Assalamu’alaikum ww.
Perjalananku kali ini adalah dalam rangka memenuhi undangan keponakan
kami, dr Endang, yang menikahkan putrinya di kota Slawi. Kami telah
merencanakan untuk hadir di Slawi, akan tetapi terlebih dahulu pulkam ke Solo, sudah kangen dengan kulinernya.
Kami bertujuh bersama adik-adikku, berangkat dalam 2 mobil seminggu sebelum menghadiri
undangan, sekaligus mau mencoba jalan
tol yang baru.
Di perjalanan, kami mampir di dua tempat yaitu Ngopi Pagi di Resto
Pringsewu (setelah keluar dari Pintu Tol
Brebes) dan Makan Siang di Rumah Makan Sate Kempleng Ungaran. Dengan melewati tol
sekitar setengah dari jarak tempuh Jakarta Solo, maka lama perjalanan menjadi
lebih pendek. Biasanya Jakarta – Solo ditempuh lebih dari 12 jam, sekarang
cukup 8 - 9 jam saja. Berangkat dari
Jakarta pagi setelah sholat subuh, berjalan santai, tiba di Solo waktu Ashar.
Kota Solo dengan keistimewaan kulinernya, sudah beberapa kali aku ceritakan
di catatan-catatan perjalananku yang lalu. Dalam perjalanan kali ini hanya tiga
tempat yang menurutku cukup menarik untuk diketahui, dan layak untuk teman-teman
kunjungi suatu ketika nanti.
RUMAH TEH NDORO DONKER, KEMUNING
Kemuning adalah sebuah tempat yang lokasinya berada di lereng sebelah barat
Gunung Lawu. Jika kita keluar dari kota Solo kearah timur, maka dari pertigaan
Palur, ambil jalan lurus, melewati Kota Karang Anyar, Karang Pandan.dan
selanjutnya belok ke arah kiri, naik menyusuri jalan satu-satunya hingga sampai
ke Desa Puntuk Rejo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karang Anyar.
Memasuki
wilayah ini, sudah terasa suasana pedesaan yang bersih, udara sejuk dengan
angin gunung yang berhembus semilir. Disepanjang jalan tampak sawah-sawah
menghijau, diseling dengan rumah-rumah yang rata-rata berdinding tembok. Ini
menandakan tingkat kehidupan masyarakat yang lumayan, dan bukan merupakan
daerah miskin. Jika mengikuti jalan ini terus keatas, maka nantinya akan kita
temui hamparan tanaman teh memenuhi lereng-lereng gunung yang indah. Memang Kemuning dikenal
sebagai penghasil teh.
Di sekitar Kemuning, terdapat 2 Candi yaitu Candi Sukuh yang dibangun di tahun 1437 dan Candi Ceto yang diperkirakan
dibangun pada 1451-1470, pada saat hampir berakhirnya kerajaan Majapahit. Dengan adanya candi-candi sebagai tempat pemujaan umat Hindu di
Jawa berabad lampau, itu menunjukkan bahwa nenek
moyang kita sangatlah religius.
Kemuning, merupakan alternatif tempat tujuan wisata disekitar Gunung Lawu,
selain Tawangmangu dan Sarangan yang sudah lebih lama dikenal. Di sepanjang
jalan ini, tampak Restoran, Café dan Tempat Makan, dari yang sederhana hingga
yang bagus. Kami menuju ke sebuah Restoran yang cukup terkenal, namanya Rumah Teh Ndoro Donker. Restoran ini
memiliki kekhasan yaitu menyediakan berbagai jenis teh, baik yang dihasilkan di
daerah Kemuning sendiri maupun teh-teh dari daerah atau merk lain yang sudah
mendunia.
Begitu sampai ke lokasi, kami
disambut oleh sepasang Pohon Kelengkeng yang cukup besar yang sedang memamerkan
bunganya. Ini adalah sedikit dari pohon Kelengkeng lokal yang buahnya kecil-kecil tapi sangat legit, sayangnya sekarang sudah
jarang kita jumpai. Kita lebih senang
bertanam Klengkeng Bangkok, padahal, klengkeng asli kita pasti punya kelebihan
lain yang tidak dimiliki Klengkeng Bangkok.
Sebelum masuk ke dalam, lebih
dahulu kami berfoto di depan Restoran. Kapan lagi kalau bukan sekarang, belum
tentu kita akan sampai kesini lagi. Di sisi barat, beberapa meja dengan payung yang
semuanya berwarna putih, sepertinya mengundang kita untuk duduk nyaman menikmati
minuman hangat
Yuk kita masuk ke dalam. Wouw, dekorasinya ala Belanda…..
Meja kursi berwarna putih dengan rak-rak putih
di dinding, yang dihiasi pernik-pernik keramik dan foto-foto gadis Belanda. Di
sudut lainnya terdapat sepeda dengan keranjang bunga. Tak ketinggalan diatas
meja putih itu tersedia cangkir-cangkir untuk minum teh. Kemudian kami menuju teras belakang. Pemandangan kebun teh
terhampar didepan mata. Dan kamipun mengambil tempat duduk di belakang, sambil
mengagumi kehijauan tanaman teh dibawah sinar matahari yang tak terlalu terik.
Karena kami telah memiliki Daftar Lokasi Kuliner selama di Solo, maka
kami hanya akan ngopi atau ngeteh dengan makanan kecil saja. Rupanya di Rumah Teh Ndoro Donker ini tidak ada menu
kopi. Aku yang selalu membawa kopi sachet, yang biasanya tinggal beli air
panas, disini dilarang. Inilah Resto yang sangat memuliakan Teh. Jadilah kami
Minum Teh dengan ditemani Pisang Coklat Keju, French Fries, Tahu – tempe goreng
dan Singkong goreng.
Dalam daftar menu tersedia Teh Hijau Kemuning, Teh Hitam Donker, Teh Inggris, Teh Raja,
dan Teh Herbal. Kami memilih Teh Hijau Kemuning, yang penyajiannya ditempatkan
di Teko dengan cangkir-cangkir kecil. Adik-adik segera memanfaatkan kesempatan
berselfi ria di tempat yang indah ini.
Terbersit pertanyaan dalam benakku,
mengapa Resto ini namanya lain dari yang lain? Penjelasannya adalah : Kata
“Ndoro” dalam Bahasa Jawa berarti Tuan. Nama Resto Ndoro Donker diambil dari
nama seorang Ahli Teh Belanda, Tuan Donker, yang mendedikasikan hidupnya untuk
meneliti tanaman teh di perkebunan teh dan tinggal menetap hingga akhir
hayatnya di sekitar perbukitan Gunung Lawu ini.
WARUNG KOPI KLOTOK, KALIURANG
Kami mengagendakan
satu hari untuk mengunjungi kota Yogyakarta.
Dari Solo ke Yogyakarta berjarak 64 km, namun lalu lintasnya cukup padat. Untuk
sarapan pagi, kami khusus mengunjungi Rumah Makan Mas Gembong di Tegalgondo,
yang berada di sekitar daerah Delanggu, Ada apa dengan Rumah Makan ini? Sekedar
bernostalgia karena belasan tahun yang lalu sering makan disini, ketika Rumah
Makan ini masih berupa Warung. Tiba di
Yogyakarta, kami menuju Pasar Beringharjo untuk cuci mata sambil berbelanja
oleh-oleh.. Dari sana langsung kearah Kaliurang, menuju Musium Ullen Sentalu, Adik-adikku
belum pernah mengunjunginya.
Waktu Ashar tiba, kami
turun menuju tempat sholat di Masjid Jalan Raya Kaliurang. Ketika browsing di
internet, aku menemukan sebuah tempat ngopi di sekitar Kaliurang yang katanya
sangat khas Kami coba mencarinya dengan
bantuan WAZE. Agak heran, mengapa jalan menuju sebuah Café yang terkenal, kok masuk ke gang-gang sempit begini? Tapi kami
tetap ikuti apa kata WAZE. Dan ketika melihat banyak umbul-umbul di pinggir
jalan, akhirnya sampailah ke tempat ngopi yang kami tuju itu, yaitu Warung Kopi
Klotok di Jalan Raya Kaliurang Km 16 Kledokan Pakem Sleman.
Sebuah bangunan
kayu berupa Rumah Joglo berlokasi disamping sawah yang hijau, menyambut kami.
Halaman yang dijadikan tempat parkir cukup luas. Berderet sepeda motor dan
kira-kira ada 15 mobil parkir disitu.
Rumah Joglo itu cukup luas. Banyak pengunjung sedang ngobrol santai sambil
menikmati kopi, baik di dalam rumah maupun di pendopo/teras belakang, dimana
hamparan sawah menyegarkan mata. Meja-kursi
disini semua dari bahan kayu lawas/lama, seperti meja-kursi di rumah bapak Ibuku
dulu. Ada juga pengunjung yang ngopi duduk
lesehan sambil merasakan segar semilirnya angin Merapi di sore yang cerah dipinggir sawah.
Sepertinya lokasi ini sangat pas untuk berkumpulnya para Seniman Yogya.
Di dinding ruangan,
banyak terpampang testimoni dari para Artis yang pernah mengunjungi Warung ini
dengan koment-komentnya. Karena tempat duduk di ruang terbuka dan lesehan sudah
terisi, kami memutuskan untuk duduk disekitar dapur. Didekat meja kursi tempat
kami duduk, wajan besar tak henti-hentinya menggoreng pisang, dan panci besar
untuk membuat kopi klotok berada disampingnya. Dapur itu menghadap keluar
bagian belakang rumah. Di atap genteng dekat wajan penggorengan, bergelantungan
pisang kepok kuning matang sebagai bahan mentah yang siap dikuliti dan
dimasukkan di adonan untuk selanjutnya digoreng.
Apa sebenarnya kopi
klotok itu? Penjelasannya adalah : Kopi
(Lampung) dimasak tanpa air. Setelah keluar bau kopi dan terdengar
klotok-klotok, kopi itu direbus dengan air mendidih. Mungkin bagi penikmat kopi
yang biasa dengan kopi buatan pabrik, belum tentu menyukainya. Bagi yang tidak
ingin minum kopi, tersedia Teh Panas dengan Gula Jawa atau Gula Batu. Ada pula
Wedang Jahe Gepuk. Kopinya dihidangkan di gelas biasa, sedang teh dihidangkan
di cangkir kaleng blirik dengan tutupnya persis seperti di jaman aku kecil
dulu.
Disini juga disediakan makan nasi dengan sayur lodeh kluwih, lodeh terong
dan lauk tempe tahu bacem, telur dadar tipis kering, dan lain-lain. Pengunjung mengambil
sendiri makanannya .Harga semua makanan disini terasa murah meriah dibandingkan
dengan harga di Jakarta. Menurutku, dari semua hidangan yang ada, paling enak adalah
pisang gorengnya yang manis dan empuk, tapi tidak lembek.
Kami berada di
Warung Kopi Klotok hingga senja turun dan dinginnya angin gunung mulai
menyelinap. Di gelapnya Kaliurang, kami kembali menuju Solo.
PANTAI PURWAHAMBA INDAH
Di sela-sela menghadiri acara undangan dari keponakan kami di kota Slawi,
kami mengunjungi salah satu obyek wisata disekitarnya yaitu Pantai Purwahamba
Indah, yang terletak 15 km di sebelah timur kota Tegal. Kami berangkat jam 15.30 dan sampai
disana dalam waktu 45 menit, saat matahari sudah tergelincir ke barat. Sore sudah
terasa agak teduh. Ombak tidak terlalu besar, hanya riak-riak kecil berkejaran
menuju pantai.
Seperti pantai-pantai di utara Pulau Jawa umumnya, semisal Anyer, warna
air lautnya agak keruh kecoklatan, tidak bening walaupun juga tidak tampak
kotoran terbawa ke pantai. Beberapa anak kecil dengan ditemani orang tuanya
bermain air. Di sebelah barat, tampak tulisan dengan huruf-huruf dalam
ukuran besar, menunjukkan nama pantai
ini. Pantai Pur In, maksudnya Purwahamba Indah. Kami duduk-duduk dipinggir
pantai dimana disediakan kursi-kursi kayu dibawah pepohonan yang belum banyak
daunnya. Lumayanlah buat berteduh sambil menikmati semilirnya angin laut utara.
Beberapa lama kami berada disana hingga senja mulai gelap.
Wassalamu’alaikum ww.
Jakarta, 17
September 2017.
Yg masih pengin mengukang lg, di Ndoro Donker.
BalasHapus