Assalamu’alaikum ww.
Perjalanan kami kali ini adalah
perjalananan yang ketiga setelah berturut-turut kami berdelapan
bersama-sama ke Sukabumi dan Banyuwangi. Anggota rombongan tetap sama, Bapak Novian dan Ibu Syafrida
Novian, Bapak Thamrin dan Ibu Ida Thamrin, Bapak Ari dan ibu Nenden Ari serta
aku berdua my hubby, Djoko Darmono. Kami telah sepakat sejak lama, merencanakan
untuk jalan-jalan sambil menikmati kuliner ke Yogyakarta dan Solo. Tiket
Citilink telah kami pesan jauh-jauh hari sebelumnya, dimana untuk lansia
seperti kami diberikan diskon 25%. Lumayanlah…….
Hari Pertama. Penerbangan siang jam 11.30 di hari
Sabtu tanggal 19 Januari 2019 membawa kami 4 pasang Bapak Ibu menuju
Yogyakarta. Alhamdulillah pesawat mendarat dengan mulus di Bandara Adisucipto.
Mobil Toyota HiAce yang akan menemani kami berkeliling sudah menjemput,
dipiloti oleh mas Roby, anak muda mahasiswa di Yogya.
Tujuan pertama, adalah mengisi perut dengan
kuliner asli khas Yogya yaitu di Resto
Gudeg Yu Jum. Begitu memasuki ruangan. lagu-lagu nostalgia, antara lain
lagunya Katon Bagaskara berjudul Yogyakarta, menyambut kehadiran kami. Lagu
manis itu mengiringi makan siang kami. Gudeg mungkin tidak asing lagi bagi
sebagian besar orang Indonesia. Gudeg Yogya dengan sambal goreng krecek serta
opor ayam dan telur pindang sudah demikian popular, tetapi menikmati makanan
itu di tempatnya, tentu terasa lebih pas.
Kami memanfaatkan waktu, dengan tidak
cek-in ke hotel dulu, tetapi langsung sholat Jamak Qoshor di sebuah masjid yang
baru diresmikan Ramadhan tahun ini, yang terletak di Grojogan, Pandowoharjo,
Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman. Namanya Masjid Suciati Saliman. Masjid ini dibangun oleh seorang Ibu
Pengusaha Ayam Potong di daerah Sleman, Yogyakarta. Nama masjidnya mengambil
nama ibu tersebut, Ibu Suciati Saliman. Lantai 1 Masjid (lower Ground) saat itu
digunakan untuk tempat akad nikah. Bagi lansia yang tidak kuat naik
tangga, disediakan Lift dari lantai
dasar (ground) menuju lantai 2 atau lantai 3. Sedang untuk mereka yang masih
muda, naik lewat tangga.
Masjid yang indah bergaya Maroko ini dibangun selama
lebih kurang 3 tahun dengan dana pribadi ibu Suciati Saliman sendiri. Tampilan
Masjid sebagian tampak seperti Masjid Nabawi, khususnya lengkung-lengkung pada
bagian atas dan pintu-pintunya yang berjumlah 9 buah. Dari Pengelola Masjid diketahui
bahwa harga 1 pintu saja, Rp. 1 Milyar. Pantaslah tampilannya bagus dan mewah.
Selesai sholat, kami berfoto di depan
mimbar. Tak lupa masing-masing Bapak dari rombongan kami mencoba berdiri di
depan Mimbar dengan mike ditangan, seakan sedang berkhotbah. Padahal
hanya menyampaikan salam saja. Wah, seru...... Saya ingin mengambil foto Masjid
lengkap dengan menaranya, sayang sekali tidak bisa, karena halaman masjid
sedang dipasang tenda, untuk acara penganten. Ini foto yang saya dapatkan dari
Google.
Meninggalkan Masjid Suciati Saliman,
kami menuju Tebing Breksi. Obyek
Wisata ini, tepatnya berada di Dusun Groyokan, Kelurahan Sambirejo, Kecamatan
Prambanan, Kabupaten Sleman. Tebing Breksi semula adalah lokasi bekas
penambangan batu. Dan menurut hasil penelitian, batu itu berasal dari endapan
abu vulkanik Gunung Api Purba Nglanggeran. Bekas-bekas penambangan itu tampak
eksotis, sehingga masyarakat sekitar mengusahakannya sebagai tempat wisata.
Untuk para lansia, memang perlu berhati-hati karena banyak tangga yang harus
dilalui jika kita ingin berada di puncak teratas, dimana kita dapat menyaksikan
pemandangan senja yang menawan.
Banyak spot-spot untuk berfoto disediakan. Para
Pengunjung dibantu oleh para Petugas dari Pemuda setempat sebagai “Pengarah
Gaya” yang tidak meminta bayaran. Mereka mendapatkan tip dari pengunjung
seikhlasnya. Begitulah, kami pengunjung
akan dengan senang hati memberikan tip, apalagi jika hasil foto memuaskan. Spot
yang bagus berdasarkan hasil foto kami adalah di Pigura Bunga, di Bunga
Teratai, di Pintu Langit dan kemudian di tempat yang hasil fotonya seperti sedang
berada di Salju. Hari ini hari Sabtu malam Minggu, suasana di sekitar lokasi
sangat ramai. Ketika ibu-ibu asyik berfoto-ria hingga senja turun menunggu sun set, para bapak sembari menunggu
kami, asyik ngopi di seberang Tebing. Hingga kami meninggalkan Tebing Breksi saat
menjelang Isya, disana masih ramai pengunjung.
Sesuai
rencana, kami akan makan malam di Restoran Abhayagiri, suatu tempat makan yang
cantik dan makanannya pasti asyik. Untuk
makan di restoran ini harus reservasi terlebih dahulu dengan harga Rp. 200.000
per pax (All You Can Eat). Kami berdelapan mengambil tempat di teras, di area
outdoor dimana terpasang banyak lampu-lampu taman, tampak bagaikan lilin-lilin kecil
yang menyala. Suasana yang pas untuk Candle light dinner berdua kekasih.
Sambil
memandang kerlip-kerlip lampu di kejauhan kota Yogyakarta, kami menikmati
hidangan makan malam dengan santai. Mengambil piring dan makanannya di dalam
Ruangan Utama, dimana terhidang deretan meja prasmanan dan gubug-gubug seperti
layaknya di hotel. Hidangannya memang lengkap dan berkelas. Aku mencoba Sup
Tuna, Salad, dan nasi dengan lauknya. Ada juga Empal Gentong, kuliner dari Cirebon
kesukaan my hubby. Sementara kami makan, di area yang lain terdengar ramai
musik dan penyanyinya. Rupanya ada acara gathering ulang tahun Perusahaan. Jika
teman-teman berminat, alamat Restoran Abhayagiri adalah : Sumberwatu Heritage Resort,
Dusun Sumberwatu Rt 002 Rw 001, rejo, Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Sayang sekali kami lupa berfoto disini.
Demikianlah
hari pertama telah kami lalui. Untuk ukuran usia kami, perjalanan hari ini
cukup padat, sehingga lumayan capai. Tiba di
hotel sudah jam 20.30. Kami menginap di Hotel Neo, dekat Malioboro.
Hari Kedua. Aku yang
biasa bangun pagi-pagi terasa luang jika rombongan baru berangkat jam 9.00 setelah
breakfast. Oleh karena itu, aku sudah buat janji dengan bu Novian akan keluar
jalan-jalan disekitar Malioboro, sekalian sedikit olah raga. Para pedagang kaos,
batik dan aksesori yang biasanya memenuhi trotoar jalanan sepanjang Malioboro belum
ada yang membuka lapaknya. Baru satu dua pedagang makanan yang sudah siap
menata dagangannya. Dari Hotel Neo di ujung Malioboro, kami berdua berjalan
kaki berpayung dibawah rintik hujan hingga ke ujung satunya, dan akhirnya kami membeli
Salak Pondoh yang buahnya besar-besar dan bersih. Harga per kg Rp. 20.000.
Hari
kedua di Jogya, acara kami adalah wisata ke Puncak Becici dan sekitarnya. Puncak Becici terletak di Desa Gunung
Mutuk, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, berjarak sekitar 23 km dari Kota
Yogyakarta. Setelah menikmati breakfast di hotel, kami menuju lokasi. Karena
hari Minggu, suasana sangat ramai. Bus-bus wisata dari berbagai kota berhenti dan
parkir di sekitar pintu masuk. Kami
bermaksud berkeliling dengan menggunakan Jeep, karena mobil kami akan sulit dan
tidak mampu mencapai lokasi. Untuk jarak terpendek yang hanya melihat 3 obyek
wisata yaitu 2 jam, biaya sewa Jeep Rp. 350.000. Jadilah kami menyewa 2 Jeep,
masing-masing untuk bapak-bapak dan untuk Ibu-ibu. Jeep hanya muat untuk
maksimum 4 orang, seorang disamping sopir, dan tiga orang berdiri dibelakang.
Aku mendapat jatah duduk disisi sopir. Wah, kita merasa muda lagi, bisa berdiri
dibelakang Jeep loreng yang berjalan kencang menaiki bukit.
Tujuan
Pertama adalah Jurang Tembelan.
Lokasi ini menjadi hits setelah Mantan Presiden Amerika Barack Obama
mengunjunginya. Di lokasi ini, selain pemandangannya indah, juga Pengelola
telah kreatif membuat spot-spot unik untuk berfoto. Seolah kita sedang berada
di atas lembah dan tebing nan hijau. Spot foto di Kapal Titanic dan Rumah pohon
juga menghasilkan foto-foto yang indah. Kesempatan untuk berfoto berpasangan
suami-isteri tak disia-siakan. Jika dikala muda kita disibukkan dengan
bekerja, mengurus rumah tangga dan keluarga, kini saatnya meluangkan waktu
berwisata berdua. Begitu antusiasnya untuk menikmati perjalanan ini, sebelum
berangkat Pak Thamrin telah membeli Hp baru Samsung S7 Note supaya hasil
fotonya bagus.
Karena
hujan gerimis cukup deras, banyak spot foto yang kami lewati. Menunggu hujan
reda, bapak-bapak ngopi dan menikmati Wedang Uwuh yang hangat di sebuah warung.
Rupanya waktu 2 jam sudah terlewati, sehingga kami tidak bisa lagi ke lokasi
lainnya. Apalagi gerimis semakin deras. Sampai di Pintu Gerbang Puncak Becici,
kami segera pindah ke mobil mas Roby yang sudah menunggu.
Di
udara dingin begini, perut mulai lapar. Kami makan siang di daerah Imogiri,
yaitu di sebuah Rumah Makan dimana Pak Barack Obama pernah makan siang disini.
Namanya Restoran Bumi Langit, terletak di Jalan Imogiri - Mangunan Km
3, Desa Giriloyo, Wukirsari, Kabupaten Bantul. Resto yang
bangunannya berbentuk Pendopo Rumah Joglo gaya Jawa Tengah, dengan meja kursi
kayu panjang ini terkenal karena semua hidangannya menggunakan bahan organic dan
bebas kimia. Demikian pula menunya merupakan hasil kreasi sendiri, yang tidak
ada di restoran lain.
Kami memesan minuman Jus Rambutan yang dicampur dengan apa
ya? Lupa…. enak segar. Kemudian nasinya ditemani masakan Ayam yang digoreng
dengan bumbu-bumbu yang pas. Juga gurame goreng dan sayuran terong. Semuanya terasa khas dan enak, sesuai dengan
harganya yang lumayan mahal. Untuk menjaga kebersihan, masuk ke Pendopo tempat
makan, kami harus melepas sandal/sepatu. Waktu Zuhur tiba, kami meninggalkan
restoran, menuju Masjid di sektar daerah Imogiri ini.
Obyek
wisata yang akan kami kunjungi selanjutnya adalah Museum De Mata dan De Arca di
kota Yogyakarta. Di museum De Mata ini
menampilkan gambar 3 Demensi dan 2 Demensi. Dengan berfoto disini, hasil foto
akan tampak seperti nyata. Bermacam-macam background lukisan pemandangan atau property
tertentu digunakan disini, hasil fotonya tampak unik. Foto berada diatas
jembatan yang sempit, yang kita berpura-pura akan jatuh, memerlukan
keseimbangan. Foto duduk di rumput dengan background Menara Eifel, foto seakan
sedang menjadi Pembalap sedang berada di sircuit, dan lain-lainnya. Ini
anak-anak muda pasti suka.
Demikian
pula di Museum De Arca, kita bisa foto dengan para selebrity dunia, seperti
David Beckham, Jacky Chan, Cristiano Ronaldo maupun Nelson Mandela atau Steve
Jobs. Dengan orang-orang terkenal seperti Pak Jokowi, Pak SBY, Bu Mega, atau dengan banyak
Public Figure lainnya juga ada.
Kembali ke hotel kami beristirahat
sejenak. Untuk makan malam, kami merencanakan mencoba Kuliner Jogya yang sedang
hits, yaitu Bakmi mbah Gito. Hujan gerimis mengiringi perjalanan
kami ke Kota Gede, lokasi Warung Bakmi Jowo mbah Gito. Ternyata lokasinya lumayan
jauh dari hotel, tepatnya di Jl. Nyi Ageng Nis No.9, Rejowinangun, Kotagede, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Seingatku perjalanan kesana perlu waktu sekitar 45 menit.
Rupanya aku lebih tertarik dengan bangunan warung ini dari pada bakminya. Interiornya unik dan eksotis, khas Jawa. Lampunya agak remang-remang. Pilar-pilar, atap, meja dan dingkliknya dari kayu pohon yang masih asli, tanpa dicat. Konon kayu-kayu ini adalah bekas kendang sapi. Begitu masuk, seakan kita berada di hutan yang kayunya sudah kering. Para Pramusaji mengenakan pakaian Jawa, berbahan lurik. Ketika tadi memasuki warung, di tengan belokan, ada patung kayu yang mengenakan blangkon dan juga berpakaian lurik. Aku kira patung tadi Pramusaji yang sedang mempersilahkan tamu pengunjung.
Saat
mau pulang, baru aku menyadari, ada ukiran pada dua batang pohon yang cukup
besar, berupa wajah 2 orang Presiden kita, Pak SBY dan Pak Jokowi. Dan ada sebuah
foto (mungkin ini foto Pemiliknya) dengan tulisan yang mengingatkanku pada
anekdot yang sering kita lihat pada foto sosok pak Harto, dengan kata-kata “Isih
enak zamanku to” .....
Yang di foto ini “Isih
enak bakmiku to” ……. He he he ….
Bersambung ke Wisata Alam dan Kuliner Yogya Solo (II)
Bersambung ke Wisata Alam dan Kuliner Yogya Solo (II)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar