat ini masih mahal. Jalanan naik
turun membelah pulau. Sebagian mulus, dan sebagian masih berbatu-batu,
guncangannya cukup membuat pegal seluruh badan. Rencana perbaikannya menunggu
anggaran tahun depan.
Tujuan
pertama kami adalah menuju obyek Wisata Angel’s Billabong,
sebuah laguna yang terletak di sebuah pantai dengan pemandangan laut biru.
Jalan menuju tempat itu menanjak naik turun dan kadang karena sempitnya, jika
ada mobil berpapasan harus mengalah salah satu. Dengan medan yang seperti ini, aku sempat ragu-ragu apakah akan
lanjut, atau hanya satu obyek wisata saja yang kami kunjungi. Lanjuuuutttt ………
Sampailah
kami di lokasi pelataran parkir yang agak rata. Dari pelataran parkir itu, kami
bersama-sama dengan pengunjung lainnya berjalan menuruni bebatuan menuju
pantai. Sinar matahari yang terik terasa memanggang tubuh. Karena tidak
mengenakan topi, kami sibuk menutup muka dengan benda seadanya. Duh, pastilah
mukaku akan menghitam dan akan lama pulihnya. Aku buru-buru memakai sun-block.
Itulah perbedaan yang nyata antara wisatawan lokal dengan orang-orang bule yang
ingin kulitnya menjadi hitam. Mereka dengan tenangnya berbusana minim
membiarkan kulitnya yang mulus terbakar matahari.
Kami
mengikuti arus pengunjung menuruni jalan semen dengan beberapa anak tangga
hingga tampak dari jauh sebuah gundukan hitam, seperti lumpur yang meleleh
membasahi bebatuan. Ketika didekati, yang semula aku kira lumpur hitam itu
ternyata bebatuan yang berrongga dan permukaannya runcing-runcing tajam. Dari
sini jika kita melihat kearah bawah, diantara dua tebing batu yang terbelah,
terdapat celah dimana tampak kolam yang airnya sangat jernih, Dibawah sana
banyak wisatawan berenang dan bermain air bergandengan membentuk formasi. Ada
pula yang berjalan-jalan di pantai berpasir di sekitar kolam air jang jernih
itu. Dari mana ya, mereka bisa turun kesana? Rupanya mereka menuruni bebatuan
yang ada di tebing hingga sampai ke air laut. Tentu saja sangat
berbahaya, selain tebing itu curam, apabila sewaktu-waktu ombak besar datang
akan jatuh kebawah. Sebenarnya akupun ingin sekali berjalan-jalan di pasirnya
atau bermain air disana. Tapi tidak punya nyali dan kemampuan untuk menuruni
tebingnya, jadi hanya melihat dari atas saja.
Kami
melanjutkan perjalanan menuju obyek wisata kedua yaitu Broken Beach,
yang masih berada satu lokasi dengan Angel’s Billabong. Berjalan beberapa puluh
meter lagi kedepan, kami melihat tebing batu yang berbentuk seperti jembatan
dengan lubang dibawahnya. Pemandangan yang sangat bagus, Para wisatawan antri
untuk berfoto atau berselfi di tempat yang strategis, bahkan untuk menghasilkan
foto yang bagus mereka naik ke pohon. Foto yang saya ambil memang kurang bagus,
tidak bisa memperlihatkan keindahan dan keunikan Broken Beach yang
sesungguhnya. Hasilnya sangat berbeda dengan foto yang diabadikan oleh seorang
Fotografer. Dari Pelangi Nusa Penida, saya memperoleh foto ini.
Menurut
cerita yang beredar, nama Broken Beach diberikan oleh Turis Australia
yang pernah mengunjungi tempat ini. Nama asli tempat ini adalah Pasih Uug, yang
artinya pantai yang rusak. Kami menuruni jalan semen yang sebagian rusak parah
diterjang gelombang tinggi di bulan Juli lalu, padahal jalan semen ini berada
di ketinggian dan jauh dari laut.
Meninggalkan
Broken Beach, kami menuju ke Kelingking Beach.
Jarak tempuh dari Broken Beach ke Kelingking Beach terasa lebih dekat dan
kondisi jalannya pun cukup baik. Lokasi pantainya berada dibawah sana,
sedangkan kami berada di atas. Rasanya tidak memungkinkan pengunjung turun ke
pantainya yang berpasir putih itu. Jika ada yang mau ke pantai, harus turun
melalui tebing yang cukup berbahaya.
Matahari
tepat diatas kepala, saatnya perut mulai lapar. Bli Agus sudah membawakan Lunch
Box dan minumannya untuk kami santap di sebuah Saung. Dari kejauhan tampak
gundukan tebing yang berbentuk seperti kelingking. Dibawahnya, ombak
menari-nari meninggalkan buih putihnya. Pemandangan yang cantik…….
Pengunjung
antri untuk berfoto di spot yang bagus dengan back ground gundukan kelingking
itu, Setelah makan dan berfoto, kami menuju toilet. Selama perjalanan di Bali
dan Nusa Penida ini, kami sholat di mobil, setelah terlebih dahulu mengambil
wudhu di toilet. Pada umumnya toiletnya cukup bersih dan ada airnya.
Obyek
wisata terakhir yang kami kunjungi adalah Crystal Bay, pantai
berpasir putih dengan tarian lembut pohon-pohon kelapa. Turis Asing sangat
menikmati kenyamanan di Crystal Bay, mereka berjejer tidur di pantai beralaskan
handuk, mandi sinar matahari. Sayang sekali sampah botol dan plastik bungkus
makanan berserakan di dekat tempat untuk duduk-duduk. Andai saja pantainya
bersih, aku mau juga berlama-lama disini. Menurutku kondisi ini harus segera
dibenahi, jika ingin wisatawan tetap mengunjungi Crystal Bay maupun Nusa Penida.
Lupakan
sampah…….. nikmati harumnya kopi Bali ditenyah semilirnya angin laut. Aku
juga sempat menikmati bakso ayam yang dijual oleh bapak dari Semarang,
satu-satunya makanan yang panas dan segar di pantai ini. Harga makanan lumayan.
Kelapa muda utuh, Rp. 30.000. Bakso Rp. 15.000.
Salah
satu kapal Idola yang seharusnya membawa kami kembali ke Sanur rusak, sehingga
kami baru akan dijemput pada jam 17.00. Kami menunggu kapal sambil ngemil di
Kafe Papilas, deket Dermaga Penyeberangan. Ketika Kapal Idola tiba, kamipun
bergegas menuju kapal. Good bye Nusa Penida….. see you next time. Insyaallah…….
Wassalamu’alaikum
ww.
Jakarta 8
Oktober 2018.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar