Senin, 18 September 2017

Rumah Teh Ndoro Donker dan Warung Kopi Klotok


Assalamu’alaikum ww.

Perjalananku kali ini adalah dalam rangka memenuhi undangan keponakan kami, dr Endang, yang menikahkan putrinya di kota Slawi. Kami telah merencanakan untuk hadir di Slawi, akan tetapi terlebih dahulu  pulkam ke Solo, sudah kangen dengan kulinernya. Kami bertujuh bersama adik-adikku, berangkat dalam 2 mobil seminggu sebelum menghadiri undangan,  sekaligus mau mencoba jalan tol yang baru. 

Di perjalanan, kami mampir di dua tempat yaitu Ngopi Pagi di Resto Pringsewu (setelah keluar dari  Pintu Tol Brebes) dan Makan Siang di Rumah Makan Sate Kempleng Ungaran. Dengan melewati tol sekitar setengah dari jarak tempuh Jakarta Solo, maka lama perjalanan menjadi lebih pendek. Biasanya Jakarta – Solo ditempuh lebih dari 12 jam, sekarang cukup  8 - 9 jam saja. Berangkat dari Jakarta pagi setelah sholat subuh, berjalan santai, tiba di Solo waktu Ashar. 

Kota Solo dengan keistimewaan kulinernya, sudah beberapa kali aku ceritakan di catatan-catatan perjalananku yang lalu. Dalam perjalanan kali ini hanya tiga tempat yang menurutku cukup menarik untuk diketahui, dan layak untuk teman-teman kunjungi suatu ketika nanti.


RUMAH TEH NDORO DONKER, KEMUNING

Kemuning adalah sebuah tempat yang lokasinya berada di lereng sebelah barat Gunung Lawu. Jika kita keluar dari kota Solo kearah timur, maka dari pertigaan Palur, ambil jalan lurus, melewati Kota Karang Anyar, Karang Pandan.dan selanjutnya belok ke arah kiri, naik menyusuri jalan satu-satunya hingga sampai ke Desa Puntuk Rejo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karang Anyar. 

Memasuki wilayah ini, sudah terasa suasana pedesaan yang bersih, udara sejuk dengan angin gunung yang berhembus semilir. Disepanjang jalan tampak sawah-sawah menghijau, diseling dengan rumah-rumah yang rata-rata berdinding tembok. Ini menandakan tingkat kehidupan masyarakat yang lumayan, dan bukan merupakan daerah miskin. Jika mengikuti jalan ini terus keatas, maka nantinya akan kita temui hamparan tanaman teh memenuhi  lereng-lereng  gunung yang indah. Memang Kemuning dikenal sebagai penghasil teh.

Di sekitar Kemuning, terdapat 2 Candi yaitu Candi Sukuh yang dibangun di tahun 1437 dan Candi Ceto yang diperkirakan dibangun pada 1451-1470, pada saat hampir berakhirnya kerajaan Majapahit. Dengan adanya candi-candi sebagai tempat pemujaan umat Hindu di Jawa  berabad lampau, itu menunjukkan bahwa nenek moyang kita sangatlah religius.

Kemuning, merupakan alternatif tempat tujuan wisata disekitar Gunung Lawu, selain Tawangmangu dan Sarangan yang sudah lebih lama dikenal. Di sepanjang jalan ini, tampak Restoran, Café dan Tempat Makan, dari yang sederhana hingga yang bagus. Kami menuju ke sebuah Restoran yang cukup terkenal, namanya Rumah Teh Ndoro Donker. Restoran ini memiliki kekhasan yaitu menyediakan berbagai jenis teh, baik yang dihasilkan di daerah Kemuning sendiri maupun teh-teh dari daerah atau merk lain yang sudah mendunia.


Begitu sampai ke lokasi, kami disambut oleh sepasang Pohon Kelengkeng yang cukup besar yang sedang memamerkan bunganya. Ini adalah sedikit dari pohon Kelengkeng lokal yang buahnya kecil-kecil  tapi sangat legit, sayangnya sekarang sudah jarang kita  jumpai. Kita lebih senang bertanam Klengkeng Bangkok, padahal, klengkeng asli kita pasti punya kelebihan lain yang tidak dimiliki Klengkeng Bangkok. 

Sebelum masuk ke dalam, lebih dahulu kami berfoto di depan Restoran. Kapan lagi kalau bukan sekarang, belum tentu kita akan sampai kesini lagi. Di sisi barat, beberapa meja dengan payung yang semuanya berwarna putih, sepertinya mengundang kita untuk duduk nyaman menikmati minuman hangat

Yuk kita masuk ke dalam. Wouw, dekorasinya ala Belanda…..  
Meja kursi berwarna putih dengan rak-rak putih di dinding, yang dihiasi pernik-pernik keramik dan foto-foto gadis Belanda. Di sudut lainnya terdapat sepeda dengan keranjang bunga. Tak ketinggalan diatas meja putih itu tersedia cangkir-cangkir untuk minum teh. Kemudian kami menuju teras belakang. Pemandangan kebun teh terhampar didepan mata. Dan kamipun mengambil tempat duduk di belakang, sambil mengagumi kehijauan tanaman teh dibawah sinar matahari yang tak terlalu terik.




Karena kami telah memiliki Daftar Lokasi Kuliner selama di Solo, maka kami hanya akan ngopi atau ngeteh dengan makanan kecil saja. Rupanya di Rumah Teh Ndoro Donker ini tidak ada menu kopi. Aku yang selalu membawa kopi sachet, yang biasanya tinggal beli air panas, disini dilarang. Inilah Resto yang sangat memuliakan Teh. Jadilah kami Minum Teh dengan ditemani Pisang Coklat Keju, French Fries, Tahu – tempe goreng dan Singkong goreng. 

Dalam daftar menu tersedia Teh Hijau Kemuning, Teh Hitam Donker, Teh Inggris, Teh Raja, dan Teh Herbal. Kami memilih Teh Hijau Kemuning, yang penyajiannya ditempatkan di Teko dengan cangkir-cangkir kecil.  Adik-adik segera memanfaatkan kesempatan berselfi ria di tempat yang indah ini.




Terbersit pertanyaan dalam benakku,  mengapa Resto ini namanya lain dari yang lain? Penjelasannya adalah : Kata “Ndoro” dalam Bahasa Jawa berarti Tuan. Nama Resto Ndoro Donker diambil dari nama seorang Ahli Teh Belanda, Tuan Donker, yang mendedikasikan hidupnya untuk meneliti tanaman teh di perkebunan teh dan tinggal menetap hingga akhir hayatnya di sekitar perbukitan Gunung Lawu ini.


WARUNG KOPI KLOTOK, KALIURANG

Kami mengagendakan satu hari untuk mengunjungi kota Yogyakarta. Dari Solo ke Yogyakarta berjarak 64 km, namun lalu lintasnya cukup padat. Untuk sarapan pagi, kami khusus mengunjungi Rumah Makan Mas Gembong di Tegalgondo, yang berada di sekitar daerah Delanggu, Ada apa dengan Rumah Makan ini? Sekedar bernostalgia karena belasan tahun yang lalu sering makan disini, ketika Rumah Makan ini masih berupa Warung.  Tiba di Yogyakarta, kami menuju Pasar Beringharjo untuk cuci mata sambil berbelanja oleh-oleh.. Dari sana langsung kearah Kaliurang, menuju Musium Ullen Sentalu,  Adik-adikku belum pernah mengunjunginya.

Waktu Ashar tiba, kami turun menuju tempat sholat di Masjid Jalan Raya Kaliurang. Ketika browsing di internet, aku menemukan sebuah tempat ngopi di sekitar Kaliurang yang katanya sangat khas  Kami coba mencarinya dengan bantuan WAZE. Agak heran, mengapa jalan menuju sebuah Café yang terkenal, kok  masuk ke gang-gang sempit begini? Tapi kami tetap ikuti apa kata WAZE. Dan ketika melihat banyak umbul-umbul di pinggir jalan, akhirnya sampailah ke tempat ngopi yang kami tuju itu, yaitu  Warung Kopi Klotok di Jalan Raya Kaliurang Km 16 Kledokan Pakem Sleman.

Sebuah bangunan kayu berupa Rumah Joglo berlokasi disamping sawah yang hijau, menyambut kami. Halaman yang dijadikan tempat parkir cukup luas. Berderet sepeda motor dan kira-kira ada 15 mobil parkir disitu.  Rumah Joglo itu cukup luas. Banyak pengunjung sedang ngobrol santai sambil menikmati kopi, baik di dalam rumah maupun di pendopo/teras belakang, dimana hamparan sawah menyegarkan mata.  Meja-kursi disini semua dari bahan kayu lawas/lama, seperti meja-kursi di rumah bapak Ibuku dulu.  Ada juga pengunjung yang ngopi duduk lesehan sambil merasakan segar semilirnya angin  Merapi di sore yang cerah dipinggir sawah. Sepertinya lokasi ini sangat pas untuk berkumpulnya para Seniman Yogya.



Di dinding ruangan, banyak terpampang testimoni dari para Artis yang pernah mengunjungi Warung ini dengan koment-komentnya. Karena tempat duduk di ruang terbuka dan lesehan sudah terisi, kami memutuskan untuk duduk disekitar dapur. Didekat meja kursi tempat kami duduk, wajan besar tak henti-hentinya menggoreng pisang, dan panci besar untuk membuat kopi klotok berada disampingnya. Dapur itu menghadap keluar bagian belakang rumah. Di atap genteng dekat wajan penggorengan, bergelantungan pisang kepok kuning matang sebagai bahan mentah yang siap dikuliti dan dimasukkan di adonan untuk selanjutnya digoreng.





Apa sebenarnya kopi klotok itu? Penjelasannya adalah :  Kopi (Lampung) dimasak tanpa air. Setelah keluar bau kopi dan terdengar klotok-klotok, kopi itu direbus dengan air mendidih. Mungkin bagi penikmat kopi yang biasa dengan kopi buatan pabrik, belum tentu menyukainya. Bagi yang tidak ingin minum kopi, tersedia Teh Panas dengan Gula Jawa atau Gula Batu. Ada pula Wedang Jahe Gepuk. Kopinya dihidangkan di gelas biasa, sedang teh dihidangkan di cangkir kaleng blirik dengan tutupnya persis seperti di jaman aku kecil dulu. 

Disini juga disediakan makan nasi dengan sayur lodeh kluwih, lodeh terong dan lauk tempe tahu bacem, telur dadar tipis kering, dan lain-lain. Pengunjung mengambil sendiri makanannya .Harga semua makanan disini terasa murah meriah dibandingkan dengan harga di Jakarta. Menurutku, dari semua hidangan yang ada, paling enak adalah pisang gorengnya yang manis dan empuk, tapi tidak lembek.

Kami berada di Warung Kopi Klotok hingga senja turun dan dinginnya angin gunung mulai menyelinap. Di gelapnya Kaliurang, kami kembali menuju Solo.


PANTAI PURWAHAMBA INDAH

Di sela-sela menghadiri acara undangan dari keponakan kami di kota Slawi, kami mengunjungi salah satu obyek wisata disekitarnya yaitu Pantai Purwahamba Indah, yang terletak 15 km di sebelah timur kota Tegal. Kami berangkat jam 15.30 dan sampai disana dalam waktu 45 menit, saat matahari sudah tergelincir ke barat. Sore sudah terasa agak teduh. Ombak tidak terlalu besar, hanya riak-riak kecil berkejaran menuju pantai.








Seperti pantai-pantai di utara Pulau Jawa umumnya, semisal Anyer, warna air lautnya agak keruh kecoklatan, tidak bening walaupun juga tidak tampak kotoran terbawa ke pantai. Beberapa anak kecil dengan ditemani orang tuanya bermain air. Di sebelah barat, tampak tulisan dengan huruf-huruf dalam ukuran  besar, menunjukkan nama pantai ini. Pantai Pur In, maksudnya Purwahamba Indah. Kami duduk-duduk dipinggir pantai dimana disediakan kursi-kursi  kayu dibawah pepohonan yang belum banyak daunnya. Lumayanlah buat berteduh sambil menikmati semilirnya angin laut utara. Beberapa lama kami berada disana hingga senja mulai gelap.





Wassalamu’alaikum ww.
Jakarta, 17 September 2017.

1 komentar: