Jumat, 30 Juni 2017

Orang tua kita, kunci sukses hidup kita




Assalamu’alaikum ww.
Masih dalam situasi Lebaran, aku sering menanyakan kepada teman-teman dan kenalan, apakah dia dan keluarganya pergi mudik, mudiknya kemana, atau tetap tinggal di Jakarta. 

Seseorang yang  aku kenal baik, sebut saja namanya Pak Ali,  menceritakan bahwa dia tidak mudik, karena tidak ada lagi keluarganya di desanya, di  daerah Wonogiri.  Menurut Pak Ali, setelah Ayahnya meninggal dunia, Ibunya menikah lagi dan ia tidak banyak mengetahui kabar beritanya. Rupanya dia kecewa kepada ibunya.
Kemudian sejak suami ibunya meninggal, Ibunya ikut anak tirinya. Padahal  anak kandungnya, Pak Ali tinggal di Jakarta. Terakhir Pak Ali ketemu Ibunya ketika  masih tinggal di suatu desa di daerah Lampung. Menurut Pak Ali,  karena kondisi kehidupannya yang pas-pasan, dia tidak mungkin untuk mencari Ibunya, dan kalaupun ketemu, tidak mungkin untuk mengajaknya tinggal bersama.  

Aku merenungi permasalahan Pak Ali dan ibunya itu hingga beberapa waktu. Menurutku, Pak Ali keliru. Seharusnya dia segera mencari Ibunya dan mengajak tinggal bersamanya. Apa lagi sekarang Ibunya sudah sepuh. Apakah bukan karena ketidakpeduliannya kepada Ibunya itu, yang menyebabkan kehidupannya selalu pas-pasan?

Di perjalanan usia yang sudah cukup panjang, seringkali aku memperhatikan kehidupan orang-orang dekat di sekitarku. Ada diantaranya yang hidupnya sukses dan bahagia, tetapi ada juga yang hingga di usia senja selalu ada saja permasalahan atau kesulitan yang dihadapi. Sukses yang aku maksud tidak selalu dalam hal kepemilikan harta benda, bisa juga sukses dalam hal keluarga, mempunyai anak cucu yang membahagiakannya atau mempunyai kehidupan yang tenang dan tenteram.

Apa sebenarnya yang menjadi sebab dari sukses atau gagalnya kehidupan seseorang? Pasti banyak hal. Menurut pengamatanku, salah satu penyebabnya adalah  “hubungan dengan orang tuanya". Ada beberapa contoh yang menarik.

Seorang sopir yang pernah bekerja di keluarga kami, sekarang sudah pensiun. Meskipun sudah pensiun,  rejekinya tetap mengalir lancar melalui  isterinya yang membuka warung makan di rumahnya. Kedua anaknya sudah bekerja dan sudah berkeluarga, memberinya seorang cucu. Aku memperhatikan, kedua orang suami isteri ini, merawat dan memperlakukan dengan baik Ibunya sendiri maupun Ibu mertuanya, yang keduanya sudah janda.

Ada satu pengalaman masa kecil yang masih membekas. Ketika Tanteku (adik Ibu) sedang hamil tua sudah saatnya melahirkan, tetapi entah bagaimana kondisi bayinya hingga beberapa hari belum bisa lahir. Akhirnya keluarga minta pendapat kepada seorang pintar di kotaku Solo. Nasihatnya adalah, agar Tante meminta maaf kepada Nenek,  Ibunya Tante. Sungguh ajaib, kata maaf dari Nenekku, menyegerakan kelahiran sang bayi.

Contoh lain yang sebaliknya. Seorang sahabatku dahulu  menikah di luar negeri karena perbedaan agama dan tidak mendapat  persetujuan dari orang tua. Pada akhirnya pasangan ini bercerai setelah anak satu-satunya  dewasa.

Seorang teman Mas Suami, selalu mengatakan bahwa bapaknya adalah seorang Jaksa. Padahal itu adalah bapak tirinya. Bapaknya sendiri seorang Petani biasa. Sekalipun teman ini sukses karirnya hingga menduduki jabatan tinggi, namun kehidupan rumah tangganya tidak bahagia dan akhirnya karirnyapun hancur karena tersangkut masalah korupsi.

Begitulah. 
Cerita dan kejadian diatas adalah sekedar pengamatan kami berdua, memperhatikan fenomena hubungan anak dengan orang tuanya dari lingkungan dekat kami. 

Padahal jika kita buka Kitab Suci Al Qur an, bertebaran ayat-ayat yang mewajibkan kita manusia berbuat baik kepada kedua orang tua. Lihat Qur’an Surat 2 (83), 2 (215), 6 (151), 17 (23), 46 (15) dan seterusnya. Kedua orang tua kita telah Allah tempatkan pada kedudukan yang sangat tinggi setelah Allah. Menyatakan kekesalan kita kepada orang tua dengan kata "uf, ach, cis", itu dilarang.

Demikian pula banyak kisah-kisah di jaman Rasulullah yang memberi pelajaran bagaimana Allah menjadikan seseorang sebagai Ahli Surga karena bakti kepada ibunya. Salah satunya adalah kisah Uwais Al Qorni, seorang pemuda yang soleh dan sangat berbakti kepadanya Ibunya. Ia memenuhi permintaan Ibunya yang telah renta dengan menggendongnya dari Yaman tempat tinggalnya ke Baitullah untuk berhaji. Rasulullah SAW menyebut Uwais Al Qorni sebagai Sang Penghuni Langit.

Kisah lain yang juga menakjubkan adalah kisah tentang Alqamah, yang lebih mengutamakan isterinya dari pada ibunya, dan durhaka kepada Ibunya. Ketika Alqamah sakit keras dan sudah dalam keadaaan tidak berdaya, saat di-talqin ternyata lisan Alqamah tidak bisa mengucapkan La ilaha illallah. Kemudian Rasulullah SAW memerintahkan untuk membakar Alqamah. Barulah Ibunya memaafkan dan ridha terhadap anaknya. 

Rahulullah bersabda bahwa “Kemarahan ibu Alqamah telah menghalangi lisannya sehingga tidak bisa mengucapkan kalimat syahadat, dan Ridhanya telah menjadikannya mampu mengucapkan syahadat.” Kemudian Alqamah pun meninggal dunia saat itu juga.

Dalam kenyataan sehari-hari, banyak terjadi "anak dikecewakan oleh orang tua" yaitu ketika orang tuanya bercerai, kemudian anak harus ikut salah satu diantara ayah atau ibunya. Kadang dalam kondisi ekonomi yang menyedihkan. Apa lagi jika orang tua yang diikutinya itu menikah lagi, berbagai penderitaan harus dialami sang anak. Hal demikian menimbulkan sakit hati bahkan kemudian menjadi antipati kepada ayah atau ibunya. Anak kadang baru menyadari dan bisa mengerti mengapa hal tersebut terjadi, setelah dia dewasa. 
Itulah takdir, ketentuan Allah. Kewajiban seorang anak berbakti dan berbuat kebaikan kepada orang tuanya tetap berlaku, sekalipun orang tuanya telah berbuat tidak baik kepadanya. Biarlah Allah Yang Maha Mengetahui yang akan memberikan ketetapan untuk orang tuanya.

Lalu, apakah aku sendiri telah berbuat baik kepada kedua orang tuaku?   He he he .......terus terang, aku merasa masih kurang, terutama kepada Bapak. 
Sedikit cerita mengenai keluarga kami. Bapak wafat di tahun 1991. Tahun-tahun sebelum beliau wafat, aku sedang fokus merintis karier, setelah lulus dari Pendidikan Notariat Fakultas Hukum UI. Aku merasakan, betapa beliau begitu berbahagia ketika menghadiri Wisudaku.

Bapak adalah pribadi yang suka berhemat. Aku ingat, sering kali beliau datang ke Jakarta tanpa memberitahu lebih dahulu. Beliau naik bus yang berongkos murah, karena naik bukan dari Terminal Bus melainkan dari pinggir kota. Kadang bus murah itu tidak berjendela kaca alias ber AC angin, sehingga sampai Jakarta pasti masuk angin. Padahal saat itu, kalau kami pulang ke Solo setahun sekali, sudah naik pesawat Garuda. Menurut beliau, itu adalah pemborosan.

Ibu, pastinya juga sayang aku. Di awal perantauanku di Jakarta, beliau mengerti bahwa meskipun aku sudah bekerja (dengan hanya berdasarkan Ijazah SMA), aku masih ingin kuliah lagi. Ketika suatu hari ibu  mendapat rejeki nomplok yang jatuh dari langit, langsung mengirim uang itu  Akupun bisa kuliah di ASMI. Rejeki yang jatuh dari langit ini memang benar-benar terjadi. Suatu hari beliau sedang membersihkan  rumah karena seringkali ada tikus turun ke dapur. Tiba-tiba Ibu kejatuhan segepok uang yang sudah hampir hancur dengan bau yang tidak enak. Uang siapakah itu? Barangkali uang Bapak yang disimpan disuatu tempat, dan lupa tidak dipindahkan ke tempat yang seharusnya, kemudian digondol tikus......

Ibu menderita stroke di usia sepuh, sehingga beliau sholat di tempat tidur. Suatu hari aku masuk ke kamarnya ketika beliau sedang berdoa. Tidak sengaja aku mendengar namaku disebut-sebut dalam doanya. Ya Allah........... aku bersyukur, Ibu telah mendoakanku. 

Walaupun kadang ada hal-hal yang tidak sesuai dengan pendapatku, kepada Ibu aku lebih memilih diam. Untuk hal-hal yang sekiranya memerlukan persetujuan beliau, ada salah seorang adik ipar yang dekat dengan Ibu. Dialah penyambung lidahku. Hingga wafatnya di tahun 2013, beliau tinggal di rumah kami. Mas Suami adalah menantu kesayangan. Banyak hal penting yang beliau sampaikan bukan kepada aku, tetapi kepada suamiku.


Apa saja yang dapat kita perbuat untuk menunjukkan cinta dan bakti kita, ketika kedua orang tua kita telah tiada? Menurut Hadis Riwayat Bukhori dan Muslim, yang harus kita laksanakan adalah : Pertama, berdoa untuk mereka, memohonkan ampunan bagi mereka. Kedua, melaksanakan janji mereka. Ketiga, menyambung silaturahim yang terhubung dengan mereka, serta Keempat, memuliakan sahabat-sahabat mereka.

Wassalamu’alaikum ww.
Jakarta, 20 Juli 2016.




2 komentar:

  1. 28 Agustus genap 27 thn bapak meninggalkan kami. Semoga Damai bersamaNya. Amin.

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus