Assalamu’alaikum ww.
Penerbangan Garuda paling pagi
memaksaku hanya tidur setengah malam dan ketika tiba di Bandara ternyata sudah
ramai. Tepat pada waktu yang ditentukan pesawatpun tinggal landas.
Alhamdulillah lancar. Semoga Allah meridhoi perjalanan ini, perjalanan menemani
Sahabatku yang mewakili keluarganya dengan tujuan melihat dari dekat, warisan Almarhum
Ayah Mertuanya.
Karena profesiku sebagai Notaris yang sering berhubungan dengan Tanah/Bangunan dan Harta
Warisan pada umumnya, maka aku dan Mas Suami bersama seorang teman Notaris yang pernah
berdinas disana membantunya melihat
lokasi serta mempersiapkan jika suatu saat warisan tersebut akan dijual.
Di dalam pesawat, aku membuka
majalah "Collours" yang tersedia di depan tempat duduk. Wah...
terpampang dua destinasi wisata, Tana Toraja dan Pulau Rote. Yang pertama
itulah tempat yang menjadi impianku, kapankah bisa kukunjungi? Tempat yang
indah, dengan budaya leluhur yang khas, menjadikan Indonesia tiada duanya.
Gambar dan tulisan tentang keindahan alam Indonesia dari dulu selalu
menyihirku. Ada banyak diantaranya, tempat-tempat yang telah pernah aku
datangi, Alhamdulillah. Kesempatan untuk mengunjunginya itu kadang datang
secara kebetulan karena pekerjaanku sendiri atau karena mengikuti suami. Tetapi
kadang kesempatan baru datang setelah dengan penuh semangat menabung.
Mendarat di kota Manado yang terik,
kami berenam langsung menuju ke rumah seorang mantan Hukum Tua, sebutan untuk Lurah di tahun 90 an. Sebenarnya beliau
yang akan menunjukkan lokasi yang sedang kami telusuri, karena beliaulah yang
dahulu mengetahui dengan persis saat terjadinya transaksi jual beli. Usianya
telah sepuh, dan saat kami mengunjunginya sedang sakit berbaring di tempat
tidur. Kemudian beliau mengutus puteranya mendampingi kami ke lokasi.
Sesuai dengan sertifikat tanah yang
kami bawa, warisan itu berupa sebidang tanah yang cukup luas. Ternyata
lokasinya berada di atas sebuah bukit yang masih kosong, yang hanya ditumbuhi pepohonan
dan rumput kering. Putra pak Hukum Tua menunjukkan batas-batas tanah dimaksud,
dan kami memotretnya.
Letak tanah itu hanya 1,5 km dari Ring Road. Kota Menado
memang berbukit-bukit, jika itu dipertahankan dan ditanami pohon-pohon, tentu
akan menjadi sangat indah. Sayang sekali banyak bukit-bukit di dalam kota telah
dipangkas sehingga mengakibatkan banjir seperti banjir bandang musim hujan tahun
2014 yang lalu. Kota ini juga dikelilingi beberapa Gunung antara lain Gunung Tumpa dan Gunung Lokon.
Setelah
mengambil foto-foto serta membuat catatan seperlunya, kami turun dan
selanjutnya menyerahkan hal-hal teknis ke teman Notaris setempat. Selesailah
tugas kami mendampingi Sahabat menelusuri Tanah Warisan keluarga.
Kami menikmati makan siang dengan hidangan
sea food di sebuah Rumah Makan di daerah tepi pantai, namanya Resto Wisata Bahari. Sup ikannya mak
nyussss... dan menginap di Hotel Peninsula, yang berada diatas
sebuah bukit. Seperti lokasi inilah Tanah warisan keluarga sahabat saya
tersebut. Akan menjadi cantik jika dibangun untuk hotel.
Hari kedua, kami menuju kota Tomohon.
Kota sejuk 23 Km dari Menado ke arah selatan ini berada di lereng Gunung Lokon,
dengan ketinggian 700 diatas permukaan laut, juga sering disebut kota bunga. Tomohon terkenal dengan aneka
jenis bunga Krisannya. Iklimnya sangat cocok untuk bertanam apa saja. Banyak rumah-rumah
di sepanjang jalan menjual bunga dan tanaman hias lainnya yang cantik-cantik.
Kota ini juga terkenal dengan Festival Bunga yaitu Tomohon International Flower Festival, yang
diselenggarakan setiap dua tahun sekali.
Aku melihat kereta kuda masih menjadi alat transportasi di jalan-jalan umum
di kota ini.
Di Pasar Tomohon, setiap pagi diperjual belikan bermacam-macam daging binatang
untuk disantap, termasuk binatang yang
tidak biasa. Diantara yang tidak biasa itu misalnya : anjing, kucing, monyet,
ular dan kelelawar. Sayang kami tidak sempat bertandang ke Pasar Tomohon. Dan
barangkali juga tidak akan sanggup melihatnya, karena dari cerita teman-teman
yang pernah kesana, tidak setiap orang tahan melihat pembantaian binatang. Ada
yang menangis, bahkan ada yang langsung mual dan muntah-muntah ditempat itu.
Tetapi kami menyempatkan diri berfoto di sebuah Restoran yang menjual masakan Paniki, atau masakan kelelawar.
Naik ke atas lagi dan menyusuri jalan berkelok-kelok mengitari punggung gunung,
kami menuju Danau Tondano untuk
bersantap siang. Danau seluas lebih dari 4.000 ha ini sekalipun musim panas
yang terik, air danau tetap berlimpah, tidak surut. Ditengahnya ada Pulau
Kecil, tetapi tidak berpenghuni. Tampak banyak sekali keramba ikan di permukaan danau, menjadikan danau ini pemasok kebutuhan ikan tawar untuk daerah sekitarnya.
Di Resto yang kami singgahi, menu ikan tawar
menjadi suguhan utamanya. Ikan mas, mujair dan udang besar seperti udang galah,
tak ketinggalan sambal dabu-dabunya. Juga dihidangkan ikan kecil-kecil seperti
teri yang dibuat perkedel, namanya nike.
Masakan khas Manado sudah tidak asing lagi bagi lidahku, karena di Jakarta
cukup sering menemui hidangan ini. Ayam Rica-rica,
woku dan sambal ikan ikan roa merupakan kuliner yang sering aku nikmati di
lantai 4 Food Court Mall Ambassador. Semuanya nikmat. Alhamdulillah.....
Kembali turun, kami berbelok menuju Danau
Linow. Meskipun masih jauh dari lokasi danau, sudah tercium bau belerang
yang menyengat. Danau yang cantik ini luasnya sekitar 34 ha, memiliki
keistimewaan yaitu warna airnya sering berubah. Kadang hijau, biru, hijau
kekuningan, coklat. Ini karena pantulan sinar matahari dari permukaan danau, dimana
dasar danau mempunyai kandungan belerang tinggi. Menikmati kopi di tepian danau
yang sejuk dan indah ini akan terasa segar dan hangat.
Di hari terakhir kami berada di Manado, kesempatan bagus untuk mengunjungi Bunaken sebelum sorenya kami akan
kembali ke Jakarta. Dijemput oleh Travel yang brosurnya tersedia di hotel, kami
bersama-sama menuju Marina, tempat penyeberangan menuju Bunaken. Tak lama kami menunggu, kemudian boat kecil yang
kami tumpangi telah membelah laut menuju Bunaken, sebuah Pulau kecil seluas 8
Km2 yang terletak di sebelah utara kota Menado. Dari jauh tampak gunung-gunung
dibalik kota Manado.
Kami meninggalkan Marina menuju ke arah utara. Gunung Manado Tua berdiri tegak di Pulau Manado Tua, yang menurut cerita
rakyat, dari sinilah orang Manado berasal. Pulau Bunaken terletak di sisi kanan
Pulau Manado Tua. Menurut Guide kami, di dekatnya terdapat Pulau Siladen, merupakan tempat wisata dengan pantai berpasir putih
yang memiliki resort-resort bagus.
Di tengah perjalanan sebelum merapat
ke pulau, boat kami tinggalkan untuk berganti boat lain yang dilengkapi dengan
Glass Boat, melalui kotak kaca ini kami dapat melihat keindahan taman laut
dengan ikan-ikannya. Disekitar Pulau Bunaken ini terdapat 12 titik penyelaman yang menjadi tujuan para pecinta wisata bawah
laut. Inilah salah satu wilayah yang
memiliki biodiversitas kelautan yang tinggi di dunia.
Tampak dari kotak kaca
selain berbagai macam karang dengan aneka bentuk yang unik, juga dinding sebuah
Palung Laut yang cukup dalam. Kadang
juga tampak beberapa orang sedang snorkling dibawah boat kami. Duh.....
nikmatnya jika bisa ikut snorkling dan diving dibawah laut diarea ini. Sayang
sekali, ketika muda aku belum pernah mempelajari, sehingga sekarang ketika sudah
lansia, malu kalau baru mulai belajar. Kami tidak sempat mengambil foto
keindahan bawah laut Bunaken karena boat sering sekali bergoyang-goyang sehingga aku mabuk laut. Foto
indah ini saya dapatkan dari Google.
Puas menikmati keindahan Taman Nasional Bunaken, kami kembali ke
boat kecil yang tadi kami tumpangi dan melanjutkan perjalanan menuju Pulau
Bunaken. Teman-teman memilih snorkling dan diving begitu boat merapat ke
pantai. Aku bersama Mas Suami memilih duduk-duduk dibawah pepohonan di pinggir
pantai, diiringi semilirnya angin laut menikmati wanginya Kopi
Toraja...........
Wassalamu’alaikum ww.
Jakarta, 20 Oktober 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar