Senin, 08 Oktober 2018

NUSA PENIDA : Angel’s Billabong, Broken Beach, Kelingking Beach dan Crystal Bay



Assalamu’alaikum ww.


Nusa Penida, salah satu pulau diantara 3 pulau yang terletak di sebelah selatan pulau Bali, telah lama menjadi wish-list ku untuk mengunjunginya. Sekarang tibalah kesempatan yang ditunggu. Bersama dengan suami, adik dan seorang teman, kami berempat ke Bali dengan itinerary beberapa obyek wisata, diantaranya Nusa Penida, Desa Panglipuran dan nonton Devdan Show. Sebenarnya kondisi suami kurang bagus, kakinya masih belum sembuh benar untuk beraktifitas. Tapi tetap antusias berangkat. Kita lihat saja nanti, jika medannya sulit, tidak ikut turun ke lokasi.

Dari Jakarta aku telah memesan tiket perjalanan tour ini melalui on-line di web sitenya Pelangi Nusa Penida Tour, dengan biaya Rp. 400.000 per orang. Sesuai arahan bu Ayu, pimpinan Pelangi agar berada di Sanur jam 7.30, maka pagi ini kami berempat sudah standby sejak jam 7 pagi. Aku mencari Counter Kapal Idola, di deretan counter tiket yang terletak di pinggir Pantai Sanur ini. Sekalipun bukan hari libur, lokasi ini ramai sekali. Counter tiket adalah sesuai dengan nama kapalnya. Ada Dwi Manunggal, Gangga, Caspia,Idola dan lain-lain. Disinilah tempat penjualan tiket ke Pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Centingan. Tour yang aku pilih adalah Halfday Tour, berangkat pagi pulang sore. Tour ini akan mengunjungi 4 obyek wisata di bagian barat pulau Nusa Penida. Jika ingin diving dan snorkling, serta mengunjungi obyek wisata lain di bagian timur pulau, maka harus menginap semalam atau dua malam.



Kami menunggu keberangkatan fast boat yang menurut Petugas tiket, akan berangkat jam 8.15. Setelah menukarkan bukti yang kami punya dengan tiket, kami diberi kalung berwarna hijau yang bertuliskan nama kapal kami. Sambil menunggu keberangkatan kapal, aku memperhatikan kondisi di sekitar.  Rupanya Pelancong dari luar mendominasi tujuan wisata ini. Kebanyakan mereka masih berusia muda, tapi ada juga yang sudah senior seperti kami. Beberapa orang rombongan ibu-ibu dari Jakarta tampak mengenakan celana tanggung dengan topi yang modis.

Setelah jam 7.30, setiap 15 menit terdengar pengumuman nama kapal yang berangkat. Begitu diumumkan kapal Idola berangkat, kami langsung menuju kapal yang bersandar di tepi pantai. Sungguh sayang, tidak ada dermaga disini, sehingga kami turun langsung ke air setelah mengumpulkan sandal di keranjang yang telah disediakan. Penumpang naik ke kapal dengan dibantu Petugas, masuk di ruang bawah dan sebagian ada yang senang dilantai atas. Jumlah kursi sesuai dengan jumlah penumpang. Fast Boat dengan 5 mesin ini memiliki kapasitas penumpang lebih dari 100 orang, mungkin 130 an. Ternyata tidak semua penumpang mendapatkan pelampung. Aku yang tidak bisa berenang, berkali-kali minta pelampung, akhirnya diberikan.



Duduk di sebelahku, pemuda-pemuda dari Korea. Disamping kiri keluarga India, dan di depan banyak wisatawan bule. Petugas kapal berkeliling meminta kembali kalung Identitas Idola hijau yang tadi dibagikan, dan meminta bukti tiket, kemudian menyobeknya sedikit di pinggir. Kapal kami berayun-ayun membelah laut yang tenang, membuat banyak penumpang tertidur.

Tepat 45 menit perjalanan, kapal tiba di Sampalan, merapat di sebuah dermaga sederhana yang bentuknya seperti jembatan bambu. Para Driver menjemput ke pinggir pantai, dengan membawa papan kertas bertuliskan nama, dan kami pun ketemu dengan Bli Agus, Driver merangkap Guide yang akan menemani kami selama disini nanti. Dia membawa mobil Suzuki. Setelah berkenalan, kami ngobrol santai. Aku sempat menanyakan, apakah berasal dari Jawa, namanya Agus? Ternyata asli Nusa Penida, namanya Wayan Agus, tetapi karena banyak nama Wayan di kantornya, dia memilih nama panggilan Agus supaya tidak sama.

Sepanjang perjalanan, Bli Agus memberikan informasi perjalanan wisata kita nanti dan tentang keseharian kehidupan di pulau ini. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pulau Nusa Penida setiap hari lebih dari seribu orang, karena jumlah kapal yang berangkat setiap hari cukup banyak. Belum Wisatawan yang sudah berada disini karena datang kemaren dan menginap. Saat ini bukan high season. Dapat dibayangkan bagaimana ramainya saat sedang high season. Wisatawan asing  biasanya menginap dan lebih suka menggunakan kendaraan motor sewaan. Mereka explore Nusa Penida hingga ke sudut-sudutnya. Namun ada juga keluarga-keluarga yang menggunakan mobil seperti kami. Untuk kendaraan rental atau dari Travel kebanyakan mobilnya bermerk Avanza, Innova atau Suzuki dan berwarna putih. Dipilih warna putih agar tidak panas dan jika kotor tidak begitu tampak.

Kami melewati bukit-bukit kapur  dengan pepohonan yang mulai mengering di musim kemarau. Pohon-pohon jati sebagian daunnya coklat layu. Kira-kira di bagian tengah pulau, tampak bukit-bukit yang masih berwarna hijau, Kata Bli Agus, bukit-bukit itu namanya Puncak Mundi, disana terdapat dua buah pura yaitu Pura Paluang dan Pura Goa Giri Putri.

Tanah di pulau ini sama dengan tanah di Ungasan, daerah dimana patung Garuda Wisnu Kencana berada. Tanah kapur yang tidak subur, Tatapi aku rasa ada teknologi yang bisa merubahnya, yang mungkin untuk saat ini masih mahal. Jalanan naik turun membelah pulau. Sebagian mulus, dan sebagian masih berbatu-batu, guncangannya cukup membuat pegal seluruh badan. Rencana perbaikannya menunggu anggaran tahun depan.

Tujuan pertama kami adalah menuju obyek Wisata Angel’s Billabong, sebuah laguna yang terletak di sebuah pantai dengan pemandangan laut biru. Jalan menuju tempat itu menanjak naik turun dan kadang karena sempitnya, jika ada mobil berpapasan harus mengalah salah satu. Dengan medan yang  seperti ini, aku sempat ragu-ragu apakah akan lanjut, atau hanya satu obyek wisata saja yang kami kunjungi. Lanjuuuutttt ………


Sampailah kami di lokasi pelataran parkir yang agak rata. Dari pelataran parkir itu, kami bersama-sama dengan pengunjung lainnya berjalan menuruni bebatuan menuju pantai. Sinar matahari yang terik terasa memanggang tubuh. Karena tidak mengenakan topi, kami sibuk menutup muka dengan benda seadanya. Duh, pastilah mukaku akan menghitam dan akan lama pulihnya. Aku buru-buru memakai sun-block. Itulah perbedaan yang nyata antara wisatawan lokal dengan orang-orang bule yang ingin kulitnya menjadi hitam. Mereka dengan tenangnya berbusana minim membiarkan kulitnya yang mulus terbakar matahari.





Kami mengikuti arus pengunjung menuruni jalan semen dengan beberapa anak tangga hingga tampak dari jauh sebuah gundukan hitam, seperti lumpur yang meleleh membasahi bebatuan. Ketika didekati, yang semula aku kira lumpur hitam itu ternyata bebatuan yang berrongga dan permukaannya runcing-runcing tajam. Dari sini jika kita melihat kearah bawah, diantara dua tebing batu yang terbelah, terdapat celah dimana tampak kolam yang airnya sangat jernih, Dibawah sana banyak wisatawan berenang dan bermain air bergandengan membentuk formasi. Ada pula yang berjalan-jalan di pantai berpasir di sekitar kolam air jang jernih itu. Dari mana ya, mereka bisa turun kesana? Rupanya mereka menuruni bebatuan yang ada di tebing  hingga sampai ke air laut. Tentu saja sangat berbahaya, selain tebing itu curam, apabila sewaktu-waktu ombak besar datang akan jatuh kebawah. Sebenarnya akupun ingin sekali berjalan-jalan di pasirnya atau bermain air disana. Tapi tidak punya nyali dan kemampuan untuk menuruni tebingnya, jadi hanya melihat dari atas saja.


Kami melanjutkan perjalanan menuju obyek wisata kedua yaitu Broken Beach, yang masih berada satu lokasi dengan Angel’s Billabong. Berjalan beberapa puluh meter lagi kedepan, kami melihat tebing batu yang berbentuk seperti jembatan dengan lubang dibawahnya. Pemandangan yang sangat bagus, Para wisatawan antri untuk berfoto atau berselfi di tempat yang strategis, bahkan untuk menghasilkan foto yang bagus mereka naik ke pohon. Foto yang saya ambil memang kurang bagus, tidak bisa memperlihatkan keindahan dan keunikan Broken Beach yang sesungguhnya. Hasilnya sangat berbeda dengan foto yang diabadikan oleh seorang Fotografer. Dari Pelangi Nusa Penida, saya memperoleh foto ini.


Menurut cerita yang beredar, nama Broken Beach diberikan  oleh Turis Australia yang pernah mengunjungi tempat ini. Nama asli tempat ini adalah Pasih Uug, yang artinya pantai yang rusak. Kami menuruni jalan semen yang sebagian rusak parah diterjang gelombang tinggi di bulan Juli lalu, padahal jalan semen ini berada di ketinggian dan jauh dari laut.




Meninggalkan Broken Beach, kami menuju ke Kelingking Beach. Jarak tempuh dari Broken Beach ke Kelingking Beach terasa lebih dekat dan kondisi jalannya pun cukup baik. Lokasi pantainya berada dibawah sana, sedangkan kami berada di atas. Rasanya tidak memungkinkan pengunjung turun ke pantainya yang berpasir putih itu. Jika ada yang mau ke pantai, harus turun melalui tebing yang cukup berbahaya.

Matahari tepat diatas kepala, saatnya perut mulai lapar. Bli Agus sudah membawakan Lunch Box dan minumannya untuk kami santap di sebuah Saung. Dari kejauhan tampak gundukan tebing yang berbentuk seperti kelingking. Dibawahnya, ombak menari-nari meninggalkan buih putihnya. Pemandangan yang cantik…….

Pengunjung antri untuk berfoto di spot yang bagus dengan back ground gundukan kelingking itu, Setelah makan dan berfoto, kami menuju toilet. Selama perjalanan di Bali dan Nusa Penida ini, kami sholat di mobil, setelah terlebih dahulu mengambil wudhu di toilet. Pada umumnya toiletnya cukup bersih dan ada airnya.

Obyek wisata terakhir yang kami kunjungi adalah Crystal Bay, pantai berpasir putih dengan tarian lembut pohon-pohon kelapa. Turis Asing sangat menikmati kenyamanan di Crystal Bay, mereka berjejer tidur di pantai beralaskan handuk, mandi sinar matahari. Sayang sekali sampah botol dan plastik bungkus makanan berserakan di dekat tempat untuk duduk-duduk. Andai saja pantainya bersih, aku mau juga berlama-lama disini. Menurutku kondisi ini harus segera dibenahi, jika ingin wisatawan tetap mengunjungi Crystal Bay maupun Nusa Penida.

Lupakan sampah…….. nikmati harumnya kopi Bali ditenyah semilirnya angin laut. Aku juga sempat menikmati bakso ayam yang dijual oleh bapak dari Semarang, satu-satunya makanan yang panas dan segar di pantai ini. Harga makanan lumayan. Kelapa muda utuh, Rp. 30.000. Bakso Rp. 15.000.

Salah satu kapal Idola yang seharusnya membawa kami kembali ke Sanur rusak, sehingga kami baru akan dijemput pada jam 17.00. Kami menunggu kapal sambil ngemil di Kafe Papilas, deket Dermaga Penyeberangan. Ketika Kapal Idola tiba, kamipun bergegas menuju kapal. Good bye Nusa Penida….. see you next time. Insyaallah…….



Wassalamu’alaikum ww.

Jakarta 8 Oktober 2018.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar