Assalamu’alaikum ww.
Kali
ini aku dan suami bersama semua anak cucu berlibur memanfaatkan sisa libur
Lebaran mengunjungi kota Malang dan Batu. Menurut Aisha, cucu pertama
kami yang baru beberapa bulan ke Malang, "Yangti pasti seneng deh, disana
ada Eco Park". Dia tahu kalau aku suka travelling ke tempat-tempat yang
alami atau bernuansa keindahan lingkungan.
Jauh-jauh
hari rencana ini sudah disosialisasikan. Dibuat Itinerary dan persiapan
akomodasinya, mengingat kami akan pergi bersembilan. Yangkung Yangti bersama
dua keluarga anak kami, yang masing-masing sudah punya momongan. Ketiga gadis
kecil kami itu adalah Aisha, Lila dan Allura.
Hari
Pertama. Mendarat
di Bandara Juanda Surabaya, Aisha, Lila dan Allura kelihatan ceria.
Mereka bercanda bertiga, sambil naik keatas koper-koper yang didorong
oleh ayah mereka. Surabaya yang dulu panas, sekarang tampak berbeda.
Pohon-pohon peneduh menghiasi sepanjang jalan yang kami lalui. Rupanya
tangan dingin dan hati bu Risma telah berhasil merubah Surabaya.
Tujuan
pertama kami adalah menyeberangi Jembatan
Suramadu, untuk menikmati makan siang dengan menu bebek yang cukup terkenal
di kota Bangkalan. Kami tidak menyangka bahwa sekalipun begitu banyak
restoran bebek berderet di sepanjang jalan memasuki kota, namun semuanya antri.
Yang terkenal adalah Restoran Bebek Sinjay
dan Bebek Songkem. Akhirnya nggak
pilih-pilih lagi, kami masuk ke salah satu resto yang tidak begitu banyak
pengunjungnya karena untuk jam makan anak-anak, waktunya sudah lewat.
Mobil
yang telah kami pesan rupanya tidak sesuai dengan janji. Selain kondisi
kendaraan yang kurang nyaman, pengemudinya juga tidak mengetahui jalanan
Surabaya. Rupanya di liburan Lebaran ini Perusahaan Rental dimana kami memesan
kendaraan sudah kehabisan Kendaraan dan Pengemudi, sehingga untuk kami
diambilkan Kendaraan dan Pengemudi dari Bojonegoro. Kecewa dengan pelayanannya,
di hari selanjutnya kami mencari Perusahaan Rental lain.
Kami
menginap di Hotel Mercure Darmo. Begitu
sampai hotel, ketiga gadis kecil kami segera menuju kolam renang untuk bermain
air hingga senja tiba. Ke Surabaya, tidak afdol kalau tidak
mencicipi kulinernya. Ada yang membuatku penasaran dengan salah satu kuliner
yang namanya "Rawon Setan". Seperti
apa ya? Kami segera meluncur untuk menikmati makan malam disana. Di masa
lalu, katanya tempat makan ini mulai buka jam 11 malam. Itulah sebabnya
dinamakan “Rawon Setan”. Rupanya sekarang sudah berubah, waktu buka seperti
biasa. Yang kami kunjungi ini adalah yang dari dulu aslinya disini. Mungkin
sudah ada cabang yang lain. Tempatnya
tidak terlalu luas, tetapi selalu penuh pengunjung. Rawon disajikan di mangkuk
dengan rangkaian tauge mentah dan telur asin. Sedap sekali rasa dan aroma yang
muncul ketika dimakan berbarengan, nasi putih, kuah rawon panas yang berisi
daging sapi empuk, telur asin dan kerupuk. Barangkali bagi penikmat rawon
Surabaya, inilah masakan rawon yang paling sip. Masakan rawon yang sering aku
nikmati sebelum ini adalah rawon ibu Tris, tempatnya di dekat Bandara
Adisumarmo Solo. Rawon ala solo inipun juga mak nyuss.....
Hari Kedua. Pagi hari, kami
breakfast di hotel dan setelah kendaraan menjemput, segera menuju kota Malang.
Dari Surabaya jam 10 pagi, di perjalanan singgah sebentar Porong, untuk melihat
danau lumpur di Sidoarjo. Di bawah
teriknya matahari tampak dihadapan kami, bukan lautan tetapi daratan lumpur
yang agak berbau. Melihat fenomena lumpur Sidoarjo ini, mengingatkan kita untuk
peduli dan bersikap baik terhadap alam. Alam menjadi tidak ramah kepada
manusia, jika manusia memperlakukannya dengan tak semena-mena. Kalau sudah
menjadi bencana begini, apa yang bisa kita perbuat? Belum ada tehnologi yang
dapat mencarikan jalan keluar atas permasalahan ini. Pertanyaan di kepalaku
bermunculan. Akankah bertambah luas? Bagaimana dengan masyarakat penghuni
sebelumnya, dimana mereka sekarang? Sudahkah selesai permasalahan ganti
ruginya? Mengapa Perusahaan yang melakukan tindakan ceroboh seperti ini masih
diberi ijin untuk beroperasi?
Kembali ke
kendaraan, Aisha dan adik-adiknya mulai lagi bercanda dan main bersama. Kadang
ada yang marah, nangis, kemudian berbaikan tertawa-tawa lagi. Yah, itulah dunia
anak-anak, dunia yang indah menyenangkan. Aku sebagai eyangnya berharap dan
mendoakan, semoga kelak di masa dewasanya mereka menjadi wanita-wanita sholehah
yang mempunyai peran dalam membawa tanah air Indonesia menuju zaman
keemasannya. Amin.....
Kota Malang hampir seperti Bandung. Selain
sejuk, Malang juga kota kreatif. Terbukti dengan adanya hal-hal baru yang
membuat masyarakat ingin selalu mengunjunginya.
Kami menginap di Hotel
Horizon Ultima dan makan malam di sebuah tempat yang memppunyai
masakan khas Soto. Rasanya lumayan, meskipun di lidah orang Solo seperti aku,
tetap lebih memilih Soto Trisakti.
Hari Ketiga. Tujuan kami adalah kota Batu, dimana
terletak banyak tempat wisata baru, wisata edukasi dan budaya untuk anak-anak. Berdasarkan
hasil browsing internet, beberapa tempat yang kami pilih untuk dikunjungi
antara lain : Eco Green Park, Museum
Satwa, Museum Angkut dan Batu Night Spectacular. Semuanya berada di lokasi
yang berdekatan dan merupakan bagian dari Jatim Park. Kami akan seharian berada di kota ini, karena
untuk mengelilingi salah satu tempat wisata saja, memerlukan waktu yang lumayan
panjang.
Pertama, kami menuju obyek wisata Eco Green Park, yang merupakan obyek wisata edukasi dan lingkungan.
Wisata ini dimaksudkan untuk mendidik pengunjung dewasa maupun anak-anak,
menambah kecintaaan terhadap alam, sambil memanfaatkan semua hal yang
berhubungan dengan semangat melestarikan alam Go Green. Tujuannya adalah agar
generasi muda turut serta melestarikan alam serta memanfaatkan daur ulang
menjadi bentuk baru yang bisa berdaya guna. Tentu saja disertai dengan beberapa
permainan untuk menarik perhatian dan membuat gembira anak-anak. Mottonya adalah
Fun and Study.
Ada berbagai wahana edukasi yang dapat dikunjungi, antara
lain : Biogas, Hidroponik, Strawberry dan Jamur, Pengolahan sampah, Pengolahan
Susu, Perkebunan Sayur dan lain-lain. Juga ada Jungle Adventure, musik, out bound, dan
lain-lain. Tetapi kami hanya mengikuti pilihan Aisha, Lila dan Lura, melihat
obyek yang menarik minat mereka.
Memasuki pintu depan, disambut dengan miniatur candi-candi
di Indonesia. Selanjutnya kami menemukan sebentuk gajah yang dibuat dari
barang-barang bekas seperti Monitor Komputer, Tablet, Hand Phone dan peralatan
lain. Bagus sekali. Inilah salah satu ikon Eco Green Pak, yang memperlihatkan
secara nyata bahwa barang-barang bekas itu telah menjadi sesuatu yang lain yang
juga bermanfaat.
Kami menyewa sepeda listrik (dengan baterai) menyusuri
jalan satu arah yang berliku sambil menikmati kicauan burung-burung cantik
di kandang-kandang yang berderet. Sesekali berfoto dengan burung-burung itu.
Aisha, Lila dan Lura tampak gembira bergantian berboncengan naik sepedanya.
Ada satu obyek yang cukup seru untuk anak-anak yaitu Rumah Terbalik. Ini adalah replika rumah dengan ukuran sebenarnya,
namun posisinya semua terbalik. Ide yang kreatif. Sambil takut-takut Lila tetap
ikut masuk ke dalam mengikuti kakaknya.
Pada akhirnya kami sampai di sebuah area Restoran seperti
Food Court dengan atap terbuka yang digantungi pot tanaman bunga-bunga Petunia.
Duh, cantik sekali. Makan siang bersama orang-orang tersayang dibawah naungan
bunga-bunga indah, terasa lebih nikmat.....
Setelah menikmati makan siangnya, Aisha dan adik-adiknya
menghambur ke pentas burung yang berada disamping Food Court karena pertunjukannya
akan dimulai. Menarik sekali, ternyata bukan hanya lumba-lumba yang dapat
diajari, burung-burung pun juga bisa dilatih dan mau mengikuti perintah pelatihnya.
Masih banyak obyek yang luput dari perhatianku, tidak sempat
ditengok atau hanya sebentar sekali sekedar numpang lewat saja. Bioskop 3
demensi Hanoman, Jungle Adventure, Koleksi Kupu-kupu dan Serangga, Plaza Musik,
Walking Bird, Eco Science Center, Pemerahan susu sapi, Pengolahan sampah,
Pembibitan tanaman dan lain-lainnya. Karena pada dasarnya aku menyukai hal-hal
seperti ini, berharap suatu ketika nanti dapat mengulangi kunjungan ini.
Hari terasa panas, terik matahari menyengat ketika kami
meninggalkan Eco Green Park menuju Museum Satwa. Lokasi Museum Satwa tidak
jauh dari Eco Green Park. Gedung dengan 6 pilar berdiri tegak nan kokoh, diapit
dua penjaga berupa Gajah besar yang berada di sisi kanan dan kirinya ini
menyambut kedatangan kami. Memasuki ruangan langsung mak nyessss ...., begitu terasa sejuknya Ac.
Masuk kedalam, suasana hening. Tidak banyak pengunjung di
museum ini, sehingga terasa lengang.
Sebuah Sangkar atau Kurungan raksasa dengan kursi taman di
didalamnya, mengundang kita untuk duduk sebentar menikmati taman didalam
sangkar itu. Spot bagus untuk berfoto. Masuk lagi kedalam, kita akan disuguhi replika
dua ekor Dinosaurus besar yang seolah-olah sedang berlaga. Ini juga merupakan
spot bagus buat berfoto.
Di museum ini, jenis binatang yang dipamerkan cukup beragam. Ada yang dipamerkan
dalam bentuk binatang yang telah dikeringkan, dalam bentuk foto, atau lukisan. Binatang-binatang
itu diletakkan di dalam kaca. Beberapa diantaranya menarik karena tampak
seperti sebenarnya, Beruang Kutub yang berdiri diatas bongkah-bongkah es yang
membeku dan Singa berkelahi dengan Zebra. Selain binatang-binatang yang masih
ada di jaman sekarang, juga dipamerkan fosil binatang purba seperti Dinosaurus
dan Mammoth.
Selanjutnya kami menuju ke
lokasi Museum Angkut. Menurut brosur
yang ada, ini adalah Museum transportasi modern pertama di Indonesia dan Asia, yang
memadukan unsur seni dan budaya dengan konsep edukasi dan entertainment. Tempat
wisata seperti ini rasanya tidak kalah dengan tempat-tempat wisata di luar
negeri. Selain berada di lokasi sejuk di lereng Gunung Panderman, juga luas dan nyaman, dengan
bangunan-bangunan model Eropa. Isinya
sangat lengkap, karena lebih dari 300 koleksi kendaraan ditampilkan.
Di pelataran halaman depan dekat
tempat penjualan tiket, sudah dipajang Kendaraan Lapis Baja seperti Panser.
Disini saja, anak-anak sudah dipancing rasa ingin tahunya. Mereka tertarik
untuk naik dan melihat-lihat apa yang ada didalamnya. Kemudian, ketika masuk
kedalam museum, berturut turut diperlihatkan moda transportasi dari jaman dahulu
hingga sekarang. Dari gerobag sapi hingga kereta kencana, dari sepeda ontel,
becak hingga sepeda motor, dari bajay, mobil, kereta api hingga helikopter.
Berbagai merk motor dan mobil seperti Ducati, Vespa, Chevrolet, VW, Mercedez,
masih kelihatan bagus dan terawat, walaupun usianya sudah tua. Aku melihat
mobil Chevrolet tahun 1932, berarti umurnya sudah 83 tahun, masih tampak
kinclong. Barangkali mobil-mobil ini milik para Kolektor. Di hari akhir pekan
dan hari libur, ada pertunjukan Parade Museum Angkut dan Movie Star Studio,
dimana ditampilkan mobil-mobil tua itu dinaiki figur-figur yang disukai atau
setidaknya dikenal anak-anak, seperti Super Man, Dracula, dan Princes-princes.
Bagus sekali......
Menuju pintu keluar, ternyata disebelahnya masih ada lagi satu
Bangunan yang bisa dilihat. Aisha dan adik-adiknya, ditemani ayah mamanya
melanjutkan eksplorasinya kesana. Aku berdua suami lebih suka menikmati pemandangan Gunung
Panderman yang gagah itu sambil merasakan udara yang semula sejuk mulai menjadi
dingin. Bunga-bunga merah indah menghampar di hadapan kami.
Rupanya sudah waktunya anak-anak makan. Keluar dari Museum
Angkut, kami disambut dengan Restoran-restoran di sekeliling kolam. Kami memilih
salah satu diantaranya yang sesuai dengan selera gadis-gadis kecil kami, dan
kemudian menikmatinya dipinggir kolam.
Masih ada satu obyek wisata lagi yang akan kami lihat yaitu Batu
Night Spectacular. Lokasinya tidak jauh dari tempat-tempat yang tadi telah
kami kunjungi. Arena pertama yang kami temui adalah permainan, dimana anak-anak
mencoba menaiki patung sapi yang berputar dan makin lama semakin kencang. Dalam
beberapa detik saja, siapa yang naik akan terlempar jatuh.
Ketika dari luar pagar melewatinya, hari masih terang, kami
tidak melihat sesuatu yang specifik didalamnya. Tetapi kemudian setelah antri
tiket dan berhasil masuk area Batu Night Spectaculair, senja telah berganti
malam, lampion-lampion dengan berbagai ukuran dan berbagai bentuk telah menyala
dengan indahnya.Cantik sekali.......
Aisha, Lila dan Lura masing-masing berfoto di dekat lampion
kesayangannya. Ada yang berbentuk bunga,
binatang, tokoh kartun, dan sebagainya.Setelah puas mengelilingi Batu Night
Spectaculair, dan capai berjalan kaki seharian, akhirnya mereka minta pulang kembali
ke hotel.
Hari keempat. Acara
bebas. Aku berdua suami mau ke Blitar,
ke makam Bung Karno, Pahlawan
Nasional dan Proklamator yang aku kagumi. Anak pertama kami bersama keluarga
masih akan melanjutkan wisata edukasi ke Batu, ke Museum Tubuh. Anak bungsu
kami dengan keluarganya mengunjungi salah satu perusahaan pembuat boneka,
terkait dengan usaha bisnisnya.
Perjalanan dari Malang ke Blitar memerlukan waktu 3 jam jika
dilalui dengan santai. Sampai Blitar kami langsung menuju makam. Sesuai
peraturan Pemkot Blitar, mobil diparkir agak jauh dari lokasi makam, dan kami berdua naik
becak. Becaknya akan menunggu hingga ziarah kami selesai. Tentunya ini salah satu upaya untuk memberikan penghasilan
kepada para Tukang Becak di sekitar makam, sekaligus menata ketertiban kota,
karena setiap hari berpuluh bus dan mobil membawa ratusan orang Peziarah
mengunjungi kota Blitar.
Sebenarnya beberapa tahun yang lalu aku sudah pernah
mengunjungi makam Bung Karno. Waktu itu makamnya masih sederhana. Sekarang area
sekeliling lokasi sudah diperluas menjadi bagus, ada Masjid, Ruang Tamu,
Perpustakaan dan lainnya. Menuju makam, kami melewati tangga turun kemudian
masuk ke pelataran sebuah bangunan rumah
joglo, dimana ditengahnya terdapat satu-satunya makam dengan batu nisan
berwarna hitam. Itulah makam Bung Karno, salah seorang Pendiri negeri ini, Kami
bersama-sama Peziarah lain berdoa, memohonkan ampunan atas dosa-dosanya, dan semoga
beliau mendapat tempat yang layak disisi Allah SWT, sesuai dengan apa yang
telah diperjuangkannya untuk bangsa ini.
Sebelum meninggalkan makam Bung Karno, kami sempat sholat
jamak takdim di masjid di dekat makam.
Waktunya makan siang tiba, kami mencari kuliner khas kota Blitar. Dari bertanya kesana kemari, akhirlah bertemu
dengan masakan "ikan kutuk" atau ikan gabus dengan bumbu kuah santan
di sebuah Warung Makan di Jalan Tanjung nomor 5 Turi, Blitar. Lumayan enak......
Hari
mulai senja ketika kami tiba kembali di kota Malang. Sesuai janji, kami
sekeluarga akan menikmati hidangan makan malam dari sebuah Resto Jadul (jaman
dulu) tetapi cukup terkenal di kalangan wisatawan. Namanya Resto Inggil, berlokasi di tengah kota Malang.
Di
depan rumah makan ini, terdapat Toko Cinderamata khas kota “Ngalam”, demikian arek Malang menyebut nama kotanya. Rupanya
bertepatan dengan malam minggu, resto penuh pengunjung. Untung kami sudah dapat
tempat duduk di satu ruangan, dengan penataan yang antik, dindingnya penuh
dengan kaset lagu-lagu jadul. Sambil menunggu makanan dihidangkan, aku melihat Aisha
dan adik-adiknya menghilang. Ternyata mereka melihat pentas tari di
ruangan utama resto.
Hari kelima. Hari ini adalah hari
terakhir kami berlibur. Setelah menyelesaikan urusan cek out hotel, kami akan
mencari oleh-oleh. Pak Sopir menunjukkan tempatnya. Aku lupa nama tokonya,
tetapi ingat bahwa toko itu berlokasi di suatu tempat seperti gudang. Model
tokonya seperti supermarket, yang menyediakan berbagai jenis makanan khas
Malang, demikian pula T Shirt yang ada kata “Ngalam”nya lengkap tersedia.
Dari
Malang kami langsung menuju Bandara Juanda Surabaya tanpa mampir-mampir
lagi, karena harus mengejar keberangkatan pesawat ke Jakarta. Selama lima hari
kebersamaan kami dengan anak-cucu telah menorehkan kenangan manis. Semoga
kesempatan seperti ini akan terulang lagi suatu waktu kelak disini atau
ditempat lain. Inshaallah.......
Wassalamu;alaikum
ww.
Jakarta,
27 Juli 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar