Assalamu'alaikum ww.
sebuah kesetiaan, tak lekang oleh
waktu
bahkan hingga ke anak cucu
itulah kesetiaan seseorang yang pernah
menemani ibuku
nenekku, kemudian adikku, kakakku, dan
lalu aku
diapun menua bersamaku
Setelah peringatan seribu hari
Almarhum Ibu beberapa waktu yang lalu, aku mulai menginventarisir apa yang
sebaiknya dilakukan oleh aku, putrinya. Diantaranya adalah “melanjutkan
silaturahmi” beliau. Tidak jauh-jauh, aku teringat akan seseorang yang sangat berarti
bagi Almarhum Ibu, yang telah merawat beliau hingga akhir hayatnya. Karena
sejak 13 tahun terakhir Ibu tinggal bersamaku, akupun sangat mengenalnya.
Yu Wi, demikianlah
kami memanggil namanya. Nama di KTP nya adalah Simi. Siapa sebenarnya Yu Wi itu?
Dia adalah seorang ibu dari 2 orang anak laki-laki, berasal dari sebuah desa di
wilayah Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Umurnya setahun lebih muda dari aku. Menurut
cerita Yu Wi kepada Ibu, yang kemudian
diceritakan Ibu kepadaku, dia meninggalkan desa dan keluarganya karena
mengalami KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) dari suaminya, maka terdamparlah
dia ke rumah Bapak-Ibu di kampung Bangunharjo, di kota Solo. Itu terjadi di
tahun 1977.
Yu Wi datang pada saat Adikku nomor
3 yang tinggal di Semarang akan melahirkan anak pertamanya. Jadilah Yu Wi diajak
ke Semarang untuk membantu mengurus bayi yang akan dilahirkan. Tetapi itu tak
lama karena ternyata anak Yu Wi yang kecil di desa sakit, sehingga dia harus
pulang ke Wonogiri. Akhirnya Adikku melahirkan anak pertamanya di rumah orang
tua kami di Solo.
Ketika Nenekku (ibunya Bapak) menderita
stroke, Yu Wi diminta Ibu kembali ke Solo. Sebelum sakit, Nenek tinggal di
rumahnya sendiri di Kampung Baluwarti Solo. Dengan telaten Yu Wi melaksanakan
tugasnya mengurus dan merawat Nenek sampai akhirnya beliau wafat.
Setelah wafatnya Nenek, Yu Wi
kemudian diminta membantu mengurus pekerjaan sehari-hari di rumah Kakak pertama
di Solo, di Kampung Brondongan. Tahun-tahun itu adalah jaman kejayaan Batik Solo. Kakak mempunyai usaha batik tulis yang cukup sukses.
Berada di rumah Kakak selama 6 tahun, sampai suatu hari diminta Bapak untuk
mengurus bayi, anak pertama dari Adikku nomor 4 yang tinggal di Bekasi. Yu Wi berada
disana sebagai pengasuh bayi hingga anak itu masuk sekolah dan kemudian
mengasuh dan merawat adiknya yang lahir kemudian.
Bapak berpulang kembali kepada Sang
Pencipta di tahun 1991. Sepeninggal Bapak, Ibu tinggal di rumah Adikku di
Bekasi, bahkan disana Ibu sempat membuka Toko Kecil sekedar untuk mengisi kesibukan.
Ketika beliau semakin sepuh dan di usia 75 tahun terkena serangan stoke,
Yu Wi pun kembali kami minta untuk merawat Ibu Jakarta. Serangan stroke yang
ketiga mengakibatkan beliau wafat, itu terjadi pada tahun 2013 di usia 84 tahun.
Setelah Ibu wafat, aku sempat menanyakan
kepada Yu Wi, apakah akan pulang ke Desa atau tetap bekerja di rumahku
bersama-sama dengan Asisten Rumah Tangga yang sudah ada, mengurus rumahku. Rupanya
Yu Wi memilih tetap bekerja di rumahku supaya dekat dengan anak-cucunya yang
bekerja dan tinggal di Jakarta.
Begitulah, selama 39 tahun Yu Wi bersama kami. Sebegitu lamanya dia
membaktikan diri membantu keluarga besar kami, belum pernah sekalipun aku mengunjungi
keluarganya di kampung. Sungguh sangat keterlaluan aku ini ...........
Dan hari ini, aku berdua suami menuju
desa Kembang, Kecamatan Jatisrono,
Kabupaten Wonogiri, rumah orang tua Yu Wi. Yu Wi sendiri sudah berangkat ke
desa beberapa hari sebelum keberangkatanku. Tidak seperti yang aku gambarkan, bahwa
daerah Wonogiri itu kering dan gersang, ternyata hijau subur. Dari kota
Wonogiri kami ke arah timur melewati Waduk Gajah Mungkur, masih terus. Jika
lurus terus, jalan ini akan menuju kota Pacitan. Setelah sampai daerah
Jatisrono, menuju ke desa Yu Wi, kami berbelok kekiri. Dari sini jalan terus
menanjak dan rasanya seperti mengelilingi punggung gunung. Aku melihat sawah
menguning, sebagian sudah dipanen. Mobil terus mengikuti jalan
satu-satunya, melewati sebuah gedung sekolah SMP. Menarik perhatianku, di
pinggir jalan sepanjang gedung sekolah itu, pohon-pohon kelengkeng mulai
berbunga. Rupanya daerah ini cocok untuk bertanam kelengkeng.
Disini Rumah-rumah
sudah bagus, hampir tidak ada yang reyot. Daerah Wonogiri dikenal sebagai
daerah dimana warganya menjadi Perantau. Rupanya para Perantau inilah yang
membangun desanya. Diantara rumah-rumah yang lumayan bagus dan berpagar tembok
itu ada mobil parkir di garasinya. Dari jalan raya ke rumah Yu Wi perlu waktu 45 menit
jika naik kendaraan mobil, atau ongkos Rp. 100.000 jika naik Ojek. Di hari
pasar, ada kendaraan yang sampai ke rumahnya.
Akhirnya sampailah kami ke rumah Yu Wi. Rumahnya besar, cukup luas, berlokasi di atas perbukitan yang berhawa dingin. Halamannya diplester semen untuk menjemur padi dikala panen. Di sebelah kanan rumah agak jauh, ada kandang kambing dengan beberapa ekor kambing yang tak henti mengembik meminta makan. Itulah hasil jerih payahnya bekerja selama ini, sedikit demi sedikit ditabung untuk membangun rumahnya. Udara bersih dan segar, rasanya seperti di puncak gunung. Melihat kebawah tampak jalan menurun, atap rumah-rumah dan pepohonan di pekarangan tetangganya yang hijau.
Akhirnya sampailah kami ke rumah Yu Wi. Rumahnya besar, cukup luas, berlokasi di atas perbukitan yang berhawa dingin. Halamannya diplester semen untuk menjemur padi dikala panen. Di sebelah kanan rumah agak jauh, ada kandang kambing dengan beberapa ekor kambing yang tak henti mengembik meminta makan. Itulah hasil jerih payahnya bekerja selama ini, sedikit demi sedikit ditabung untuk membangun rumahnya. Udara bersih dan segar, rasanya seperti di puncak gunung. Melihat kebawah tampak jalan menurun, atap rumah-rumah dan pepohonan di pekarangan tetangganya yang hijau.
Aku dan suami diperkenalkan kepada ibunya
yang sudah sepuh tetapi masih sehat dan segar, juga adik-adik serta keponakannya.
Keluarganya menyambut kami dengan hangat, menyediakan hidangan makan siang
dengan minuman es kelapa muda yang segar. Kamipun menikmati silaturahmi yang
menyenangkan.
Apa yang menjadikan Yu Wi setia
sampai puluhan tahun bersama kami? Aku sendiri tidak tahu persis, tetapi memang
kami semua, sudah menganggapnya sebagai keluarga sendiri. Bayi-bayi yang dahulu
diasuhnya, yang adalah keponakan-keponakanku, sekarang sudah bekerja. Ketika
acara Wisuda S1 dan S2 mereka di Kampus ITB, Yu Wi pun ikut hadir menemani Adikku
sebagai undangan. Semoga silaturahmi keluarga besar kami dengan Yu Wi tetap berlanjut hingga kelak Allah SWT
memanggilnya.
Wassalamu’alaikum ww.
Jakarta, 30 Januari 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar