Assalamu’alaikum ww.
Pernahkah teman-teman jalan-jalan ke kota Solo? Jika belum, supaya memiliki
gambaran lebih jelas ketika suatu saat sampai ke Solo, lanjutkan membaca
tulisanku ini. Mendengar tentang kota Solo,
yang pertama teringat adalah batiknya
karena Solo adalah Kota Batik, dan kemudian yang kedua adalah kulinernya.
Batik sudah ditetapkan sebagai warisan budaya asli Indonesia
oleh UNESCO pada bulan Oktober 2009, jadi batik sudah demikian dihargai. Saat ini batik merupakan
pakaian untuk sehari-hari dan bisa juga
untuk pesta. Solo hanyalah salah satu dari banyak kota penghasil batik yang
sudah terkenal sejak dulu. Kota batik yang lain adalah Yogya, Pekalongan,
Cirebon, Madura, Lasem, Garut dan
sebagainya, dimana batik di kota-kota tersebut miliki kekhasan tersendiri. Batik
Yogya dominan warna putih atau disebut bledak/latar
putih. Batik Solo dominan coklat dan hitam, atau disebut sogan dan kelengan. Batik Lasem agak kemerahan, namanya Laseman. Batik Pekalongan menampilkan berbagai warna cerah.
Demikian pula Batik Cirebon dan Batik Madura.
Kalau berbicara tentang Batik Solo, tidak akan
jauh-jauh dari Pasar Klewer, yang
terbakar dan sekarang sedang dibangun kembali, Batik Keris, Batik Danarhadi, Batik Semar, Kampung Batik Laweyan dan Kampung
Batik Kauman. Tempat-tempat itulah yang menjadi tujuan wisatawan jika ingin
membeli batik. Untuk ukuran umum, harga kain batik asli, bukan printing, memang
tidak murah. Batik yang asli, baik batik
tulis ataupun batik cap, memerlukan proses yang panjang, dan memerlukan bahan-bahan
produksi khusus, seperti malam (lilin) dan pewarna baik dari alam maupun kimia.
Itulah mengapa harganya cukup mahal. Yang harganya murah meriah dan terjangkau oleh
umum itu, adalah tekstil yang diprint
dengan motif batik.
Karena teman-temanku tahu aku orang Solo, maka sering
diminta menemani mereka jalan-jalan ke Solo. Selain ke tempat-tempat wisata
seperti ke Candi Roro Jonggrang di Prambanan, Candi Sukuh di Karang Anyar,
Grojogan Sewu di Tawangmangu, tentu tak lupa membeli batik. Pernah suatu ketika menemani
5 orang Ibu-Ibu dari lingkungan kantor suami yang ingin jalan-jalan ke Solo.
Wah, tidak tanggung-tanggung. Mereka ke Pasar Klewer memborong Kain Batik untuk
pesta dan bahan-bahan batik untuk hem dan rok. Selain untuk sendiri juga untuk
dijual. Salah satu Ibu bahkan mengirimkan sebagai dagangan ke kota asalnya
di Padang Sidempuan, Sumatera Utara. Kata temanku itu, di kotanya belum ada
model-model batik seperti yang ada di Solo. Rupanya dari sinilah trend model
baru dilaunching.
Bagaimana dengan kulinernya? Kuliner Solo sangat khas.
Mungkin masakan yang sama ada di kota lain, tetapi yang di Solo pasti rasanya
berbeda. Rasanya enak, harganya pun
murah. Apa yang menyebabkan harganya murah ya? Kalau harga dari bahan-bahan
tentunya sama dengan kota-kota lain.
Baru-baru ini aku bersama suami mudik ke Solo. Kami
memilih waktu mudik ketika para Pemudik lain sudah kembali ke ibukota.
Kunjungan kami ke kota kelahiran ini selain untuk bersilaturahmi dengan
keluarga, juga ingin bernostalgia,
kangen dengan kuliner Solo. Selama 4 hari berada di Solo, kami mengunjungi
tempat-tempat makan kenangan masa lalu yang hingga sekarang masih eksis, dan
juga mencoba ke tempat-tempat makan baru yang saat ini sedang digemari warga
Solo. Agar dapat merasakan nuansanya, yuk ikuti perjalananku selama 4 hari di
Solo.
Hari kedua. Setelah di hari pertama acara kunjungan
keluarga dan nyekar ke Makam Orang Tua, hari ini kami menuju ke Rumah Makan Ayam Goreng Mbak Mul di Sukoharjo,
kota Kabupaten berjarak sekitar 20 km sebelah selatan kota Solo. Rumah
Makan ini berlokasi di daerah Begajah, merupakan Cabang dari Pusatnya yang berada di
desa Tawangsari, dekat Pabrik Tekstil Sritex. Restorannya cukup besar, halamannya menampung sekitar 12 mobil. Di
tempat ini hidangan khasnya adalah Ayam Kampung yang digoreng empuk, disajikan
dengan lalapan daun pepaya dan sambal bawang.
Daun pepayanya sama sekali tidak pahit. Duh, nikmatnya....... Untuk ukuran kami, harganya sangat layak,
tidak mahal. Kami berlima makan Nasi Ayam Goreng (dada, paha dan kepala) dengan
lalapan serta minuman Es Teh dan Es Jeruk, hanya membayar Rp. 132.000,-
Perjalanan dilanjutkan mengelilingi kota Solo di siang
yang panas. Solo, walaupun padat tetapi tidak macet. Banyak jalan satu arah
sehingga membuat lalu lintas lebih tertib. Demikian pula kotanya cukup bersih,
hingga ke jalan-jalan kecil di dalam kampung tidak aku temui sampah yang
berceceran.
Di Solo pun sudah ada beberapa Mal besar. Kami mampir
ngadem di salah satu Mal baru yang berlokasi di daerah selatan
kota yaitu di Solo Baru, namanya The Park. Sebagaimana Mal-Mal di
Jakarta, kebanyakan isinya adalah Tempat Makan. Di lantai dasar The Park, berjejer
Cafe yang nama-namanya sudah beken seperti Coffee Bean, Liberica, Excelso dan
lain-lain. Kami masuk ke Excelso Cafe dan mencicipi minuman kopi dengan
berbagai cita rasa dan kreatifitas penyajian. Aku memilih Jus Alpukat yang
diatasnya diberi es krim vanila dan camilan Pisang Goreng coklat keju.
Sebenarnya perut masih kenyang, tapi di sejuknya AC menjadikan kita betah
mengobrol. Dari balik kaca aku perhatikan halaman Mal yang luas ditumbuhi
pohon-pohon peneduh Ketapang Kencana. Jika saja pohon-pohon itu ditanam lebih
rapat dan sudah tinggi, pasti akan lebih indah. Mal masih sepi. Banyak toko,
tetapi sedikit pengunjung.
Sore hari ini adalah Malam Minggu. Waktunya warga
kota, terutama yang masih muda-muda keluar rumah menikmati akhir pekan, walau
hanya sekedar jalan-jalan. Kami berdua berjalan kaki dari hotel ke arah timur
menyusuri trotoar sebelah kiri. Banyak Pak Tukang Becak menawarkan diri untuk
mengantar, tapi kami sengaja ingin menikmati Malam Minggu dengan berjalan kaki.
Melewati Ngarsopuro, nama sepotong
jalan yang setiap Malam Minggu ditutup untuk digunakan sebagai tempat berjualan
kaki lima. Kemudian belok kekanan dimana berderet tempat makan bisa dikunjungi.
Tertarik dengan Cafe Tiga Tjeret yang saat ini sedang top di kalangan anak-anak muda Solo, kami masuk ke dalam. Dengan design atap semi terbuka dan lampu yang terang benderang, menjadikan Cafe ini menjadi tempat nongkrong yang nyaman. Sayang sekali meja-meja di lantai bawah sudah penuh. yang ada tinggal di lantai atas. Meskipun namanya Cafe, konsep jualannya adalah semacam Wedangan, dimana makanan dihidangkan berjejer dan Pengunjung memilih untuk kemudian dipanaskan di panggangan. Dalam ingatanku semasa kecil, khasnya sebuah Wedangan adalah adanya ceret-ceret yang selalu dalam keadaan mendidih, untuk membuat Teh, Kopi, Jahe dan wedang atau minuman lainnya. Sekarang, mungkin masih ada ceret-ceret itu didapur atau dibagian belakang. Dari nama Cafe Tiga Tjeret, Cafe ini tidak melupakan kekhasan suatu wedangan. Kami hanya melihat-lihat sebentar, kemudian meneruskan perjalanan ke tempat lain.
Tertarik dengan Cafe Tiga Tjeret yang saat ini sedang top di kalangan anak-anak muda Solo, kami masuk ke dalam. Dengan design atap semi terbuka dan lampu yang terang benderang, menjadikan Cafe ini menjadi tempat nongkrong yang nyaman. Sayang sekali meja-meja di lantai bawah sudah penuh. yang ada tinggal di lantai atas. Meskipun namanya Cafe, konsep jualannya adalah semacam Wedangan, dimana makanan dihidangkan berjejer dan Pengunjung memilih untuk kemudian dipanaskan di panggangan. Dalam ingatanku semasa kecil, khasnya sebuah Wedangan adalah adanya ceret-ceret yang selalu dalam keadaan mendidih, untuk membuat Teh, Kopi, Jahe dan wedang atau minuman lainnya. Sekarang, mungkin masih ada ceret-ceret itu didapur atau dibagian belakang. Dari nama Cafe Tiga Tjeret, Cafe ini tidak melupakan kekhasan suatu wedangan. Kami hanya melihat-lihat sebentar, kemudian meneruskan perjalanan ke tempat lain.
Di daerah Keprabon, di sisi sebelah timur jalan,
berjejer Warung Nasi Liwet, dimana semua Warung itu menggunakan nama
"Nasi Liwet Wongso Lemu". Menurut sejarahnya, di tahun 1950 an ibu
Wongso Lemu adalah Penjual Nasi Liwet pertama yang sangat enak sehingga sangat
laris. Mereka yang sekarang berjualan di
sepanjang jalan ini adalah keluarga ibu Wongso Lemu. Nasi Liwet adalah nasi gurih
(seperti nasi uduk) dengan sayur Sambal
Goreng Labu Siem, ditambah suwiran Daging
Ayam dan Areh (santan kental
berwarna putih) sebagai pelengkapnya. Biasanya Penjual akan menanyakan mau
pakai lauk apa? Maksudnya lauk Telur Pindang yang kenyal dan masir berwarna
coklat itu atau Opor Ayam dada, paha atau kepala. Nasi liwet ini
dihidangkan di pincuk daun pisang sebagai wadahnya. Bagi yang tidak
biasa menggunakan pincuk, bisa pakai piring biasa. Mereka juga menyediakan menu
lain seperti Gudeg, Terik, Tumpang,
Pecel, Ayam Goreng, Empal dan Tempe
Tahu Bacem.
Ada juga yang menyediakan Bubur Nasi yang dihidangkan hangat-hangat dengan sayur gudeg atau sambal goreng krecek. Aku lebih suka Bubur, karena tidak mengenyangkan. Di Warung Nasi Liwet, harga makanan standard. Nasi dengan lauk Ayam Rp. 13.000 – 15.000. Bubur dengan lauk Tahu Terik Rp. 8.000. Sepincuk Nasi Liwet dengan lauk telur sudah cukup menyenyangkan. Selain Nasi Liwet dengan berbagai masakan yang aku sebutkan tadi, juga ada minuman Teh hangat, Jeruk, Wedang Kacang Putih, Wedang Dongo dan sebagainya.
Ada juga yang menyediakan Bubur Nasi yang dihidangkan hangat-hangat dengan sayur gudeg atau sambal goreng krecek. Aku lebih suka Bubur, karena tidak mengenyangkan. Di Warung Nasi Liwet, harga makanan standard. Nasi dengan lauk Ayam Rp. 13.000 – 15.000. Bubur dengan lauk Tahu Terik Rp. 8.000. Sepincuk Nasi Liwet dengan lauk telur sudah cukup menyenyangkan. Selain Nasi Liwet dengan berbagai masakan yang aku sebutkan tadi, juga ada minuman Teh hangat, Jeruk, Wedang Kacang Putih, Wedang Dongo dan sebagainya.
Hari Ketiga. Kali ini kami makan siang di Rumah Makan Bakso
Kadipolo yang berlokasi di
depan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Solo. Tempat Makan ini termasuk yang sudah dari
dulu ada di Solo. Hidangan yang tersedia
bukan hanya bakso, tetapi lengkap berbagai macam masakan Jawa tampak berderet
dipinggir sebelah kanan. Pengunjung tinggal memilih dan akhirnya membayar di
Kasir.
Sore hari setelah beristirahat, bersama keluarga makan
malam di Warung Sri Rejeki.
Sebenarnya tidak lapar, hanya ingin sekedar mengisi perut dengan menikmati minuman
hangat dan makanan yang tidak mengenyangkan. Warung yang menjadi tujuan kami
terletak di pinggir Beteng Baluwarti. Di Warung itu terpampang foto dan
testimoni para Artis yang pernah makan di Warung ini. Apa keistimewaan tempat
makan ini? Berbagai macam makanan ada disini. Nasi bungkus dengan porsi kecil,
mungkin hanya seperempat bungkus Nasi Padang yang biasa kita beli di Jakarta,
dengan lauk khas masakan Jawa, sering disebut Sego (Nasi) Kucing. Ada Nasi Terik berisi nasi putih dengan
lauk daging sapi bumbu terik, Nasi
Bandeng, nasi putih dengan lauk Ikan Bandeng Goreng berikut sambal tomat
lombok goreng, Nasi Oseng, Nasi
putih dengan lauk Oseng Tempe, Nasi
Goreng dan lain-lain. Hidangan lainnya, ada bakmi (mi), mihun (bihun),
serta gorengan Sosis Solo, Bacem Tahu/Tempe, Martabak, Resoles, Ati Rempelo
(ati ampela) dan yang lainnya. Belum lagi ada Mi Ayam, Mi Bakso, juga berbagai Minuman khas Solo seperti Wedang
Kacang Putih, Kacang Ijo, Asle, Dongo, dan Ronde. Kami makan satu bungkus
dinikmati bersama, kemudian bungkus kedua dengan lauk lain, juga dimakan
bersama, demikian supaya merasakan berbagai macam makanan walaupun sedikit. Semuanya enak.............
Hari keempat. Kali ini kami mencoba mengunjungi tempat
Wedangan baru di Solo yang bernama Omah Lawas. Ada yang belum tahu
apakah Wedangan itu? Wedangan dari kata dasar wedang dalam bahasa Jawa
artinya minuman hangat. Dalam perkembangannya, sekarang Wedangan berarti Tempat
minum (bukan minuman keras lho) seperti Cafe atau Rumah Makan yang buka di
malam hari. Selain minuman hangat juga dijual berbagai makanan.
Di Wedangan Omah Lawas, tempatnya cukup luas. Sebuah
rumah besar yang tengahnya terbuka tanpa sekat, ada teras serta halaman yang
luas. Hidangan diletakkan di meja panjang di teras rumah, di sebelah kiri pintu
kemudian berbelok ke kanan, dan di ujung ada seorang Kasir yang akan menghitung
harga makanan yang dipilihnya untuk kemudiaan Pembeli membayar. Di depan Kasir,
ada tempat untuk membakar makanan, dimana Pengunjung dapat meminta agar
makanannya dihangatkan yaitu dibakar diatas api. Makanan yang biasanya dibakar
adalah nasi, tempe/tahu bacem,
sosis dan lain-lain. Di sebelah kanan pintu, diletakkan gelas-gelas minuman dan
peralatannya. Disini juga ada seorang Kasir yang akan menghitung berapa rupiah
harus dibayar untuk minuman yang dipesan. Baik di dalam ruangan, di teras
sebelah kanan dan kiri terdapat banyak meja dan kursi tempat duduk, ada juga
yang lesehan di atas tikar dengan meja rendah. Selama hampir satu jam aku berada
di Wedangan Omah Lawas ini, hampir semua tempat duduk terisi pengunjung
yang datang dan pergi. Laris ya......
Berbagai hidangan Nasi Kucing dan makanan lain
dapat dilihat di foto dibawah ini. Menggiurkan sekali. Berlima, kami membayar
Rp. 140.000,- Untuk minumannya, bermacam-macam minuman panas dengan bahan
Jahe seperti Jahe kopi, Jahe Tape. Kemudian beberapa jenis Wedang, antara lain
Wedang Ronde dan Wedang Dongo. Bagi yang mau minuman dingin, ada Es Kelapa, Es
Jeruk, Es Gula Asem, EsTape, Es Beras Kencur. Wah, sepertinya semua ada disini....
Eits, tunggu dulu. Ada jenis minuman yang di tempat
Wedangan lain ada, tetapi aku tidak melihatnya disini. Namanya minuman Kopi
Joss yaitu Kopi yang dibuat dengan air mendidih dan kemudian dimasuki arang
yang masih menyala ada apinya. Ketika arang itu dimasukkan ke kopi, bunyinya
Josss.....
Hari Terakhir. Tak terasa empat hari telah berlalu, dan aku belum
merasakan segarnya Soto. Kuliner Solo tidak akan bisa dipisahkan dari Soto.
Diantara berbagai tempat makan Soto di Solo, menurut penilaianku yang paling
enak adalah Soto Trisakti, yang ada di Jalan Kalilarangan Solo. Soto
enak nomor dua adalah Soto Kirana dan yang ketiga, Soto Pak Keman.
Kesempatan hari terakhir ini akan kami gunakan untuk Nyoto (bahasa Jawa : makan
soto) di Warung Soto Trisakti. Mengapa aku memberi penilaian tinggi pada Soto
Trisakti? Sotonya berkuah bening sehingga segar, tidak eneg dan juga tidak
manis. Rata-rata masakan Jawa selalu ada manisnya, tetapi untuk Soto menjadi
aneh kalau rasanya manis. Sampai di tempat Warung Soto Trisakti,
pengunjung sudah banyak. Aku melihat warungnya selalu penuh.
Rumah Makan Soto lainnya
adalah Soto Kirana. Aku tidak makan soto kesana, tetapi masih sangat
ingat bagaimana rasa sotonya. Rasanya hampir seperti Soto Bangkong di Jakarta. Di Soto Kirana tidak hanya menyediakan hidangan Nasi Soto,
banyak pilihan lainnya seperti Nasi
Pecel, Nasi Gudangan (urap), Nasi
Tumpang, Nasi Asem-asem, Nasi Rawon dan lainnya. Di meja-meja panjang sudah
terhidang berbagai macam lauk, yang khas adalah Tempe dan Paru yang digoreng
kering hingga terasa kemripik. Daging parunya di potong tipis-tipis dan ditusuk
dengan lidi, baru digoreng.
Warung Soto Pak Keman, lain lagi. Sotonya menggunakan
dorongan, mangkal dipinggir Jalan dekat Lampu merah Serengan. Lauknya Daging
Empal dan Jeroan berupa Iso, Babat dan Kikil yang besar-besar dan tebal. Jika
kita mau lauk itu, Pelayan akan memotong-motongnya kemudian menyajikan di
piring kecil. Soto Pak Keman tidak bening, melainkan berwarna kecoklatan.
Dengan ditemani Sambal dan Karak saja, rasanya sudah sangat enak....
Masih banyak Warung Soto lain yang juga digemari,
antara lain Soto Rempah, Soto Gading, Soto Mbak Giyem, Soto Sawah,
Soto Pak Geger dan lainnya. Menurut seleraku, tiga yang aku sebut tadi yang
paling pas dan mak nyus.
Tidak hanya Soto, kuliner Solo yang lain yang juga
terkenal dan selalu dicari adalah masakan dari daging kambing. Dulu aku sering
ke Rumah Makan yang akan aku ceritakan ini. Namanya Sate Kambing Haji Bejo. Tetapi
dengan bertambahnya usia, aku harus menjaga kesehatan, sekarang tidak lagi
menikmati kuliner ini. Sate Kambing ala Solo selalu berbumbu kecap. Jika kita
memesan Sate Kambing, pasti akan ditanya, daging atau campur, maksudnya campur dengan
hati. Sate Kambing disajikan dengan Irisan halus Kol, Bawang merah dan Acar
dari Timun dan Cabe rawit. Ada jenis sate lain yang juga sangat digemari yaitu Sate
Buntel. Sate ini dibuat dari daging kambing dicacah, kemudian dibungkus
(bahasa Jawanya dibuntel) lemak kambing, sehingga bentuknya seperti Sosis. Bau
bakaran sate daging kambing ataupun buntel saja sudah sangat enak, apa lagi
dagingnya, membuat air liur menetes ............ Di Warung Sate Kambing,
biasanya pembeli juga akan memesan Gule.
Gule Solo berbeda dengan Gulai Padang yang kental dan rasanya pedas. Gule Solo
kuahnya encer berwarna kuning kemerahan dan tidak pedas. Gule ini kuahnya
berisi Daging Kambing, Iga, Jeroan seperti Iso (usus), Babad, Ati dan Paru. Selain
Gule, juga menyediakan masakan Tongseng. Masakan ini berbahan dasar
daging kambing dan sayuran Kol, dengan bumbu-bumbunya. Kemudian diberi sedikit
kuah gule dan kecap.
Ada lagi yang namanya Tengkleng. Apakah Tengkleng itu? Bahan dasarnya Tulang (tulang kaki dan sendi), bagian dari Kepala yaitu Pipi (lumayan ada dagingnya), Telinga (terdiri dari tulang muda), Mata dan Otak. Wah, sepertinya kita ini GANAS ya........ segalanya dimakan, tak terkecuali kepala dan otak ..... Kuah Tengkleng berbumbu seperti Gule tetapi tidak bersantan. Masakan ini banyak penggemarnya karena walaupun porsinya besar, sebenarnya hanya sedikit yang bisa dimakan. Lagi pula karena tidak bersantan, tidak khawatir menaikkan kholesterol. Satu lagi yang hampir terlewat. Disini juga ada Nasi goreng kambing, buat yang suka nasi goreng. Pesan penting bagi yang akan mengunjungi Rumah Makan Sate Kambing Haji Bejo yaitu : pastikan bahwa tubuh teman-teman sedang dalam kondisi sehat dalam arti tidak mempunyai tekanan darah tinggi. Jangan lupa, jangan sampai melampaui batas. Pesanlah untuk dimakan beramai-ramai, tidak untuk dinikmati sendiri. Jangan sampai berujung ke Rumah Sakit.
Ada lagi yang namanya Tengkleng. Apakah Tengkleng itu? Bahan dasarnya Tulang (tulang kaki dan sendi), bagian dari Kepala yaitu Pipi (lumayan ada dagingnya), Telinga (terdiri dari tulang muda), Mata dan Otak. Wah, sepertinya kita ini GANAS ya........ segalanya dimakan, tak terkecuali kepala dan otak ..... Kuah Tengkleng berbumbu seperti Gule tetapi tidak bersantan. Masakan ini banyak penggemarnya karena walaupun porsinya besar, sebenarnya hanya sedikit yang bisa dimakan. Lagi pula karena tidak bersantan, tidak khawatir menaikkan kholesterol. Satu lagi yang hampir terlewat. Disini juga ada Nasi goreng kambing, buat yang suka nasi goreng. Pesan penting bagi yang akan mengunjungi Rumah Makan Sate Kambing Haji Bejo yaitu : pastikan bahwa tubuh teman-teman sedang dalam kondisi sehat dalam arti tidak mempunyai tekanan darah tinggi. Jangan lupa, jangan sampai melampaui batas. Pesanlah untuk dimakan beramai-ramai, tidak untuk dinikmati sendiri. Jangan sampai berujung ke Rumah Sakit.
Setelah masakan, berikut ini cerita tentang kue-kue
khas Solo. Salah satu kue yang menjadi ikon kota Solo yaitu Srabi Solo
Notosuman. Sejak aku remaja makanan itu sudah terkenal. Dibuat dengan cara
tradisional, di wajan tanah (gerabah) dengan bahan bakar arang. Kue srabi ini
berbahan dasar tepung beras, gula dan santan. Dulu hanya putih polos begitu
saja, tetapi sekarang sesuai dengan perkembangan jaman, sudah dimodifikasi
dengan coklat. Aku tetap menyukai yang asli polos putih. Berbeda dengan kue srabi
yang dijual di tempat lain, srabi Notosuman terasa gurih legit dan lembut.
Harganya cukup murah, yang putih polos Rp. 2.300,- dan yang coklat Rp. 2.500,-
Kue khas lainnya adalah Onde-onde gandum.
Berbeda dengan onde-onde ditempat lain, Onde-onde Gandum dibuat dari tepung
terigu dan gula dengan taburan wijen di luarnya dan terbelah di bagian atasnya. Ada yang dibuat dengan ukuran besar segede
kue muffin, ada yang kecil-kecil sebesar kelereng. Makan satu saja yang
besar, sudah kenyang karena jika ditambah minum, sudah seperti sepiring
nasi.
Ada jenis makanan tradisional lain yang cocok untuk
oleh-oleh, namanya Ledre Pisang, dibuat
dari beras ketan dengan pisang, kelapa dan gula. Ledre pisang dimasak di wajan
kecil seperti wajan untuk memasak srabi. Setelah agak matang, dilipat dua
sehingga bentuknya setengah lingkaran berwarna coklat agak gosong.
Apa lagi yang biasa dijadikan oleh-oleh jika pulang
dari Solo? Intip Goreng. Jaman
dahulu, ketika belum tercipta Rice cooker, orang Jawa memasak nasi di
kendil. Beras dan air dimasak hingga matang di kendil itu, atau ketika setengah
matang dipindah ke dandang dengan kukusan, dimatangkan secara dikukus. Nah,
jika dimasak di kendil hingga matang, itu namanya ngeliwet, akan meninggalkan
kerak atau intip di dasar kendil. Intip ini di jemur kemudian digoreng, jadilah
Intip goreng, bisa diberi rasa asin gurih atau manis dengan diberi gula
jawa. Untuk yang asin gurih, enak dimakan sambil nonton TV, dan tidak akan mau
berhenti sebelum habis.
Kalau teman-teman mau oleh-oleh jenis makanan Roti atau Kue dari Bakery, langsung saja cari Mandarijn
Orion. Bentuknya seperti Lapis Surabaya. Ini adalah produk Toko
Roti Orion. Rotinya lembut, terdiri tiga lapis, bagian atas berwarna
kuning, tengah coklat dan bawah kuning lagi. Dari sisi harga, cukup mahal, tapi
sebanding dengan rasa dan penampilannya. Ada yang Special dan ada yang biasa.
Untuk ukuran kecil, yang Spesial harganya Rp. 100.000,- yang biasa
Rp.85.000. Untuk ukuran besar, Spesial Rp. 190.000,- dan biasa Rp.
160.000,-
Ada jenis Roti bulat biasa dengan lapis mentega yang
dibuat oleh Toko Roti Luwes, ini adalah roti kenangan waktu aku
kecil. Ibu akan membelikan roti ini kalau aku sakit. Dulu Roti Luwes menjual
roti dengan kereta dorong yang selalu lewat di depan rumah. Sekarang roti lapis
mentega ini juga tersedia di Toko Orion.
Demikianlah, selama 4 hari aku puas bernostalgia
menjelajahi dan menikmati Kuliner Solo. Ingin mencoba? Boleh aku temani jalan-jalan
ke Solo, sambil menikmati jajanan yang enak dan murah serta berbelanja Batik. Saat
ini Solo sedang bebenah menjadi kota wisata, banyak hotel-hotel baru, demikian
pula pelayanan umum diperbaiki, kebersihan diperhatikan. Solo menunggu
kedatangan teman-teman.........
Wassalamu’alaikum ww.
Jakarta 20 Juli 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar